Social Media

Berikan Orasi Kemerdekaan, Alissa Wahid Ajak Meneladan Gus Dur dalam Mencintai Indonesia

Direktur Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid Qotrunnada menyampaikan Orasi Kemerdekaan pada Peringatan HUT Republik Indonesia ke-78. Orasi tersebut disampaikan di hadapan lebih dari 150 penggerak GUSDURian dan aktivis kemanusiaan di seluruh penjuru Indonesia secara virtual melalui Zoom Meeting dengan tajuk acara “Upacara 17-an dan Refleksi Kemerdekaan” pada Kamis, 17 Agustus 2023, pukul 15.30-17.00 WIB.

Acara tersebut digagas dalam rangka mengajak seluruh penggerak GUSDURian dan aktivis kemanusiaan berefleksi tentang arti kemerdekaan yang sebenar-benarnya, seperti halnya yang telah diamanahkan oleh konstitusi dengan kemerdekaan bagi semua individu dan kelompok masyarakat dalam naungan keadilan dan kemanusiaan.

Dalam orasinya, Alissa Wahid membuka refleksi dengan menjelaskan cara mencintai Indonesia sesuai kadar dan cara masing-masing. Ada kalanya mencintai Indonesia seperti cinta monyet, cinta tanpa membutuhkan keruwetan masa depan, tanpa kesiapan menikahi, dan bahkan tanpa keribetan dengan percocokan orang tua dengan bibit, bobot, dan bebetnya. Namun, ada kalanya juga mencintai seperti kata penyair Sapardi Djoko Damono, mencintai dengan sederhana.

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada,” ucap Alissa saat membacakan puisi Sapardi.

Dalam penjelasanya, terselipkan pesan yang mendalam ketika kita mencintai harus siap berkorban layaknya kayu yang dibakar api menjadi abu, atau awan yang menjadi hujan dan akhirnya tiada. Mencintai dengan sedalam-dalamnya hingga rela mengorbankan dirinya sendiri untuk sesuatu yang dicintainya.

Selain itu, Alissa Wahid juga menyampaikan tentang garis perjuangan yang diturunkan dari bapak dan kakek Gus Dur yang sejak sebelum kemerdekaan KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahid Hasyim mengabdikan diri memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan bagi Indonesia.

“Kita harus tahu bahwa dulu KH. Hasyim Asy’ari berjuang bersama santri-santrinya untuk dikirim melawan penjajah demi menyambut ‘bayi’ Republik Indonesia, juga dengan kelegaan hati dan ikhtiar bapak Gus Dur, KH. Wahid Hasyim yang menghilangkan tujuh kata yang sangat identik dengan bagian kaum mayoritas Indonesia dalam sila pertama Pancasila untuk menjaga keberagaman perbedaan Indonesia,” lanjut Alissa Wahid dalam orasinya

Tidak dipungkiri jika Gus Dur selama hidupnya selalu mendahulukan kepentingan orang banyak sebelum kepentingannya sendiri, bahkan juga dengan kepentingan keluarganya. Hal ini senada dan segaris dengan bagaimana kakek dan bapaknya lakukan.

Kemudian, di tengah orasi Alissa Wahid menyampaikan bagaimana kulitas kehidupan berbagsa dan bernegara saat ini. Banyak ditemukan peristiwa-peristiwa yang tidak sejalan dengan cita-cita Indonesia yang ingin dicapai semenjak kemerdekaan 78 tahun lalu.

“Dalam kualitas berbangsa, betapa mirisnya mendengar kabar penghentian ibadah kaum minoritas oleh kaum mayoritas karena tidak disukai, miris melihat peristiwa pembubaran rumah ibadah dengan kesewenang-wenangan,” tegas Alissa

Seolah fakta sosial tersebut menjadi kemunduran bangsa dalam mengejar cita-cita kemerdekaannya, yaitu mewujudkan Bangsa Indonesia yang cerdas, adil, dan makmur. Kemunduran yang apabila dibiarkan Indonesia akan dihadapkan dengan pertentangan dan perpecahan.

“Begitu juga dengan kualitas kehidupan berbangsa, para pemangku kebijakan tidak sungguh-sungguh menjalankan amanahnya, dari pajak yang dibiayai oleh rakyat justru malah digunakan untuk lomba pidato, digunakan rapat-rapat saja, dana 500 M untuk kemiskinan habis untuk rapat,” lanjutnya.

Dalam konteks ini, Alissa Wahid mengungkapkan refleksi kebatinannya yang gelisah melihat para pejabat menggunakan uang rakyat dengan seenaknya. Uang rakyat yang dikeluarkan melalui pajak tidak digunakan dengan bijak dan sungguh-sungguh, bahkan ada pula yang tega hati dikorupsi dan dibagi-bagi.

“Rakyat bepergian dengan sepeda dan tranportasi umum, mereka bepergian dengan fasilitas senyaman mungkin dari uang rakyat. Bahkan miris, ada uang rakyat 8 trilliun yang dicuri dan dibagi-bagi,” ungkap Alissa.

Alissa Wahid pun selaku Direktur Jaringan GUSDURian juga memberikan penekanan keberpihakan para penggerak GUSDURian yang selalu berada dalam kerja-kerja kebaikan atas nama kemanusiaan dan toleransi. Apalagi dalam mendekati tahun politik, banyak para politisi yang mendekati GUSDURian untuk legitimasi mereka.

Bukan hal yang aneh memang jika banyak politisi mendekat dan menginginkan dukungan dari GUSDURian, karena selama ini GUSDURian hadir untuk selalu memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan. GUSDURian selalu bersama rakyat.

“Tidak hanya cukup mendekati keluarga Gus Dur untuk memenangkan suara pengagum dan pecinta Gus Dur, seorang GUSDURian secara individu dalam menentukan pemimpin bangsa harus melihat prinsip yang dibawanya, prinsip kemanusiaan, persaudaraan, kesetaraan, dan menjaga kearifan tradisi.”

Sebagai informasi, Jaringan GUSDURian secara organisasi memiliki kode etik untuk tidak terlibat dalam politik praktis. Dalam artian, tidak diperkenankan dalam bentuk apa pun, seseorang membawa nama “GUSDURian” untuk terlibat dalam dukung-mendukung politisi atau memberikan legitimasi keberpihakan kepada partai politik apa pun.

Pada akhir orasinya, Alissa Wahid memberikan semangat dan dorongan kepada seluruh peserta untuk tetap dan selalu mencintai Indonesia walaupun sering kali patah hati dan patah arah.

“Berulang kali mendampingi penindasan atas hak-hak warga Indonesia dan kalah, berulang kali mendampingi kebebasan dalam beribadah dan kalah, berulang kali mengingatkan anti-korupsi dan kalah,” ucap Alissa.

Baginya, mencintai Indonesia seperti Gus Dur dahulu mencintainya. Mencintai indonesia walau banyak yang mendustai, walau banyak yang tidak menyukai, walau banyak yang menyakiti. Karena cinta yang sejati adalah cinta yang teruji, tak peduli dengan keadaan selalu siap bertahan.

Orasi kemerdekaan yang disampaikan oleh Alissa Wahid dalam peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia menjadi panggilan penting bagi semua individu dan khususnya para penggerak GUSDURian. Semua yang disampaikan olehnya adalah spirit untuk meningkatkan kesadaran dan kekuatan akan pentingnya meneruskan garis perjuangan dalam menjaga dan merawat cita-cita kemerdekaan Indonesia dan mewujudkan nilai, pemikiran dan keteladanan Gus Dur untuk Indonesia yang adil dan setara.

Penggerak Komunitas GUSDURian Ponorogo, Jawa Timur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *