Temu Akrab Pemuda Agama Konghucu yang biasa disingkat menjadi TAPAK, tahun ini diadakan di Kota Jombang. Kelenteng Hok Liong Kiong bertindak sebagai tuan rumah Tapak ke-XVI tersebut, dengan panitia yang terdiri dari muda-mudi kelenteng. Sebagai mahasiswa magister agama yang berlatang belakang Kristen, berada di tengah-tengah pemuda dan pemudi Konghucu adalah pengalaman pertama penulis.
Melalui artikel ini penulis hendak membagikan bagaimana pengalaman serta nilai kebijaksanaan yang penulis dapatkan melalui acara tersebut. Acara yang bertemakan “Diving the Truth of True Self” dengan pemateri utama Lany Guito yang merupakan Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia.
Acara ini merupakan ruang temu pemuda Konghucu di Jawa Timur dan sekitarnya. Pada tahun ini acara diikuti oleh pemuda Konghucu dari Jawa Tengah (Solo, Purwokerto) dan Bali (Denpasar). Acara yang dikemas dengan menarik memberikan kesan dan pesan mendalam bagi anak muda. Penulis menjumpai banyak sekali pemuda Konghucu dari berbagai daerah yang berkumpul untuk mengikuti acara ini.
GPS Junzi
GPS Junzi merupakan tema yang dibawakan oleh Ibu Lany, sapaan akrabnya, yang berhubungan dengan tema penting dari acara Tapak yakni Diving the Truth of True Self. Selayaknya GPS yang merupakan media digital penunjuk arah, begitu juga dengan tema GPS Junzi yang menjadi petunjuk arah bagi para Junzi.
Junzi merupakan istilah yang merujuk pada pribadi/karakter ideal yang menjadi cita-cita umat Konghucu. Sesuai dengan penjelasan dalam kitab Su Shi dalam Lunyu Jilid VI pasal 13 yakni ketika Nabi berkata kepada Zi Xia: “Jadilah engkau seorang umat Ru yang bersifat Junzi. Janganlah menjadi umat Ru yang Xiao Ren”.
Untuk menjadi umat yang bersifat Junzi seorang umat Konghucu haruslah memiliki beberapa prinsip seperti Zhong (Satya kepada Tian) dan Shu (Tepa salira kepada sesama). Mereka juga harus menunjukan sikap yang ramah tamah, baik hati, hormat, sederhana, dan suka mengalah. Dalam hidupnya, seorang Junzi harus haruslah bijaksana, mengamalkan cinta kasih, dan berani.
Ibu Lany mengajak para peserta Tapak untuk dapat membina diri. Menurutnya, inilah cara untuk umat Konghucu dapat mencapai karakter Junzi. Lagipula membina diri merupakan kewajiban semua orang tanpa terkecuali seperti dalam kitab Daxue Bab Utama pasal 6, “Karena itu dari Raja sampai rakyat jelata mempunyai kewajiban yang sama, yaitu mengutamakan pembinaan diri sebagai pokok”.
Lalu apa yang dibina sebagai seorang umat Konghucu? Manusia. Ya, manusia dalam bahasa Mandarin disebut dengan ren. Di dalam ren terdapat shen (roh) dan gui (nyawa). Dalam roh inilah terdapat watak sejati dan dalam nyawa terdapat nafsu yang keduanya harus dibina. Watak sejati yang berkaitan dengan cinta kasih, kebenaran, kesusilaan dan kebijaksanaan haruslah dilatih dan dibangkitkan.
Begitu juga dengan nafsu, di mana terdapat perasaan gembira, marah, sedih, dan senang yang harus dikendalikan juga dalam hidup manusia. Sejatinya Nabi Kongzi berkata bahwa seorang Junzi haruslah maju terus ke depan, bukan kesamping (Lunyu XIV:23). Artinya manusia harus terus mengurangi keinginan daging dengan mengendalikan nafsu, serta memperbaiki diri terus menerus. Seorang Junzi tidak boleh takut dalam memperbaiki diri (Lunyu I :8).
Pemateri mengajak para peserta untuk dapat terus menerus membina diri seperti yang diajarkan Nabi Kongcu. Hal ini menjadi menarik bagaimana saya sebagai mahasiswa magister agama melihat keragaman pengajaran dalam agama yang ada di Indonesia sebagai kekuatan. Tentunya kekuatan untuk memperbaiki moral bangsa serta memperkokoh generasi muda terutama dalam menghadapi era baru dunia industri yang saat ini terjadi disrupsi besar-besaran.