Kritisi Penanganan RUU PPRT, Koalisi Sipil Lakukan Aksi Tadarus dan Doa Bersama di Depan DPR

Koalisi sipil untuk UU PPRT menggelar aksi tadarus (baca Al-Qur’an) dan doa bersama di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis, 21/3/24.

Koalisi yang di dalamnya termasuk Jaringan GUSDURian, KUPI, Komnas Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, LBH Apik Jakarta, YLBHI dan lainnya itu dimotori oleh Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga atau Jala PRT.

Salah satu Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU PPRT, Siti Aminah Tardi mengatakan bahwa aksi ini dilakukan untuk mendorong pembahasan RUU PPRT (Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) yang sudah sejak satu tahun yang lalu, tepat di tanggal 21 Maret 2023 diketok menjadi RUU inisiatif DPR namun belum ada perkembangan sampai saat ini.

“Tahun lalu DPR RI di dalam sidang paripurnanya mengetok ini menjadi usulan inisiatif DPR RI, kemudian diserahkan ke presiden, presiden kemudian membuat daftar inventaris masalah menjawab draft yang diusulkan oleh DPR dan presiden sudah mengembalikan atau mengirimkan draft itu ke DPR. Nah sampai saat ini belum ada progresnya,” kata Aminah.

Selaras dengan itu, Eka Ernawati dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) juga mengatakan bahwa sudah 20 tahun lamanya RUU PPRT keluar-masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

“Menyedihkan sekali RUU PPRT ini sudah 20 tahun dari 2004 sampai sekarang sudah 2024, 20 tahun persis itu juga masih keluar-masuk Prolegnas. Sudah beberapa kali masuk prolegnas, tapi masuk-keluar lagi ketika carry over, DPR ganti, kan akhirnya ganti lagi. Jadi dari 2004 udah berapa kali coba, ketika ganti pemerintahan kembali lagi dari nol, ganti lagi pemerintahan dari nol lagi,” ujar Eka.

Siti Aminah Tardi mengatakan tahun 2024 sendiri menjadi titik kritis bagi nasib RUU PPRT di parlemen, karena menjadi tahun di mana transisi ke pemerintahan yang baru, sedangkan RUU PPRT ini belum juga mendapat Alat Kelengkapan Dewan untuk lebih lanjut ke pembahasan tingkat 1 maupun pembahasan tingkat 2.

“Yang belum di undang-undang PPRT adalah bentuk alat kelengkapan pembahasan sehingga belum bisa dilakukan pembahasan antara pemerintah dan DPR. Kalau sampai tahun ini belum selesai, pembahasan belum dilakukan pembentukan AKD atau pembahasannya, maka itu kan tidak bisa. Istilahnya carry over, karena belum ada satu nomor pun yang diterima atau yang disahkan,” tambah Aminah.

Menurut Komisioner Komnas Perempuan tersebut, masyarakat jadi harus kembali ke titik nol seperti 20 tahun yang lalu, yaitu mengusulkan ke fraksi atau ke anggota dewan RUU PPRT menjadi program legislasi nasional jangka menengah, kemudian masuk ke program legislasi nasional tahunan seperti itu, sehingga sisa tahun ini menjadi titik kritis bagi pembahasan UU PPRT.

Berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya, di momentum Ramadan, aksi ini dilakukan dengan tadarus Al-Qur’an dan doa bersama yang juga melibatkan kelompok lintas iman untuk mengetuk pintu hati para legislatif, khususnya pimpinan agar segera mengesahkan RUU PPRT.

Penggerak Komunitas GUSDURian Cirebon, Jawa Barat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *