BANDUNG – Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur, adalah tokoh bangsa yang selalu “hidup” dan dikenang meski sudah wafat sejak 15 tahun lalu. Seperti dalam peribahasa “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan loreng”, Gus Dur juga dikenang berkat jasa, karya, dan pemikirannya.
Tepat pada 7 September 1940 lalu, Gus Dur lahir sebagaimana manusia pada umumnya. Semasa hidupnya, sosok Gus Dur menjelma sebagai manusia istimewa yang penuh dengan karya khususnya dalam mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk menghidupkan karyanya, Komunitas GUSDURian Bandung menggelar peringatan Hari Lahir (Harlah) Gus Dur, pada Sabtu (14/09). Acara diisi dengan bedah buku, sebagai refleksi demokrasi yang menjadi perhatian penting Gus Dur selama hidupnya.
Ketua Pelaksana Ucep Amstrong mengatakan, peringatan Harlah Gus Dur yang digelar di Ponpes Anak Jalanan At-tamur, Cibiru Hilir, Kota Bandung itu merupakan upaya merefleksikan ajaran Gus Dur dengan menghidupkan karya-karyanya.
“Mengisi ruang dialektika bedah buku berjudul Demokrasi Seolah-olah. Buku tersebut merupakan kumpulan-kumpulan pemikiran Gus Dur terkait demokrasi yang diterbitkan oleh Yayasan Bani Abdurrahman Wahid,” tutur Ucep.
Bedah buku tersebut, kata Ucep, menghadirkan tiga pemateri. Mereka adalah Reza Fauzi Nazar dari perwakilan akademisi, Nur Rofiah dari perwakilan Jaringan GUSDURian, dan Hedi Ardia dari perwakilan unsur birokrasi.
“Mereka membedah terkait keadaan demokrasi yang semakin terpuruk di rezim ini, demokrasi yang seolah-olah hanya dilakukan prosedurnya saja dan tidak melakukan demokrasi substansial,” sambungnya.
Koordinator GUSDURian Bandung, Jamiludin mengatakan bahwa Harlah Gus Dur harus menjadi menjadi khasanah kebersamaan dalam merajut kedamaian.
“Harlah Gus Dur ini sebagai ruang refleksi soal keberagaman, budaya dan kemanusiaan. Karena nilai-nilai itulah yang kemudian menjadi dalil untuk kita hidup bersama penuh kedamaian,” ujarnya.
Karena itu, sambung Jamiludin, Hari Lahir (Harlah) Gus Dur penting untuk diperingati sebagai refleksi dari percikan pemikirannya. Di antaranya soal demokrasi yang hari-hari ini mengalami degradasi.
Pembina GUSDURian Bandung, Prof. Dudang Gozali menyampaikan keynote speech dalam acara yang dihelat malam hari itu. Menurutnya, Harlah Gus Dur diharapkan menjadi titik pijak dalam menegakkan demokrasi dan keadilan ekonomi dalam perspektif ajaran Gus Dur.
“Harlah Gus Dur diharapkan menjadi awal untuk merefleksikan ajaran-ajarannya tentang keadilan, baik dalam hal demokrasi maupun dalam hal ekonomi. Ke depannya kami ingin mengadakan diskusi keadilan ekonomi, tentunya perspektif ajaran Gus Dur,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, hadir pula mewakili Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian Wahyuni Della Sari. Dalam sambutannya, ia mengungkapkan kebanggaannya karena dengan adanya peringatan Hari Lahir Gus Dur ini terjadi dialog lintas iman.
Della berharap, sebagaimana pesan yang dititipkan Alissa Wahid selaku Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian, penggerak GUSDURian Bandung agar terus berupaya memelihara warisan Gus Dur.