Saling Paham, Saling Menguatkan: Dialog Lintas Iman Menjawab Tantangan Zaman

Di GUSDURian, kita tidak diajarkan untuk menilai, tapi menjaga nilai-nilai.

Toleransi acap kali dipahami sebagai “membiarkan perbedaan.” Pandangan ini, meskipun sudah tepat nan penting, masih terasa setengah hati, terutama dalam konteks komunikasi lintas iman.

Bagi Rama Yoseph Nugroho Tri Sumartono, Pr., seorang pastor di Gereja Katolik Santa Maria Assumpta di Gamping, misalnya, pendekatan ini tidak cukup untuk membangun relasi yang lebih jeluk dan berkesan antarumat beragama dan keyakinan.

Menurutnya, toleransi hanyalah langkah permulaan dalam membangun pemahaman yang lebih elok. Langkah selanjutnya, yang jauh lebih penting, adalah membangun dialog.

Dialog tidak hanya tentang mengenali dan menerima perbedaan, tetapi juga tentang saling memahami, berbagi cerita, dan, yang terpenting, menciptakan kebersamaan. Sehingga dapat menghubungkan setiap individu dan komunitas, tanpa melihat latar belakang agama, suku, atau keyakinan.

“Yang direfleksikan oleh Gereja Katolik sebetulnya sudah bukan di ranah toleransi, tapi di ranah dialog,” kata Rama Nugroho dalam open house edisi Natal bersama Komunitas GUSDURian Yogyakarta dan mahasiswa UNU Yogyakarta pada 25 Desember 2024.

Dalam kesempatan tersebut, rama mengemukakan pandangannya bahwa toleransi, meskipun penting, cenderung hanya memfokuskan diri pada perbedaan.

Perbedaan antarindividu sering kali terlihat mencolok dan seolah menjadi tembok yang sulit diobok-obok.

“Karena toleransi, titik penekanannya adalah perbedaan. Perbedaanmu dan perbedaanku. Kalau dialog, titik pijaknya, titik berangkatnya, tujuannya kebersamaan,” sambung rama.

Dialog, bagi rama, adalah sarana untuk membangun hubungan yang lebih dalam, mencari kesamaan yang melampaui perbedaan-perbedaan.

Membandingkan keyakinan satu dengan yang lain, apalagi jika terus-menerus berfokus pada perbedaan, menurut rama, adalah hal yang rumit, tidak apple to apple, dan bisa sangat melelahkan.

Sebab setiap agama dan keyakinan memiliki doktrin, sejarah, dan tradisi yang unik.

Mengutip kritik Gus Dur, rama menjelaskan bahwa hubungan antara Islam dan Katolik seharusnya tidak hanya dipahami melalui perayaan ibadah atau ritual.

Dalam pandangan Gus Dur, hubungan lintas iman tidak seharusnya berhenti pada momen-momen ritual semata, seperti ketika pemuda Muslim berjaga saat perayaan Natal sebagai bentuk toleransi.

Sebaliknya, hubungan ini seharusnya berkembang ke tingkat yang lebih canggih. Misalnya, jika perbincangan tentang ajaran yang notabene berbeda terasa sulit, mari kita fokus pada nilai-nilai universal, seperti hubbul waton minal iman—cinta tanah air sebagai bagian dari iman—yang menjadi titik temu dalam berbagai ajaran.

Rama menegaskan bahwa dengan berfokus pada isu-isu yang menjadi kepentingan bersama, kita dapat menemukan banyak kesamaan yang memperdalam pemahaman dan memperkuat hubungan lintas iman.

Dialog, tukas rama, adalah jalan menuju pemahaman dan kesepakatan, yang jauh lebih kuat daripada sekadar menghitung perbedaan dan mencoba menanggulangi ketidaksesuaian antar keyakinan.

Namun, rama juga menyadari bahwa untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam ini, tidak semua orang siap. Setiap orang memiliki keterbatasan kedewasaan untuk mencapai pemahaman tersebut.

Sayangnya, keterbatasan kedewasaan pribadi ini juga tercermin dalam keterbatasan-keterbatasan yang ada di dalam komunitas, termasuk di dalam komunitas Katolik itu sendiri.

Tiga Bentuk Dialog Lintas Iman: Ajaran, Karya, dan Kehidupan

Dialog lintas iman, menurut rama, adalah sebuah proses panjang yang membutuhkan kesabaran, kepercayaan, dan kesediaan untuk meresikokan diri, terutama di tengah ketidakpastian dan perbedaan yang ada.

Dalam konteks ini, Rama Nugroho mengidentifikasi tiga bentuk dialog lintas iman yang dapat dijalankan: dialog ajaran, dialog karya, dan dialog kehidupan.

Masing-masing bentuk ini memiliki peran penting dalam membangun kebersamaan dan memperdalam pemahaman lintas iman.

Dialog Ajaran adalah bentuk dialog yang dilakukan dengan duduk bersama untuk saling berbagi dan memahami ajaran masing-masing. Dalam forum ini, peserta bisa membahas sejarah, prinsip-prinsip dasar agama mereka, serta perbedaan dan persamaan yang ada.

Tujuan utama dari dialog ini bukan untuk mencari siapa yang benar, tetapi untuk menciptakan pemahaman yang lebih mendalam tentang keyakinan masing-masing.

Kemudian, ada Dialog Karya, yang lebih menekankan pada aksi nyata, berkarya. Dalam dialog ini, meskipun cara menghayati iman berbeda, berbagai kelompok agama bisa bersatu dalam tujuan yang sama.

Isu-isu seperti nasionalisme, pelestarian lingkungan hidup, atau kesetaraan sosial sering kali menjadi titik temu. Meskipun masing-masing memiliki cara yang berbeda dalam menjalani kehidupan beragama, mereka memiliki keprihatinan yang sama dan berusaha mewujudkannya dalam karya nyata.

“Jadi bukan soal toleransi atau tidak toleransi, karena titik tekannya bukan cuma soal mana yang sama dan mana yang berbeda… Tetapi mana yang membuat kemanusiaan kita semakin diluhurkan,” tutur rama.

Terakhir, Dialog Kehidupan adalah dialog yang terjadi secara alami dalam keseharian kita. Rama mengungkapkan bahwa hidup bersama tidak perlu diawali dengan mempertanyakan identitas agama atau keyakinan seseorang.

Ketika kita hidup berdampingan, kebersamaan ini akan dengan sendirinya terwujud dalam bentuk nasionalisme, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali tidak perlu menanyakan agama atau kepercayaan orang lain untuk bekerja sama atau berbagi nilai-nilai kemanusiaan.

Rama memberikan gambaran tentang dialog ini dengan perumpamaan yang sederhana: Dialog itu ibarat kita sedang bersalaman. Ketika kita mengulurkan tangan, ada risiko ditolak, tetapi juga ada potensi untuk diterima.

Ini hanya bisa terjadi jika kita saling percaya dan bersedia meresikokan diri, tanpa terjebak dalam kotak pikiran sempit.

Jika kita terkotak-kotak, kita akan mudah dihadapkan pada berbagai situasi, termasuk ditipu oleh politisi. Sebaliknya, jika kita bersatu, kebersamaan ini akan membuat kita lebih kuat dan mampu mengatasi tantangan bangsa dengan nilai yang sama.

Penggerak Komunitas GUSDURian Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *