GUSDURian Mamasa Mendukung Masyarakat Salurano Menolak TPA

MAMASA – Komunitas GUSDURian Mamasa menyatakan sikap mendukung dengan penuh masyarakat menolak rencana pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Desa Salurano, Kecamatan Tanduk Kalua, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Penolakan tersebut disampaikan setelah melakukan diskusi internal dan mendengar aspirasi warga setempat yang khawatir dengan dampak lingkungan maupun sosial dari keberadaan TPA.

Febri selaku penggerak GUSDURian Mamasa sekaligus alumnus Sekolah Jagat GUSDURian menegaskan bahwa TPA di Salurano berpotensi merusak ekosistem sekitar, termasuk mencemari sumber air bersih yang digunakan masyarakat sehari-hari. Selain itu, lokasi yang dipilih dinilai tidak sesuai dengan prinsip tata ruang karena berada dekat dengan pemukiman warga.

“Kami menolak rencana pembangunan TPA di Desa Salurano karena akan membawa masalah baru, bukan solusi. Pembangunan TPA seharusnya memperhatikan aspek ekologi, kesehatan masyarakat, serta kearifan lokal. Jangan sampai keputusan sepihak merugikan masyarakat sekitar,” ungkapnya.

GUSDURian Mamasa juga mendorong pemerintah daerah untuk mencari alternatif pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan, seperti pengelolaan berbasis desa, bank sampah, hingga edukasi pengurangan sampah rumah tangga. Menurut mereka, pembangunan TPA bukanlah solusi jangka panjang, melainkan hanya memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat lain.

Mereka menambahkan, keberpihakan terhadap kelestarian alam sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberlanjutan yang selama ini menjadi landasan gerakan GUSDURian. Oleh karena itu, mereka mengajak masyarakat luas untuk bersama-sama mengawal isu lingkungan di Mamasa agar pembangunan yang dilakukan benar-benar membawa kebaikan bagi semua.

Penggerak GUSDURian itu pun menambahkan, seyogyanya Pemerintah Daerah mendengar apa yang menjadi keinginan masyarakat Desa Salurano, karena dalam setiap proses pengambilan kebijakan, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk melibatkan masyarakat sebagai pemilik kedaulatan.

“Kebijakan yang lahir tanpa mendengar suara rakyat kerap menimbulkan penolakan, bahkan dapat merugikan kepentingan bersama,” tambahnya. 

Karena itu, partisipasi publik bukan hanya sebuah formalitas, melainkan kebutuhan mendasar agar keputusan yang diambil benar-benar berpihak pada masyarakat serta mekanisme konsultasi yang transparan sehingga aspirasi warga dapat terakomodasi dengan baik.

Melalui pendekatan partisipatif, kebijakan tidak lagi dipandang sebagai produk segelintir elite, tetapi hasil dari kesepakatan bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, kepercayaan publik dapat terjaga, pembangunan berjalan sesuai kebutuhan nyata.

Koordinator Komunitas GUSDURian Mamasa, Sulawesi Barat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *