Dalam rangka memperingati Hari Lahir Gus Dur, Jaringan GUSDURian mengadakan Gus Dur Memorial Lecture edisi keempat di Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta dengan mengangkat tema “Gus Dur dan Nahdlatul Ulama: Kembali kepada Khittah 1926”, pada Sabtu (23/09/23).
Bertempat di Aula Terpadu Kampus UNU Yogyakarta yang baru, kegiatan diikuti oleh lebih dari 500 peserta, mulai dari mahasiswa UNU maupun kampus sekitarnya, masyakarat umum, serta ada juga beberapa peserta lintas iman.
Jay Akhmad, Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian mengatakan bahwa Gus Dur Memorial Lecture kali ini ingin mengangkat kembali dan mengambil inspirasi gagasan dan gerakan Gus Dur ketika di Nahdlatul Ulama.
“Gus Dur salah satu ketua PBNU yang mendobrak dan memberi ruang anak-anak muda NU untuk tidak saja memahami teks-teks kitab kuning, tetapi juga belajar tentang gagasan-gagasan di luar agama apa pun, selain agama Islam itu sendiri, ” terang Jay, panggilan akrabnya.
Jay menambahkan, kegiatan Gus Dur Memorial Lecture tahun ini sudah digelar di tiga kampus, yaitu UIN Walisongo Semarang, UIN SATU Tulungagung, ISIF Fahmina Cirebon, dan sekarang di UNU Yogyakarta.
Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta Dr. Abdul Ghofar, MBA mengucapkan terima kasih kepada Seknas Jaringan GUSDURian atas kerja samanya.
“Atas nama UNU (Yogyakarta), kami ucapkan terima kasih atas kerja samanya dengan GUSDURian, mudah-mudahan acaranya berjalan dengan baik,” ujarnya.
Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A., rektor pertama UNU Yogyakarta dalam sambutannya sebagai keynote speaker mengungkapkan bahwa Gus Dur merupakan sosok yang mampu memadukan keilmuan pesantren dengan ilmu non-pesantren.
“Dari Gus Dur, kita belajar bagaimana menjadi pemain (yang berperan dalam dunia) global dengan keilmuannya,” ujar Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada itu.
KH. Ulil Abshar Abdalla, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang bertindak sebagai narasumber dalam kesempatan kali ini menjelaskan bahwa ilmu yang dipakai Gus Dur dalam gagasan dan gerakannya adalah ilmunya para kiai yang juga dipakai dalam semboyan Nahdlatul Ulama, yaitu “Al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah”.
“Kaidah ‘al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah‘ atau ‘merawat barang lama yang baik dan mengambil barang baru yang lebih baik’ adalah ilmunya kiai-kiai NU,” ujar Gus Ulil panggilan akrabnya.
Gus Ulil menambahkan, kaidah yang bersumber dari QS Ibrahim ayat 24 ini dipakai Gus Dur dalam kehidupan dan perilaku sehari-harinya.
“Ketika kita pelajari perilaku, pikiran serta tindakan-tindakanya, maka bisa diringkas Gus Dur ini ashluha tsabitun (akarnya kuat) serta wa faruha fi as-sama (cabangnya ke langit),” pungkas pendiri dan pengasuh Ghazalia College tersebut.