Kajian Gus Dur (KGD) kembali diselenggarakan oleh Komunitas Gitu Saja Kok Repot GUSDURian Pasuruan. KGD edisi Desember ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Haul Gus Dur ke-14 ini. Kajian ini membahas tulisan Gus Dur berjudul “Demokrasi, Keadilan, dan Keterwakilan” yang dilaksanakan pada Rabu (13/11) pukul 19.00 sampai 21.00 WIB secara daring melalui Zoom Meeting.
Diskusi ini dibersamai oleh dua pemantik yaitu Ahmad Aminuddin (Pemimpin Redaksi Arrahim.id) dan Syihabuddin (Penggerak GUSDURian Pasuruan) serta dimoderatori Nur Rizky Amania (Penggerak GUSDURian Pasuruan).
Pertemuan diawali dengan seluruh peserta diminta membaca tulisan Gus Dur yang menjadi bahan kajian. Nur Rizky Amania yang memiliki sapaan akrab Cici menyebutkan bahwa tema demokrasi yang diambil di Bulan Gus Dur ini bertujuan untuk membaca ulang arti demokrasi menurut Gus Dur melalui tulisannya.
Ahmad Aminuddin mengawali pantikan tulisan Gus Dur dengan melihat kondisi yang terjadi di tahun 1997 saat masa Orde Baru. Kondisi demokrasi saat itu berbeda, tidak seperti demokrasi saat ini. Ia menjelaskan kondisi demokrasi di tahun 1997 dengan melihat keterwakilan perempuan di ranah politik tidak ada legitimasi kuota untuk perempuan, berbeda dengan saat ini. Sejak Gus Dur menjadi presiden selama sekitar 20 bulan ada legitimasi kuota 30% perempuan di ranah politik. Hal tersebut membuat perempuan memiliki peran di ranah politik.
Mas Amin, sapaan akrabnya, juga mengulas pandangan Gus Dur tentang Islam sebagai agama demokrasi. Pertama, dijelaskan dalam tulisan tersebut bahwa Islam adalah agama hukum. Agama Islam berlaku bagi semua orang tanpa memandang kelas. Kedua, Islam memiliki asas permusyawaratan bebas dan terbuka dengan kesepakatan. Ketiga, Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan.
“Islam tidak menghambat sistem demokrasi di Indonesia. Demokrasi dapat tegak dengan keadilan kalau Islam menopang demokrasi. Maka Islam juga harus menopang keadilan,” ujar Pemimpin Redaksi Arrahim.id itu.
Diperjelas juga oleh Syihabuddin dalam memberi pantikan. Ia menjelaskan bahwa Islam sangat demokratis terbukti ketika Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
“Indonesia negara yang menganut sistem demokrasi yang lebih demokratis daripada negara lain. Meskipun dalam realitanya belum bisa dikatakan sempurna karena penerapan sistem demokrasi masih ada kesenjangan yang terjadi,” ungkap Gus Syihab, sapaan akrabnya.
Memasuki ajang politik 5 tahun sekali tersebut, Gus Syihab memiliki harapan agar Indonesia mampu memunculkan pemimpin yang memajukan sistem demokrasi, di mana tindakan pemimpin terhadap rakyat harus didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan.
Terakhir Kajian Gus Dur ini ditutup dengan tawasul (doa) kepada KH. Abdurrahman Wahid dan foto bersama.