JAKARTA – Komunitas GUSDURian Jakarta mengadakan kegiatan Walking Tour Keberagaman bersama PMII Rayon Rawamangun Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta pada Minggu, 29 September 2024. Kegiatan dengan tema “Melihat Jakarta dari Sudut Pandang Setara” ini bertujuan untuk merawat nilai-nilai keberagaman dengan kemasan kekinian. Acara ini dihadiri oleh 35 peserta dari latar belakang yang beragam.
Walking tour adalah kegiatan yang mengunjungi tempat-tempat menarik di sebuah kawasan dengan berjalan kaki. Dalam hal ini, GUSDURian Jakarta mencoba memberikan pengalaman menarik kepada peserta bahwa melalui walking tour kita bisa memperlihatkan keberagaman. Perjalanan dimulai dari sekolah SMK Ursulin Santa Maria Jakarta, kemudian para peserta berjalan kaki menuju halte transjakarta terdekat dan melanjutkan menggunakan transjakarta menuju ke daerah Glodok dan mengakhiri rute di Djauw Coffee.
Ketika di Ursulin Santa Maria, peserta diberikan penjelasan tentang sejarah berdirinya sekolah Ursulin Santa Maria. Perlu diketahui, bahwa SMK Ursulin Santa Maria, Juanda Jakarta merupakan sekolah yang memiliki sejarah panjang dan berdiri sejak jaman perang kemerdekaan, yakni pada 7 Februari 1856.
Aji selaku perwakilan dari Yayasan Ursulin Santa Maria Jakarta menjelaskan bahwa sebetulnya sekolah ini juga memberikan pembelajaran kepada kita tentang perjuangan para suster Ursulin dalam menyebarkan agama melalui bidang pendidikan. Karena untuk menuju ke Indonesia saat itu, para suster membutuhkan perjuangan yang luar biasa untuk bisa bertahan hidup sampai di Indonesia.
“Para suster Ursulin dulu menggunakan kapal untuk berlayar dan memakan waktu berbulan-bulan. Selama 140 hari para suster menghabiskan waktu perjalanan dari Belanda untuk berlabuh ke Jakarta,” ujar pria yang kerap disapa Pak Aji.
Setelah mendengarkan penjelasan sejarah dan perjuangan para suster Ursulin, peserta melanjutkan perjalanan menuju rute selanjutnya, yakni daerah Pecinan Glodok. Sesampainya di Glodok, peserta melanjutkan berjalan kaki dengan melewati gang kecil dan pasar untuk menuju Vihara Dharma Bhakti.
Di sini, peserta diajak untuk melihat kehidupan sekitar, karena mayoritas masyarakat di Glodok merupakan etnis Tionghoa. Pecinan Glodok adalah salah satu daerah China Town tertua yang berada di Jakarta. Keberadaannya sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Namun masyarakatnya telah terbiasa hidup berdampingan dengan siapa pun.
Ketika sampai di vihara, peserta diajak keliling vihara oleh Yunus selaku perwakilan dari pengurus Vihara Dharma Bhakti untuk mengetahui tata cara beribadah masyarakat Tionghoa. Di sini peserta juga diperbolehkan untuk mencoba beberapa kebiasaan etnis beribadah Tionghoa. Perlu diketahui juga bahwa vihara ini adalah salah satu vihara tertua yang berdiri sejak tahun 1650. Menurut penjelasan Yunus, vihara ini adalah tempat penting sebagai penyeimbang kehidupan etnis Tionghoa di Glodok.
“Vihara ini bukan hanya sebatas tempat ibadah saja, namun juga sebagai ruang pembelajaran mengenai nilai keberagaman. Keterbukaan akses vihara ini untuk semua kalangan, kami ingin memberikan pesan tentang nilai keberagaman bahwa kami sama sekali tidak anti terhadap orang yang berbeda suku, agama, dan kepercayaan. Bahkan ketika bulan Ramadan tiba, kami sering juga melakukan agenda buka puasa bersama dengan teman-teman Muslim,” ujar Pak Yunus, sapaan akrabnya.
Para peserta begitu senang dan antusias karena mereka di sini juga diperbolehkan untuk mencoba beberapa kegiatan ketika orang-orang Tionghoa beribadah. Setelah mendengarkan dan mencoba beberapa kegiatan di Vihara Dharma Bhakti, peserta mengakhiri perjalanan di Djauw Coffee. Di Djauw Coffee ini, para peserta diajak untuk berkenalan dan bercerita tentang apa saja pengalaman yang didapatkan selama mengikuti kegiatan Walking Tour Keberagaman.
Desi, peserta yang merupakan perwakilan dari komunitas Duta Damai Jakarta, menyampaikan bahwa dari Walking Tour Keberagaman ini kita bisa belajar banyak secara langsung tentang nilai-nilai keberagaman. Dirinya pun baru pertama kali mengunjungi tempat-tempat peribadatan seperti Vihara dan baru mengetahui tentang sekolah Ursulin Santa Maria.
Sementara itu menurut Angga, perjalanan ini menjadi pengalaman menarik buat dia. Karena menurutnya, dirinya bisa mengetahui cara orang-orang Tionghoa beribadah dan dirinya pun berhasil mencoba salah satu cara ketika orang Tionghoa beribadah. Dia sangat senang melakukan hal tersebut dan menganggap bahwa kegiatan ini perlu terus dilakukan tiap bulannya dan menggaet stakeholder lainnya.
Dila, perwakilan dari PMII Rayon Rawamangun pun menyampaikan hal yang sama. Ia mengatakan bahwa dirinya baru pertama kali seumur hidup datang ke tempat-tempat seperti ini. Sehingga pemahamannya tentang keberagaman terbuka ketika melihat secara langsung terkait orang-orang bisa hidup berdampingan tanpa melihat latar belakang. Ia juga senang, ketika diberikan akses mengunjungi ke vihara, sehingga Dila bisa secara langsung mengaplikasikan nilai keberagaman itu.
Walking Tour Keberagaman ini menjadi salah satu terobosan baru buat GUSDURian Jakarta ketika mengkombinasikan kegiatan wisata yang anti-mainstream dengan menyelipkan nilai-nilai keberagaman. Dengan bertemunya para peserta yang berbeda latar belakang, tentu saja akan menambah jaringan pertemanan satu dengan yang lain. Karena ini juga bentuk upaya keterkaitan GUSDURian Jakarta untuk bisa menciptakan keberagaman yang penuh kehangatan.