“Pesantren Gerakan GUSDURian Yogyakarta menjadi wadah refleksi kepemimpinan berbasis nilai Islam dan sosial yang bertujuan untuk melahirkan pemimpin yang bijak, adil, dan peduli keberagaman.”
Bulan Ramadan merupakan bulan suci yang dinantikan dan disambut dengan penuh suka cita oleh banyak orang. GUSDURian Yogyakarta merupakan salah satu komunitas yang ikut menyambut bulan suci Ramadan tahun 1446 dengan mengadakan pesantren gerakan yang terinspirasi oleh Ngaji Posonan. Ngaji Posonan merupakan suatu tradisi yang diadakan oleh lembaga pendidikan Islam tradisional yang berfokus mempelajari pengetahuan kitab-kitab klasik yang dilaksanakan selama bulan Ramadan.
Pesantren Gerakan yang diinisiasi oleh Komunitas GUSDURian Yogyakarta mencoba untuk merelevansikan nilai-nilai keislaman di dalam konteks spiritual dan sosial yang bersifat dinamis. Dengan menanamkan sembilan prinsip yang diajarkan oleh sosok Abdurrahman Wahid yang akrab disapa dengan sebutan Gus Dur. Di antara kesembilan nilai yang ditanamkan oleh Gus Dur adalah: ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, kekesatriaan, dan kearifan tradisi.
Dalam rangka mendalami nilai-nilai tersebut, Pesantren Gerakan yang diadakan oleh GUSDURian Yogyakarta mengangkat beberapa tema, salah satunya ialah Ngaji Leadership yang dibawakan oleh Jay Akhmad selaku Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian. Kajian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan komprehensif dalam mengenal kepemimpinan yang berbasis nilai-nilai spiritual dan sosial, sesuai dengan ajaran yang diwariskan oleh Gus Dur.
Pencarian jati diri sebagai bahan untuk mengenali diri sendiri
Sebelum memperkenalkan kembali mengenai definisi dan hakikat kepemimpinan, Jay Akhmad, atau yang sering disapa dengan sebutan Mas Jay, memulai materi pada pertemuan pertama dengan mengajak para santriwan dan santriwati Pesantren Gerakan untuk mengenali diri sendiri melalui analisis teori DISC yang bersumber dari buku The DISC CODES yang ditulis oleh Edysen Shin.
Teori DISC membantu peserta memahami kepribadian diri sendiri dengan berbagai karakter yang berbeda berdasarkan empat tipe utama: Dominance (D), Influence (I), Stadiness (S), dan Conscientiousness (C). Dengan memahami karakteristik diri sendiri, peserta mampu mengidentifikasi kekuatan dan tantangan pribadi mereka dalam konteks kepemimpinan. Proses ini dirasa penting karena mampu menjadi langkah awal yang sangat berguna dalam membangun kesadaran diri, yang nantinya akan menjadi bekal peserta dalam menerapkan nilai-nilai kepemimpinan Gus Dur.
Selain membahas teori kepemimpinan, Pesantren Gerakan juga menekankan pentingnya refleksi diri dalam perjalanan spiritual dan sosial. Peserta tidak hanya belajar tentang teori kepemimpinan, tetapi juga diajak untuk merenungkan bagaimana mereka dapat menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Bulan Ramadan menjadi momentum yang tepat untuk melakukan refleksi dan memperkuat hubungan spiritual. Melalui berbagai kegiatan seperti diskusi kelompok, studi kasus, dan sesi muhasabah (refleksi), peserta diberikan ruang untuk mengkaji ulang nilai-nilai kepemimpinan yang mereka anut dan bagaimana mereka bisa mengimplementasikannya dalam interaksi sosial.
Implementasi nilai kepemimpinan dalam masyarakat
Salah satu tujuan utama dari Pesantren Gerakan ini adalah agar para peserta tidak hanya memahami teori kepemimpinan, tetapi juga mampu menerapkannya dalam kehidupan nyata. Gus Dur adalah sosok yang selalu memperjuangkan hak-hak minoritas, menegakkan keadilan, serta merawat keberagaman. Oleh karena itu, peserta pesantren ini diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang membawa nilai-nilai tersebut ke dalam komunitas mereka masing-masing.
Pesantren Gerakan yang diadakan oleh GUSDURian Yogyakarta diharapkan bukan hanya sekadar menjadi ruang belajar, tetapi juga tempat untuk menempatkan diri dan menemukan makna kepemimpinan sejati. Melalui proses refleksi, diskusi, dan eksplorasi nilai-nilai Gus Dur, peserta tidak hanya mendapatkan wawasan baru, tetapi juga membentuk karakter kepemimpinan yang berlandaskan spiritualitas dan kepedulian sosial.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Caca, salah satu peserta santriwati Pesantren Gerakan GUSDURian yang mengatakan,
“Mengikuti Kegiatan Pesantren Gerakan GUSDURian ini merupakan pengalaman baru yang sangat mengesankan karena di dalam kegiatan ini saya tidak hanya dibimbing untuk kembali mengenal diri sendiri secara mendalam, tetapi saya juga diajarkan tentang kebudayaan dan demokrasi sesuai dengan tuntunan prinsip yang diteladani oleh sosok Gus Dur, yang mana hal tersebut semakin membuka wawasan dan meninggalkan sikap apatis terhadap pemerintahan”
Manfaat tersebut tidak hanya dirasakan oleh salah satu peserta GUSDURian, tetapi hampir sebagian besar juga merasakan hal yang sama, dan mulai menyadari betapa pentingnya mensyukuri hal-hal kecil dalam diri yang selama ini mungkin terabaikan. Kesadaran ini tidak hanya mengubah cara peserta mengenali diri mereka, tetapi juga membantu mereka memahami bagaimana peran kepemimpinan dapat tumbuh dan berkembang dalam diri masing-masing.
Momentum Ramadan menjadi pengingat bahwa kepemimpinan bukan sekadar soal posisi atau kekuasaan, melainkan tentang tanggung jawab, keadilan, dan keberpihakan kepada kemanusiaan. Dengan membangun kesadaran diri dan menginternalisasi sembilan nilai utama yang diajarkan oleh Gus Dur, para peserta diharapkan dapat menjadi pemimpin yang tidak hanya bijak dalam bertindak, tetapi juga mampu menebarkan manfaat bagi lingkungan sekitar.
Semoga inisiatif seperti Gerakan Pesantren ini terus berkembang dan menjangkau lebih banyak individu serta komunitas yang ingin memperkuat kepemimpinan berdasarkan nilai-nilai kebaikan, keadilan, dan keberagaman. Melalui pembelajaran yang mendalam dan pengalaman langsung, diharapkan akan banyak pemimpin yang lahir dengan kesadaran akan pentingnya melayani, menghormati perbedaan, serta membangun keharmonisan di tengah masyarakat. Dengan semangat kebersamaan dan keterbukaan, setiap orang memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam menciptakan perubahan positif, menuju masyarakat yang lebih adil, damai, dan penuh kasih sayang.