Beri Pendidikan Politik untuk Publik, Gardu Pemilu dan Jaga Pemilu Gelar Forum Demokrasi secara Daring

Dalam rangka menyambut tahun politik, Jaringan GUSDURian membentuk Gardu Pemilu. Gardu Pemilu adalah sebuah gerakan yang diinisiasi sebagai respons atas situasi Pemilu 2024. Gerakan ini memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai pendidikan politik dan demokrasi, pemantauan pemilu di tingkat nasional dan daerah, serta konsolidasi masyarakat sipil untuk mengawal pemilu jujur, adil, damai, dan bermartabat.

Dalam memenuhi salah satu fungsinya yaitu pendidikan politik, Gardu Pemilu bersama Jaga Pemilu menyelenggarakan Forum Demokrasi secara daring pada Senin (15/01/24) kemarin. Kegiatan yang bertajuk “Pelanggaran Pemilu dan Kualitas Demokrasi” ini berlangsung via Zoom Meeting dan bisa diikuti secara bebas oleh siapa pun.

Acara ini juga dihadiri oleh beberapa narasumber, seperti Anita Wahid (Dewan Pengarah Gardu Pemilu), Alif Iman N (Jaga Pemilu), Erry Riyana Hardjapamekas (Wakil Ketua KPK 2003-2007), dan Heru Prasetya (Koordinator Lapangan Gardu Pemilu).

Heru Prasetya membuka sesi dengan memberikan update tentang perkembangan Gardu Pemilu selama seminggu terakhir. Sampai hari ini, Gardu Pemilu telah tersebar di 74 kota/kabupaten. Titik gardu terbanyak ada di Jawa Timur, yaitu mencapai 21 titik. Dirinya juga menyinggung platform gardu.net untuk me-monitoring temuan dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi.

“Kami sih berharap, mudah-mudahan minggu depan tidak ada temuan. Bukan berarti kalau kami pemantau lalu kami menemukan banyak pelanggaran malah senang. Justru kami sebagai penjaga gardu malah berharap tidak menemukan data pelanggaran, sehingga dalam pemilunya memang tidak ada yang curang,” ujarnya.

Di sisi, Anita Wahid memaparkan pentingnya meningkatkan kualitas demokrasi beserta berbagai tantangan yang harus dihadapi hari ini. Menurutnya, dalam negara demokrasi, kedaulatan sesungguhnya berada di tangan rakyat, bukan pemerintah.

“Ada beberapa poin penting dalam demokrasi, yakni role by the people. Artinya yang ngatur adalah rakyat. Power of the people, yang punya kekuatan juga rakyat. Demokrasi adalah situasi di mana warga negara itu berdaulat dan mengendalikan pemerintah, bukan kebalikannya. Demokrasi juga sebuah ruang yang menyediakan lingkungan yang menghargai dan menghormati HAM dan kebebasan fundamental, di mana keinginan masyarakat bisa diekspresikan oleh masyarakat,” ucap Anita.

Dalam pemaparannya pula, Anita juga menyebut kondisi Pemilu tahun 2019 terjadi polarisasi dan kristalisasi yang begitu kuat dan menyebabkan kekacauan. Menurutnya, hal ini diakibatkan oleh proses polarisasi yang membuat kelompok masyarakat sangat rentan terhadap hoaks dan propaganda. Tanpa disadari, lanjut Anita, kondisi ini juga menyebabkan masyarakat tidak sadar betapa mudahnya digiring pada suatu kondisi tertentu.

Forum demokrasi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam tersebut diharapkan dapat memberikan edukasi politik dan demokrasi kepada publik secara luas. Selain itu, melalui Jaga Pemilu, masyarakat diharapkan dapat menyampaikan informasi terkait pelanggaran pemilu yang terjadi di daerah masing-masing. Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan pemilu yang jujur, adil, damai, dan bermartabat.

Penggerak Komunitas GUSDURian Jogja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *