TANGERANG SELATAN – Komunitas GUSDURian Ciputat kembali menggelar Tadarus Pemikiran. Memasuki episode ke-20, forum diskusi ini membahas pemikiran KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam.
Salah seorang Penggerak GUSDURian Ciputat Sahal Muiz mengatakan bahwa dalam menafsirkan ajaran-ajaran agama, Gus Dur lebih menekankan semangat serta nilai yang ada pada kitab suci. Prinsip lalu semangat tersebut disesuaikan dengan kemaslahatan sosial yang mengacu kepada Al-kulliyatul al-khamsah (lima prinsip dasar dalam Islam) sebagai upaya pemenuhan kebutuhan umat manusia.
“Gus Dur itu orangnya substantif, karena dalam banyak aspek, seperti hukum Islam, ekonomi maupun politik Gus Dur sering menabrak aspek-aspek yang baku,” terangnya saat mengisi Tadarus Pemikiran di Basement Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta pada Kamis (3/10/2024).
Lebih lanjut, Sahal menilai bahwa hal tersebut dapat dilakukan Gus Dur lantaran ia sudah menguasai pengetahuan ilmu alat dan tata bahasa Arab semasa berada di lingkungan pesantren. Di samping itu, Gus Dur memiliki perangkat ilmu sosial serta ketajaman dalam menganalisisnya.
“Ya, itu karena Gus Dur sudah selesai dengan masalah keislaman di pesantren,” imbuhnya.
Sementara Koordinator GUSDURian Ciputat Rafi Syihabuddin mengungkapkan bahwa Gus Dur telah selesai dengan dirinya berarti Gus Dur dapat mengendalikan egoisme dalam kondisi apa pun. Sikap tersebut, lanjutnya, dikombinasikan dengan lima prinsip dasar hukum Islam atau yang disebut Al-kulliyatul al-khamsah tadi.
“Jadi Gus Dur selesai dengan dirinya, itu artinya selesai dengan egoismenya. Dalam kondisi apa pun, Gus Dur mengacu kepada lima nilai universal tersebut,” terangnya.
Sejalan dengan itu, anggota Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (DEMA FU) UIN Jakarta Wildan Miftahuddin menyatakan bahwa Gus Dur dan Cak Nun memiliki gambaran tentang keislaman yang berbeda. Akan tetapi, keduanya merepresentasikan semangat inklusivitas dari agama Islam.
“Gus Dur menganalogikan agama dengan rumah besar yang di dalamnya terdapat sejumlah kamar. Jika ada permasalahan dalam rumah itu, lantas tiap-tiap anggota rumah menuju ruang tamu dan meninggalkan hal-hal privat yang ada di kamarnya,” jelasnya.
Wildan juga mengajak para generasi lintas agama terutama peserta yang berjumlah belasan orang tersebut untuk mempelajari kiprah dan perjuangan kedua tokoh asal Jombang itu.
“Gus Dur dan Cak Nur adalah buku yang terbuka, yang bisa dikaji oleh siapa pun dengan agama apa pun,” ajaknya.
Tadarus Pemikiran adalah diskusi rutin GUSDURian Ciputat yang diselenggarakan setiap dua minggu sekali. Dalam serial kali ini GUSDURian Ciputat bekerja sama dengan Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin (FU), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) serta sejumlah fakultas lainnya.