Para relawan GUSDURian Peduli membangun hunian sementara (huntara) untuk para pengungsi korban gempa bumi di sebuah galung (tanah lapang) di Desa Mekkatta, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.
Huntara yang dibuat dari bahan kayu dengan desain rumah panggung ini berdiri berjejer sehingga menyerupai sebuah kappung (kampung) kecil di antara pohon-pohon kelapa yang bersebelahan dengan lokasi pengungsian warga Dusun Mekkatta, Aholeang, dan Rui.
Setidaknya ada 120 KK yang mengungsi di tempat ini, dan kesemuanya butuh huntara. Kappung ini nantinya juga akan dilengkapi dengan fasilitas listrik dan MCK, serta air bersih.
Huntara ini sengaja tidak berbentuk menyerupai barak, tapi dibuat per unit dengan ukuran 4×6 meter demi kenyamanan dan privasi para penyintas yang akan menghuninya.
Selain itu, desain rumah panggung diakui lebih sehat ketimbang lantai plester, apalagi di daerah tersebut relatif becek jika hujan dan masih banyak hewan liar seperti ular yang berkeliaran dan bisa saja masuk ke dalam huntara jika lantainya menempel di tanah. Huntara ini berbahan utama kayu dengan dinding Calsi Board dan atap seng. Material kayu dipercaya lebih hangat jika cuaca dingin dan tidak panas ketika siang terik.
Lukman, Kepala Dusun Aholeang, mengaku bahwa huntara yang dibuat oleh GUSDURian Peduli ini lebih nyaman dan aman. Selain itu desain huntara ini memiliki kesamaan dengan konstruksi rumah adat di Sulawesi Barat.
“Rumah panggung yang berbahan kayu, selaras dengan rumah adat yang dibuat oleh nenek moyang kami,” kata Lukman, Jum’at (12/03/2021).
Selain karena faktor keamanan dan kenyamanan, huntara yang dibangun oleh GUSDURian Peduli ini memiliki fungsi jangka panjang. Maksudnya jika nanti para penyintas ini sudah memiliki hunian tetap, huntara ini bisa dipindah ke rumah masing-masing dan bisa difungsikan untuk musala, lumbung, dan lain-lain tanpa harus membongkarnya.
Selain membangun huntara, GUSDURian Peduli juga membangun Sapo (Rumah) GUSDURian Peduli di seberang lokasi Kappung GUSDURian Peduli. Sapo ini dibuat sebagai rumah bersama bagai para penyintas dan relawan, yang nantinya akan menjadi pusat kegiatan warga dan anak-anak muda yang setiap hari berkumpul di tempat tersebut. Jika Ramadhan tiba, Sapo ini bisa dimanfaatkan untuk kegiatan Ramadhan, seperti tadarus al-Qur’an, dan lain-lain. Selain itu di tempat ini juga akan dibuat perpustakaan dan akan dikembangkan usaha produktif untuk anak-anak muda. Yang sudah berjalan untuk awal ini adalah usaha potong rambut.
Menurut Ketua Umum GUSDURian Peduli, A’ak Abdullah Al-Kudus, untuk sementara ini huntara yang dibangun di tempat ini baru sebanyak 20 unit.
“Kami akan berupaya semampunya untuk bisa membangun sisa huntara yang dibutuhkan oleh penyintas. Mohon doa dan dukungannya,” ujar A’ak.
Sumber: nolar.id