Peringati September Hitam, GUSDURian Jepara Soroti Penegakan Keadilan dan HAM

JEPARA – Lintasan sejarah menjadi saksi bagi gerakan September Hitam, yaitu bulan di mana banyak pelanggaran HAM yang terjadi, mulai kekerasan sampai penghilangan aktivis. Komunitas GUSDURian Jepara memandang bahwa keadilan dan hak asasi manusia (HAM) perlu ditegakkan.

Koordinator GUSDURian Jepara, Fuad Fahmi Latif memaparkan, implementasi keadilan dan penegakkan HAM sebagai parameter maju atau tidaknya suatu bangsa. Sehingga, rentetan September Hitam terkurangi, minimal stagnan dan tidak meningkat.

“Jaringan GUSDURian mendorong dalam hal ini rasa keadilan harus ditegakkan. Di mana, manusia yang menjadikan maju dan tidaknya suatu bangsa. Nah, letaknya terdapat pada landasan keadilan,” papar Fuad kepada redaksi, Sabtu (30/9/23).

Berangkat dari gerakan September Hitam di sejumlah daerah, kata dia, merupakan momentum Indonesia dalam menyiarkan komitmen rasa keadilan dan kemanusiaan. Jika tidak, status demokrasi terancam menjelma tirani.

“Apa pun alasannya, jika melayangkan nyawa manusia sungguh tidak bisa dibenarkan. Oleh karena itu, September Hitam jadi peristiwa penting bagi negara untuk berkomitmen memperbaiki proses keadilan dan kemanusiaan,” terang dia.

Selanjutnya, dari sudut pandang anak bangsa, gerakan September Hitam dapat menjadi pemacu untuk terus belajar dan memastikan jalannya demokrasi. Tujuannya, agar ke depan negara berkomitmen menegakkan HAM dan memperbaiki posisi ataupun status demokratisasi di Indonesia.

“Kekerasan oleh kelompok maupun negara tidak bisa dilakukan, apalagi dibenarkan. Tidak ada satu alasan ketika harus menumpahkan setetes darah dari manusia, sebab kita menjunjung HAM,” ujarnya.

Bukan tanpa alasan GUSDURian Jepara turut menyoroti hal ini. Sebab, ihwal penegakkan hukum, keadilan dan HAM, merupakan salah satu dari delapan isu prioritas yang dirajut oleh Jaringan GUSDURian seluruh Indonesia.

Sementara itu, bulan yang berubah sebagai gerakan, meninggalkan beberapa titik hitam di lembar demokrasi. Salah satunya Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI – Gerakan Satu Oktober: versi Bung Karno).

Atas tragedi itu, sejumlah jenderal dipaksa menjemput ajal kehadirat Tuhannya lebih cepat. Ditambah, ribuan masyarakat tidak bersalah, turut jadi sasaran amukan massa yang anti dengan PKI. Mereka tewas tanpa peradilan.

Kemudian, 13 September 1984, ketika pasukan keamanan membubarkan pertemuan yang dihadiri oleh kelompok Muslim yang sedang melaksanakan ibadah Shalat Jumat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Insiden ini berujung pada kerusuhan dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan.

Bergeser di tanggal 24 sampai 28 September 1999, ribuan irang berkumpul di sekitar Jembatan Semanggi, Jakarta. Demonstrasi yang direncanakan berlangsung damai, berubah jadi tragedi bagi mahasiswa dan aktivis.

Awalnya, demonstrasi ini dimulai sebagai protes mahasiswa dan aktivis yang menuntut perubahan politik yang lebih besar dan perbaikan dalam pemerintahan. Mereka mengecam segala tindakan negatif yang dilakukan pemerintah.

Mulai dari korupsi, pelanggaran HAM, dan tindakan sewenang-wenang aparat keamanan. Namun, ketegangan meningkat ketika pasukan keamanan merasa terancam dan berusaha membubarkan demonstrasi tersebut.

Pertempuran antara demonstran dan aparat pun meletus. Akibatnya, sejumlah aktivis meregang nyawa dan cedera serius. Padahal, mereka (demonstran) berjuang memperbaiki dengan merubah sistem politik dan pemerintahan saat itu.

Selain itu, pembunuhan aktivis HAM Munir di tahun 2004. Ada pula, aksi demonstrasi yang dikenal sebagai ‘Reformasi Dikorupsi’ akhir tahun 2019. Atas rentetan tragedi itu, Fuad berharap kepada pemerintah untuk menegakkan keadilan dan HAM.

“Kekerasan kemanusiaan harus dihapuskan, karena apapun bentuk kekerasan tidak dapat dibenarkan. Semestinya, pemerintah mulai dari sekarang berkomitmen menegakkan keadilan dan HAM,” pungkasnya.

Jurnalis. Penggerak Komunitas GUSDURian Jepara, Jawa Tengah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *