Proses penghitungan dan penetapan perolehan suara pada Pemilu 2024 telah usai, di mana khusus pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, KPU telah menetapkan pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran sebagai pemenang dengan perolehan suara 58% dari total suara nasional dan memastikan pemilihan Presiden kali ini berlangsung satu putaran.
Namun, kemenangan di atas belum usai sebab paslon 1 dan paslon 3 juga telah melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait kecurangan hasil Pemilu 2024 kali ini dengan alasan telah terjadi kecurangan yang dilakukan oleh paslon 2 dengan berbagai cara bahkan memanfaatkan kekuatan elektoral yang ada.
Tuntutan kedua paslon yang kalah kali ini yakni menuntut agar pasangan capres dan cawapres 2 didiskualifikasi sebab telah mencoreng proses pemilu lewat pencalonan yang dianggap tidak sesuai regulasi KPU dan UU 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum serta dianggap telah menciderai moral politik demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi asas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jika melihat kasus di atas serta merefleksi apa yang telah dilakukan oleh Presiden ke-4 RI yakni Gus Dur, maka kita akan melihat dua poros kekuatan yang berbeda pola, yakni kekuatan super struktur dan kekuatan akar rumput atau mungkin saat ini lebih keren disebut dengan silent majority.
Gus Dur semasa menjadi bagian dari akar rumput ini sangat massif melakukan berbagai perlawanan terhadap Orde Baru kala itu, tidak hanya mengandalkan kekuatan intelektual dan spiritualitasnya namun juga mengajak seluruh elemen masyarakat yang ada agar bersuara bersama dan salah satu yang dilakukan oleh Gus Dur adalah membentuk FORDEM (Forum Demokrasi) sebagai wadah bersua bagai anak bangsa yang telah ujub terhadap pemerintahan Soeharto pada saat itu.
Hari ini yang terjadi justru kekuatan elektoral jauh lebih leluasa bergerak bahkan tak terbaca oleh para pelaku politik praktis. Berbagai program yang ada justru membuat orang-orang yang selama ini ingin bersuara (silent majority) justru malah larut dalam skema yang ada. Di zaman Orde Baru di mana kekuatan pemerintahan yang begitu kuat juga diimbangi dengan perlawanan yang kuat pula dari berbagai pihak dan Gus Dur juga menjadi bagian dari perlawanan itu.
Berdasarkan catatan Tempo, Gus Dur dan beberapa tokoh oposisi seperti Amien Rais, Megawati, dan Sultan HB X melakukan pertemuan dan konsolidasi yang dikenal dengan “Deklarasi Ciganjur” dengan beberapa poin tuntutan. Gerakan perlawanan politik Gus Dur terus berlanjut dengan berbagai strategi, salah satunya adalah membentuk partai politik yakni PKB yang kelak mengantarkan Gus Dur menjadi Presiden ke-4 Republik Indonesia.
Prinsip demokrasi yang Gus Dur perjuangkan adalah dengan mengedepankan ciri demokrasi itu sendiri, yaitu supremacy of law (supremasi hukum), equality before the law (persamaan di hadapan hukum), constitutional guarantee of human rights (jaminan HAM), impartial tribune (peradilan yang tidak memihak), dan civic education (pendidikan kewarganegaraan).
Kelima prinsip di atas menjadi poin pokok dalam penegakan demokrasi di negara ini. Hasil pemilu tahun ini menjadi tanggung jawab bersama semua elemen yang ada. Terlepas dari hasil putusan MK terhadap gugatan hasil pemilihan umum tahun 2024, suara-suara yang diam dan ketakutan di balik tembok (silent majority) harus mampu muncul ke permukaan dan melakukan kontrol kekuasaan sebab pemegang kedaulatan demokrasi tertinggi ada pada rakyat sebagai individu yang memberikan legitimasi kekuasaan sudah sepantasnya mendapatkan kehidupan demokrasi yang baik pula sesuai mandat UUD 1945 dan Pancasila.
Kondisi hari ini, kekuatan di akar rumput seolah-olah tidak memiliki kekuatan untuk bersuara dan melakukan kontrol terhadap gerakan politik elektoral. Kembali kepada konsep politik Gus Dur, maka kita akan mengenal konsep middle class di mana posisi seorang intelektual harus mampu menyambungkan antara kedaulatan rakyat dengan struktur politik sehingga keseimbangan tatanan pemerintahan bisa terkontrol dengan baik.
Apa pun hasil putusan MK terhadap hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden ini, penegakan nilai demokrasi dan kemanusiaan harus selalu ditegakkan serta mengawasi pemerintah agar tidak terjadi abuse of power dan prinsip demokrasi tetap selalu ditegakkan atas nama kedaulatan rakyat.