SUMENEP – Untuk menyemarakkan hari lahir (harlah) Gus Dur dan bulan kemerdekaan, Komunitas GUSDURian Sumenep menggelar bedah buku Bisikan Tanah karya Khairul Umam, pada Minggu, (13/08/2023) di Kedai Pelar Store, Kompleks Pertokoan Bangkal, Giling, Sumenep.
Kegiatan ini merupakan kegiatan kolaborasi antara Komunitas GUSDURian Sumenep, Komunitas Literasi Damar Korong, dan Lesbumi MWCNU Kecamatan Gapura, dengan mengangkat tajuk “Safari Literasi dan Bedah Buku”.
Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan komunitas literasi dan aktivis agraria di Kabupaten Sumenep. Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini untuk menumbuhkembangkan spirit budaya literasi melalui karya sastra, membangun kesadaran pentingnya merawat tanah dan kearifan lokal, serta membangun jejaring kebudayaan antarpenulis sastra dan aktivis sosial-budaya.
Abdul Warits, yang didaulat menjadi pembedah buku dalam kegiatan ini mengatakan, buku yang ditulis oleh Khairul Umam ini sangat relevan dengan isu prioritas di komunitas GUSDURian, yaitu lingkungan dan perubahan iklim. Salah satu yang dipotret adalah bagaimana efek dari limbah tambak udang yang mencemari lingkungan dan nasib tanah milik warga yang tercemari sehingga tidak produktif.
Lebih lanjut, ia mengapresiasi terbitnya buku ini karena masih ada penulis yang peka terhadap isu dan realitas sosial masyarakat yang dikemas melalui karya sastra.
“Saya teringat dengan Pram saat menyampaikan sejarah tentang mundurnya maritim Indonesia yang dikemas dalam novel Arus Balik. Pram mengemas novel tebal tersebut dalam bentuk karya sastra biar dibaca oleh semua kalangan, termasuk yang dilakukan oleh Khairul Umam dalam antologi cerpen ini yang menyoroti isu lingkungan dan agraria di masyarakat kita,” kata penggerak GUSDURian ini.
Sementara itu, A. Zainul Hasan sebagai pembanding dalam forum mengatakan bahwa Bisikan Tanah yang ditulis oleh Khairul Umam memang memotret persoalan atau realitas yang terjadi saat ini, seperti fenomena warga yang mengadu kepada kiai dan kepala desa mengenai persoalan agraria.
“Makanya ini kemudian menjadi semangat ‘sastra melawan’ melalui karya buku antologi cerpen ini. Ada beberapa yang menarik dari isi buku antologi cerpen ini, terutama bagaimana penulis menggunakan parodi, tetapi parodi ini berbuah perenungan. Misalnya di judul cerpen ‘Makam-Makam yang Digusur’. Jadi, penggusuran tanah bukan hanya berdampak terhadap yang hidup, bahkan yang mati juga,” kata pria yang aktif di FNKSDA Sumenep ini.
Sementara itu, Khairul Umam, penulis buku menyebutkan bahwa menulis sastra atau menulis cerpen merupakan bentuk penggabungan antara berpikir dan merenung. Lebih lanjut, alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini mengatakan bahwa karya fiksi dari imajinasi itu bukan sesuatu yang bohong, tetapi mencoba merenungi apa yang coba dipikirkan atau apa yang dirasakan oleh penulis.
“Manusia adalah makhluk yang penuh dengan simbol. Maka perkembangan ilmu di Barat, kebanyakan mengambil dari mitos. Saya mencoba meramu mitos-mitos itu di dalam antologi cerpen ini dengan semangat perlawanan, sehingga mitos itu tidak hanya selesai sebagai mitos, tetapi menjadi fakta baru,” pungkasnya.