Sandal yang Tertular Sampah: Cerita Sekolah Jagat di Manado

“Baunya sangat menyengat,” ujar Fatin Ilfi, fasilitator Sekolah Jagat setelah mengunjungi Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Manado, Sulawesi Utara. Ia bersama tiga puluh orang muda lintas agama baru saja melakukan sesi penginderaan atau sensing. TPS dipilih untuk melatih kesadaran mereka mengenai dampak sampah yang jarang disadari, namun dampaknya begitu besar bagi kehidupan banyak orang.

Di sekitaran TPS terdapat rumah-rumah warga yang membuat ia bertanya-tanya bagaimana mereka bisa bertahan dalam kondisi ini? Apalagi, lanjut Fatin, ia sampai mencuci berkali-kali sandalnya setelah dari TPS. Namun aroma sampahnya masih melekat. Beberapa peserta juga mengaku mencuci pakaiannya berkali-kali untuk menghilangkan bau sampah yang melekat sepulang dari lokasi penginderaan.

Agenda ini merupakan bagian dari rangkaian Sekolah Jagat yang diselenggarakan di ‘Kota Tinutuan’ pada 13 – 16 Februari 2025, tepatnya di Wisma Lorenzo Lotta Pineleng. Para peserta merupakan penggerak sosial yang berasal dari area Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, dan Papua. Mereka berhasil mengikuti Sekolah Jagat yang diadakan oleh Jaringan GUSDURian setelah melalui seleksi yang ketat.

Manado adalah satu dari lima kota yang dipilih sebagai kota penyelenggara selain Depok Jawa Barat, Mojokerto Jawa Timur, Makassar Sulawesi Selatan, dan Yogyakarta. Sekolah Jagat menjadi ruang belajar dan konsolidasi gerakan bagi penggerak sosial, terutama terkait isu toleransi dan ekologi.

Di sekolah ini, para penggerak diajak untuk menggali pengalaman gerakannya selama ini dan menggali potensi diri, komunitas, dan jejaringnya, serta menghadirkan masa depan bagaimana mewujudkan keadilan ekologi di daerahnya. Selama sekolah berlangsung, para peserta berpartisipasi aktif untuk membicarakan berbagai persoalan lingkungan dan bagaimana posisi mereka sebagai agen perubahan.

Panitia pelaksana Mohammad Pandu menyebut bahwa Sekolah Jagat akan berlangsung selama enam bulan. Agenda di Manado hanyalah awal untuk membangun gerakan yang lebih luas di masa mendatang. “Setelah ini mereka masih akan mengikuti berbagai agenda yang diharapkan mampu memberi kontribusi nyata bagi alam dan masyarakat,” ujarnya.

Hal itu ditegaskan oleh Jay Akhmad, Direktur Sekolah Jagat yang sekaligus Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian. Ia menyebut masyarakat pada dasarnya sangat dekat dengan isu lingkungan. Namun banyak yang belum menyadarinya bahwa hal itu merupakan sebuah persoalan.

“Misalnya mengenai sampah, kita sering kali mengamatinya berhenti di tong sampah. Padahal setelah dari tong sampah masih banyak proses yang dilalui dan ternyata di ujung sana ada banyak manusia yang terdampak dengan sampah kita,” ucapnya. Ia sekaligus menyampaikan saat ini Jaringan GUSDURian berupaya mengurangi sampah, terutama plastik sekali pakai. Hal itu untuk mengurangi beban bumi yang semakin hari semakin tercemari dengan aktivitas manusia, termasuk sampah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *