7 Seruan Moral Jaringan Lintas Agama Semarang Sikapi Situasi Nasional

SEMARANG – Komunitas GUSDURian Semarang turut bergabung dalam Jaringan Persaudaraan Lintas Agama (PELITA) Kota Semarang menanggapi situasi nasional terjadi di sejumlah kota, khususnya Kota Semarang, pada Senin, 1 September 2025 bertempat di Kantor Keuskupan Agung Semarang.

Jejaring yang terdiri dari sejumlah pemuka agama, tokoh kepercayaan, dan aktivis masyarakat sipil ini menegaskan akibat banyaknya unsur kekerasan yang terjadi selama aksi demonstrasi berlangsung. Para pemuka agama khawatir dan mendesak perbaikan mendasar pemerintah dengan moralitas tanpa adanya kekerasan.

Seruan ini disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Keuskupan Agung Semarang dan ditandatangani 30 tokoh agama dan masyarakat, termasuk GUSDURian Semarang.

Latar Belakang: Ketegangan Mencapai Puncak

Koordinator Pelita, Setyawan Budy, menjelaskan bahwa situasi mencekam yang terjadi di penghujung Agustus berawal dari gelombang protes terhadap kenaikan tunjangan anggota DPR sebesar Rp 50 juta per bulan dan sikap anggota DPR yang dinilai tidak sensitif di tengah kondisi ekonomi sulit.

Setyawan Budy menjelaskan adanya kekecewaan yang terus menerus dipupuk oleh kebijakan-kebijakan negara yang tidak berpihak pada rakyat seperti kenaikan pajak, kenaikan tunjangan DPR, pernyataan kurang empati anggota DPR dinilai tidak sensitif di tengah kondisi ekonomi sulit, hingga tragedi tewasnya Affan Kurniawan ojek online yang dilindas kendaraan Taktik Brimob, serta sejumlah tindak represif aparat yang mengakibatkan kerusuhan demonstrasi.

Wawan sapaanya, lebih lanjut mengungkapkan adanya tindak kekerasan aparat telah memperburuk keadaan sehingga perlunya pendekatan persuasif. “Di Jawa Tengah sendiri, selama tanggal 29-31 Agustus 2025, tercatat ratusan orang termasuk anak-anak, perempuan, dan disabilitas dipukul dan ditangkap secara sporadis tanpa prosedur hukum yang jelas dan akses bantuan hukum memadai,” ungkapnya

Ia menilai letupan konflik ini mencerminkan akumulasi kekecewaan masyarakat yang berbahaya bila tidak segera ditangani. “Ibarat bisul, jika tidak disikapi bijak, bisa meledak dan mengancam keselamatan bangsa. Kita butuh perbaikan fundamental tata kelola pemerintahan agar tercapai rekonsiliasi dan harmoni sejati,” ujarnya.

Tujuh Seruan Moral Pelita

Dalam pernyataan sikapnya, Pelita menyampaikan tujuh poin seruan moral sebagai berikut:

  1. Mengapresiasi respons Presiden bersama DPR, MPR, dan DPD RI yang berusaha meredam ketegangan.
  2. Meminta seluruh lembaga negara mengeluarkan kebijakan publik yang berpihak kepada rakyat dengan proses partisipatif.
  3. Menghentikan tindakan represif dan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap warga sipil, serta menjamin prosedur hukum dan bantuan bagi kelompok rentan.
  4. Mengimbau mahasiswa dan masyarakat menyampaikan aspirasi secara damai tanpa kekerasan, serta waspada terhadap provokasi.
  5. Mengecam pihak mana pun yang memicu aksi destruktif, penjarahan, kekerasan, ujaran kebencian, atau sentimen SARA.
  6. Meminta pemuka agama dan tokoh kepercayaan segera merespons kegelisahan masyarakat dengan menjadi suara moral dan menjaga ketenangan sosial.
  7. Mengajak umat dan masyarakat luas saling jaga dan saling mendoakan agar bangsa tetap damai dan sejahtera.

Pendeta Rahmat Rajagukguk menegaskan, “Kami mengecam siapa pun yang memprovokasi hingga menimbulkan aksi destruktif, kekerasan, atau menyebarkan kebencian berbasis identitas. Ini bukan jalan keluar.”

GUSDURian Semarang: “Perdamaian Harus Disertai Keadilan”

Dalam kesempatan yang sama, Nuhab Mujtaba, Koordinator GUSDURian Semarang, menegaskan bahwa konflik tidak boleh dihadapi dengan kekerasan. “Bangsa ini lahir dari konsensus dan dialog. Ketika kekuasaan dijalankan tanpa mendengar suara rakyat, lahirlah ketidakpercayaan. Negara harus kembali kepada mandat konstitusi: melindungi segenap bangsa dan menegakkan keadilan sosial,” tegasnya.

Nuhab juga menekankan pentingnya peran masyarakat sipil dan tokoh agama dalam mengawal demokrasi. “Perdamaian tidak cukup hanya dengan seruan damai. Harus ada keberanian moral melawan ketidakadilan dan mendorong kebijakan publik yang berpihak pada rakyat,” jelasnya.

Nuhab, lebih lanjut menambahkan GUSDURian berkomitmen mengedukasi masyarakat agar aspirasi disampaikan tanpa kekerasan, sekaligus mendesak pemerintah membuka ruang dialog yang setara. “Yang kita butuhkan sekarang adalah keadilan yang nyata, bukan sekadar janji,” pungkasnya.

Pernyataan ini ditandatangani 30 tokoh lintas iman dan masyarakat sipil, di antaranya:

1.  KH. Taslim Syahlan – Sekretaris Jenderal Asosiasi FKUB Indonesia

2.  Romo FX. Sugiyana Pr. – Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang

3.  Bhikkhu Cattamano Mahathera – Kepala Vihara Tanah Putih Semarang

4.  Pendeta Rahmat Rajagukguk – Ketua Persekutuan Gereja-gereja Kristen Kota Semarang

5. Sr. Yulia SDP – Pengurus Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan, Konferensi Waligereja Indonesia

6.  Pendeta Aryanto Nugroho – Pengurus Pusat Sinode Gereja Jemaat Allah Global Indonesia

7.  Pendeta Yermia Supra – Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja Nasional Kota Semarang

8.  Lukito – Ketua Majelis Agama Khonghucu Indonesia Kota Semarang

9.  Ellen Nugroho – Direktur EIN Institute

10.  Linggayani Soentoro – Ketua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat EduHouse

11.  KH. Muhammad Abdul Qodir – Pengasuh Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin Demak

12.  Witi Muntari – Direktur Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia

13.  Ahmad Syamsuddin Arief – Direktur LBH Semarang

14.  Harjanto Halim – Ketua Perkumpulan Boen Hian Tong (Rasa Dharma)

15.  R. Antony Dedy – Sekretaris Yayasan Anggoro Kasih

16.  Arifin – Tuntunan Sapta Darma Kota Semarang

17.  Sr. Krista SDP – Kongregasi Suster Penyelenggaraan Ilahi

18.  Eka Windhiarto – Ketua Persatuan Umat Buddha Indonesia Kota Semarang

19.  Nuhab Mujtaba – Koordinator GUSDURian Semarang

20.  Sunardi Djoko Santoso – Wakil Ketua LDII Jawa Tengah

21.  Dr. Tedi Kholiludin, M.Si. – Ketua Yayasan Pemberdayaan Komunitas Lembaga Studi Sosial dan Agama Semarang

22.  Maulana Ahmad Sanusi – Mubaligh Daerah Jemaat Ahmadiyah Jawa Tengah

23.  Sumarwanto – Dewan Pakar Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME Indonesia

24.  Dr. I Komang Dipta Jananuraga – Tokoh Pemuda Hindu Kota Semarang

25.  Prof. Dr. dr. Hardhono Susanto – Tokoh Masyarakat Jawa Tengah

26.  Gunoto Saparie – Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah

27.  Pendeta Linda Mutiara Lumban Tobing – Gereja Methodist Indonesia

28.  Putu Adi Sutrisna, SH. – Parisada Hindu Dharma Indonesia Kota Semarang

29.  Dr. Agung Ketut Yoga, M.Si. – Parisada Hindu Dharma Indonesia Kota Semarang

30.  Adrianus Bintang, MA. – Akademisi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Jaringan Persaudaraan Lintas Agama juga mengapresiasi langkah Presiden bersama pimpinan DPR, MPR, dan pemimpin partai dalam meredam atensi publik dengan membatalkan tunjangan DPR hingga moratorium luar negeri, namun itu perlu komitmen nyata dan konsistensi dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Penggerak Komunitas GUSDURian Semarang, Jawa Tengah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *