Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) bekerja sama dengan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar diskusi publik dan pembacaan maklumat politik ulama Perempuan pada 20 November 2023 di Auditorium FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kegiatan ini mengangkat tema “Pemilu Bersih dan Bermartabat untuk Peradaban Berkeadilan”. Kegiatan ini diselenggarakan secara hybrid dan diikuti lebih dari 250 peserta.
Melalui pertemuan ini, KUPI ingin mengajak berbagai elemen bangsa untuk mengambil peran aktif dalam mengawal demokrasi dan pemilu agar berjalan dengan baik dan berada pada norma yang berlaku.
“KUPI beserta elemen masyarakat sipil lainnya perlu mengawal Pemilu berjalan dalam norma dan dengan cara yang makruf (baik) agar demokrasi dan pemilu menjadi berkah bagi semua warga bangsa, tidak hanya bagi aktor dan elite politik serta para pengemban amanah kekuasaan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif saja,” ujar Badriyah Fayumi, Ketua Majelis Musyawarah KUPI.
Lebih lanjut, Badriyah menyinggung bagaimana masyarakat dihadapkan dengan ketidakadilan menjelang Pemilu 2024. Misalnya bagaimana hukum dan aparatur negara dijadikan sebagai alat pelanggengan kekuasaan. Oleh karenanya, ulama perempuan perlu bersinergi dengan setiap lini masyarakat untuk mengawal demokrasi Indonesia.
“Ulama sebagai representasi kalangan agama di ranah kultural, para aktor politik serta pengemban amanah kekuasaan sebagai bagian dari negara yang berada di ranah struktural, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, apalagi saling menafikan satu sama lain,” tutur pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Quran wal Hadis Bekasi, Jawa Barat tersebut.
Menurut hematnya, aspirasi KUPI ini perlu ditengahkan lantaran adanya titik pertalian antara antara visi keislaman dan kebangsaan dalam pemenuhan keadilan.
“Tidak lain karena visi keislaman KUPI berkelindan dengan visi kebangsaan, kemanusiaan, serta kesemestaan bagi terwujudnya cita-cita peradaban berkeadilan,” ungkapnya.
Di akhir sambutannya Badriyah mengingatkan hadirin dengan mengutip pernyataan al-Ghazali ihwal hubungan agama dan kekuasan negara.
“Agama dan kekuasaan negara adalah dua saudara kembar. Agama merupakan fondasi, sedangkan pemegang amanah kekuasaan adalah pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki fondasi akan runtuh, sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal akan tersia-siakan,” pungkasnya.
Salah satu agenda dalam kegiatan ini adalah diskusi publik yang diisi oleh Alissa Wahid (Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian), Dzuriyatun Toyibah (Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah), Alimatul Qibtiyah (Komnas Perempuan), dan Gun Gun Heryanto (Dekan FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Acara kemudian ditutup dengan pembacaan Maklumat Politik Ulama Perempuan.