Komunitas Gitu Saja Kok Repot (KGSKR) GUSDURian Pasuruan mengadakan diskusi tulisan Gus Dur dalam kegiatan Kajian Gus Dur edisi bulan November dengan judul “Toleransi ada Batasnya”. Diskusi ini dilaksanakan pada hari Rabu (29/11) pukul 19.00 sampai 21.00 WIB secara daring melalui Zoom Meeting.
“Kajian Gus Dur (KGD) merupakan agenda rutin yang dilaksanakan oleh para penggerak atau anggota Komunitas GUSDURian Pasuruan. KGD ini mendiskusikan tulisan Gus Dur secara tematik. Pada bulan November ini, karena bertepatan dengan Hari Toleransi Internasional yang sering diperingati di tanggal 16 November, maka komunitas mengambil tema tentang toleransi dengan judul tulisan ‘Tulisan ada Batasnya’. Itu yang dipilih teman-teman,” ujar Nabil Khoirudin, salah satu penggerak komunitas.
KGD ini menghadirkan dua narasumber, pertama Imam Maliki selaku Koordinator Wilayah Jawa Bagian Timur. Kedua Khoridatul Bahiyyah selaku Penggerak Komunitas GUSDURian Pasuruan. Diskusi yang dimoderatori langsung oleh Nabil Khoirudin tersebut menunjukkan bahwa peserta begitu antusias mengikuti kajian yang berlangsung selama dua jam.
Cak Imam, sapaan akrabnya, dalam diskusi mengatakan bahwa perbedaan itu fitrah dan harus diletakkan dalam prinsip kemanusiaan universal. Ia juga mengatakan bahwa sikap toleran adalah menyikapi perbedaan yang ada dan posisi toleransi berada pada ranah sosial, bukan ritual.
“Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya, merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya,” ungkap Cak Imam menirukan kalimat yang pernah diucapkan Gus Dur.
Khoridatul Bahiyyah memberikan pantikan diawali dengan mengulas paragraf pertama dalam tulisan “Toleransi ada Batasnya”, di mana paragraf tersebut menjelaskan bahwa toleransi atau kerukunan adalah ciri dalam hubungan antaragama di negara kita, yang dimulai dari kisah Prabu Dewata Cengkar yang dikalahkan oleh Prabu Aji Saka. Mbak Rida, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa toleransi itu hadir sejak dulu dan dekat dengan masyarakat Indonesia.
“Toleransi dalam tulisan ini diartikan sebagai bagaimana antaragama dan budaya tidak saling bertentangan, saling menghormati dan menghargai dalam kehidupan berbangsan dan bernegara. Hormati perbedaan dan kemajemukan yang ada di Indonesia. Quote Gus Dur yang sering disebut ‘perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi’ sama halnya dengan membicarakan tentang toleransi, harus bermuara pada perdamaian dan keadilan,” papar Rida.
Nabil selaku moderator menutup sesi dengan berterima kasih kepada pemantik dan seluruh peserta yang hadir dalam Kajian Gus Dur serta ia memandu untuk foto bersama secara virtual.