Peringati Hari Toleransi, GUSDURian Majene dan HMJ UAD STAIN Majene Bahas Gus Dur, Toleransi, dan Islam Ramah

Dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional, GUSDURian Majene mengajak HMJ UAD STAIN Majene bekerja sama melaksanakan Forum 17-an yang bertemakan “Gus Dur: Toleransi dan Islam Ramah” pada hari Selasa (21/11/2023) di Pelataran TPD STAIN Majene, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.

Peringatan Hari Toleransi Internasional ini merupakan kolaborasi pertama GUSDURian Majene dengan HMJ UAD STAIN Majene dalam berkegiatan. Sekaligus ini pertama kalinya GUSDURian Majene melaksanakan kegiatan di lingkungan perguruan tinggi. Pada kegiatan ini, peserta yang hadir sebanyak 11 orang, di antaranya tujuh orang perempuan dan empat orang laki-laki.

Adapun narasumber yang dihadirkan dalam kegiatan ini yakni alumnus religious leader pada Workshop Penguatan Jejaring dan Advokasi Keberagaman se-Sulawesi, Maluku, dan Papua di Makassar yakni Abdul Halik. Sedangkan moderator dalam kegiatan ini adalah Darawulan Agustina Baso selaku pengurus HMJ UAD STAIN Majene.

Dalam diskusi ini, narasumber memantik peserta diskusi dengan menjelaskan bahwa Gus Dur termasuk orang yang pemikirannya selalu dianggap kontroversial oleh semua kalangan. “Harus diakui bahwa Gus Dur ini merupakan pemikir muslim Indonesia yang paling banyak disalahpahami pemikirannya. Karena pemikirannya ini anti-mainstream. Pemikiran beliau ini tidak biasa, tidak lazim bagi orang-orang yang memiliki tingkat pemahaman yang pas-pasan,” ujarnya.

Setelah narasumber memberikan gambaran umum tentang Gus Dur dan pemikiran Gus Dur itu seperti apa, kemudian dilanjutkan dengan membahas soal isu toleransi. Narasumber menjelaskan bahwa Al-Qur’an sendiri membahas perbedaan serta Tuhan sendirilah yang menghendaki sebuah perbedaan. “Jika kalian pernah mendengar surah Al-Hujurat ayat 13, pandangan Gus Dur juga berangkat dari situ. Jadi Gus Dur ini bukan orang yang pandangan pluralismenya murni dari akal. Tapi dia juga berangkat dari pemahaman teks,” ujar Abdul Halik selaku narasumber.

“Yang menginginkan keragaman ini siapa? Apakah manusia atau Tuhan? Yang membuat keragaman itu adalah Tuhan. Makanya kalau mau menggugat keragaman, gugatlah Tuhan,” lanjutnya.

Lebih lanjut lagi dalam membahas soal toleransi, narasumber banyak menyinggung soal keberagaman yang ada itu bukan untuk dipersoalkan apalagi digugat karena keberagaman merupakan keinginan Tuhan. Abdul Halik selaku narasumber dalam penjelasannya mengutip perkataan Gus Dur, “Tidak penting apa pun agama dan sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah tanya apa agamamu”. Yang terpenting adalah kontribusi kita terhadap kemanusiaan.

Sedangkan dalam pembahasan soal Islam ramah, narasumber menjelaskan Islam itu merupakan sebuah agama yang mengajarkan cinta damai serta kelembutan. Hal ini juga tertuang dalam ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an.

“Lebih banyak ayat-ayat yang bicara kelembutan. Al-Qur’an tidak pernah membicarakan kekerasan tapi ketegasan. Makanya kalau kita kaji pola peperangan Nabi Muhammad, beliau tidak pernah melakukan ekspansi. Tidak pernah melakukan penyerangan, yang dilakukan oleh Nabi adalah bertahan,” tuturnya.

“Ternyata dimensi kelembutan dalam Islam jauh lebih kental daripada keperkasaan atau kehebatan secara fisik,” lanjutnya.

Lebih lanjut lagi, narasumber menjelaskan nama Tuhan sendiri lebih banyak menyebutkan kelembutan. “Sama juga kalau kita melihat asmaul husna. Asmaul husna itu ada dua dimensi sifat Tuhan. Ada dimensi jamalia dan jalalia. Jamalia itu kelembutan, jalalia itu keperkasaan. Kalau kita lihat secara kuantitas, ternyata lebih banyak nama Tuhan bicara yang bernuansa jamalia, kelembutan”.

Penggerak Komunitas GUSDURian Majene, Sulawesi Barat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *