TANGERANG – Komunitas GUSDURian Tangerang bekerja sama dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Tangerang menggelar diskusi publik dalam peringatan Haul Gus Dur ke-14. Kegiatan yang mengangkat tema “Dialog Kebudayaan dan Napak Tilas Perjuangan Sang Guru Bangsa” tersebut bertempat di Gedung Seni Budaya Kota Tangerang. Acara berlangsung dari pukul 14.00-17.00 WIB pada Minggu, 28 Januari 2024.
Hadir sebagai pembicara di antaranya Muhammad A.S. Hikam (Menteri Negara, Riset dan Teknologi), Trie Yunita Sari (Dosen SAA UIN Jakarta), Hafizurrahman Danang (Mubaligh Ahmadiyah Banten), Yerry Pattinasarany (Rohaniawan Kristen). dan Rodhiyah Mardhiyyah (Lajnah Imaillah Tangerang) sebagai moderator.
Menteri Negara, Riset dan Teknologi era Gus Dur, Muhammad Atho’ilah Shohibul Hikam memulai pembicaraannya dengan menyoroti tema acara kali ini. Pria yang populer dipanggil AS Hikam ini memaparkan terkait dialog kebudayaan dan napak tilas. Baginya, tentu yang dimaksud dialog bukan monolog. Dalam artian, forum ini didesain sebagai tempat berkumpul bagi keberagaman pandangan yang pada gilirannya akan terjadi silang informasi bahkan komentar atau kritik sekalipun. Pasalnya hal ini sudah menjadi keharusan karena, menurutnya, keseharian Gus Dur sendiri tidak bisa lepas dari perdebatan yang timbul lantaran adanya pluralitas pandangan.
“Bukan Gus Dur namanya kalau tidak ada perdebatan di setiap harinya,” ujarnya.
Terkait narasi “Napak Tilas”, pria asal Lamongan ini menerjemahkannya dengan menapaki bekas. Dalam konteks Gus Dur dipahaminya sebagai proses menjajaki, mendaras kembali tapak-tapak perjuangan Gus Dur.
Lebih lanjut, ia menuturkan kepada orang-orang yang mengklaim dirinya GUSDURian agar menghindari perkataan dan sikap yang bernuansa sektarian. Yang mana hal itu berseberangan dengan nilai-nilai keteladanan Gus Dur. Sebab Gus Dur dinilai sangat anti terhadap sektarianisme. Ketika hal ini terjadi maka pengklaim Gus Dur tadi bisa dibilang tengah mengkhianati diri dan komunitasnya.
Kemudian ia menyatakan bahwa pemikiran Gus Dur lahir bukan di ruang hampa. Ia lahir ketika kondisi bangsa Indonesia tengah berada di tepi jurang otoritarianisme Orba. Gagasan Gus Dur sangat dibutuhkan sebagai alternatif agar terhindar dari keterperosokan. Sebab itulah kemudian, tawaran-tawaran Gus Dur sangat laku di pasaran.
“Usulan-usulan Gus Dur itulah yang kemudian dapat diterima dan didukung oleh hampir semua lapisan masyarakat kecuali penguasa yang enggan menerima,” tambahnya.
Sementara itu, Rohaniawan Kristen Yerry Pattinasarany mengungkapkan bahwa Haul Gus Dur adalah momentum bangsa untuk kembali memutar dan mengontekstualisasikan rekam jejak pemikiran dan kebijakan Gus Dur. Sebagai pendeta Indonesia, keimanannya tidak akan terejawantahkan dengan baik manakala tidak mempelajari nilai-nilai perjuangan Gus Dur.
Selain hal tersebut, Yerry mengimbau agar anak-anak muda berpartisipasi aktif dalam proses pendewasaan bangsa Indonesia. Baginya, yang menjadi musuh bersama bukanlah agama, suku atau budaya yang berbeda melainkan kesewenang-wenangan, tindak kriminal dan ekstrimisme dalam lingkup sosial maupun kebijakan. Dengan demikian, nilai-nilai yang dibawa Gus Dur mampu melindungi anak bangsa agar tidak gampang dimanipulasi. Sedangkan Haul Gus Dur menjadi salah satu momentum untuk merawat nilai-nilainya.
“Bangsa Indonesia sulit terkontaminasi adalah karena nilai-nilai yang diteladankan Gus Dur, sementara haul menjadi salah satu agenda untuk merawatnya,” paparnya.
Maka yang menjadi harapannya ialah bahwa dengan adanya forum-forum semacam ini akan lahir generasi-generasi tangguh. Generasi yang tidak gampang ikut-ikutan budaya liyan. Juga tidak anti terhadap setiap kemajuan yang terus mengalami perkembangan.
“Dari pemikiran Gus Dur akan lahir petarung-petarung hebat yang tidak takut melawan budaya-budaya yang dapat mengancam keutuhan bangsa,” pungkas Yerry.
Sebagai informasi, acara ini dipungkasi dengan hiburan musik dari grup band Tunas Muda. Lalu dilanjutkan dengan doa oleh pemuda-pemudi lintas iman.