Social Media

Islam dan Ilmu Pengetahuan dalam Diskursus KH. Abdurrahman Wahid

Kemajuan yang dihasilkan dari ilmu pengetahuan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, serta keberhasilan menerapkan beberapa pandangan-padangan dan temuan-temuannya, bukan hanya memperluas cakrawala serta memperdalam kepemahaman manusia mengenai alam semesta saja, akan tetapi juga telah meningkatkan kemampuan kontrol manusia atas daya-daya alam bahkan atas kesadaran manusia lainnya.

Kemajuan ilmu pengetahuan telah memberikan manusia kekuasaan yang semakin besar atas realitas yang banyak muncul dalam kehidupan. Sekalipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi membawa juga bersamanya berbagai problem baru yang bahkan sangat memprihatinkan dan menuntut kehendak untuk secara sungguh-sungguh untuk menyelesaikannya, serta sering kali tidak dapat ditunda-tunda lagi.

Dalam keadaan demikian, orang-orang cenderung kembali mencari jawaban atas problem yang tengah dihadapinya di dalam ilmu pengetahuan. Tentu ini menjadi sesuatu yang wajar dan bergerak secara alamiah. Kedahsyatan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia membawa kecenderungan berpikir bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menyelesaikan segala-galanya. Padahal jika kita tinjau, masih terlalu sering terjadi bahwa problem yang ditimbulkan oleh penerapan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi dalam kehidupan manusia sehari-hari bukanlah problem-problem teknis ilmiah, melainkan problem yang mempunyai kandungan moral.

Pengalaman menunjukkan bahwa manusia cenderung terlambat dalam hal ini. Hampir selalu isu moral yang sesungguhnya melekat ke penerapan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi baru disadari setelah ada dampak buruk yang terjadi terhadap kehidupan.

Dari sinilah kemudian kita mulai berpikir mengenai beberapa hal pokok yang menjadi fundamental ini berasal dari dunia pendidikan, khususnya yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, berhadapan dengan sebuah kenyataan mengenai betapa penting memahami hakikat ilmu pengetahuan yang sesungguhnya, kemungkinan-kemungkinan yang dimunculkan tetapi juga ada keterbatasannya, serta peran dalam bermasyarakat.

Dengan pemahaman ini, maka ketika ilmu pengetahuan dan metodenya diperkenalkan ke masyarakat baik melalui pendidikan formal maupun non-formal, kita selalu dapat berangkat dari titik yang paling dasar yakni ilmu pengetahuan adalah buah karya manusia demi kemanusiaan itu sendiri.

Membicarakan ilmu dalam perspektif Islam tentunya tidak melupakan keberadaan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar landasan kita dalam memperoleh ilmu dan pengetahuan. Hal ini tertuang dalam Firman Allah SWT, sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ١١

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujaadilah: 11)

Sejak akhir abad ke-20 hingga kita memasuki millenium ketiga, dunia ilmu pengetahuan dan teknologi (disingkat: IPTEK) didominasi dan dikuasai oleh dunia barat (Eropa dan Amerika Utara), India, serta negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Cina, dll. Kemudian Negara-negara Islam yang pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan (Irak, Iran, dll) menjadi jauh ketinggalan, begitu pula negara-negara Islam di Afrika dan Asia lainnya (seperti: Indonesia, Malaysia, dll).

Tentu ini sangat memilukan, padahal jika kita tinjau dari segi makna Ilmu berasal dari kata “ilm” yang berarti pengetahuan yang mendalam, atau pengetahuan tentang hakikat sesuatu. Dalam perspektif Islam, menuntut ilmu adalah suatu kewajiban. Hal ini telah disabdakan oleh Rasulallah SAW yang berbunyi:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Hadis di atas tentunya sudah tidak asing di benak kita, bahwa kewajiban menuntut ilmu itu diperuntukkan bagi setiap orang Islam. Syaikh Az Zarnuji pun menjelaskan, bahwa diwajibkan pula atas seorang Muslim, mempelajari ilmu yang dibutuhkan dirinya sekarang ini, dan juga ilmu yang dapat diamalkan kapan saja dan di mana saja.

Ilmu atau dalam bahasa Inggris “science” diartikan sebagai bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalam pengetahuan ilmiah, dan berisikan informasi dan pemahaman memberikan gambaran tentang struktur dari sistem-sistem serta penjelasan mengenai pola tingkah laku sistem-sistem. Tentunya sistem di sini yang dimaksud dapat berupa sistem alami, maupun sistem yang merupakan pemikiran manusia mengenai pola laku hubungan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang diinstitusionalisasikan. Bila sistem yang menjadi perhatiannya merupakan sistem alami, maka disebut ilmu pengetahuan alam atau ‘natural sciences’.

Sekitar tahun 1990-an, Gus Dur telah menginstrusikan kepada Warga Nahdliyin khususnya bahwa pengetahuan dan teknologi akan memasuki era di mana kemajuannya sangat signifikan. Dan puncaknya sekitar tahun 2010, media sosial dan beberapa teknologi dengan gencar dan marak telah menyerbu ke berbagai seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian umat Islam memandang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia yang kini lebih didominasi oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini serta membuat tegang banyak orang di berbagai penjuru dunia.

Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan teknologi komunikasi dan teknologi informasi modern membuat banyak orang turut mengagumi dan meniru-niru gaya hidup dari peradaban Barat, tanpa diiringi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya. (Ahmad Y. Samantho, 2004).

Membahas mengenai ilmu pengetahuan sudah barang tentu kemudian kita diajak menuju pemikiran mengenai pendidikan. Menurut Gus Dur, tujuan pendidikan Islam adalah proses menjadikan manusia sebagai insan kamil dan menjadikan manusia yang memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama manusia dan alam. Salah satu yang menarik berkaitan dengan pendidikan Islam yang berbasis modernisme, dalam makalah yang ditulis Gus Dur pada konferensi Islam Internasional beliau mengatakan bahwa:

‘’Modernisasi dalam pendidikan Islam adalah salah satu pendekatan untuk menyelesaikan jangka panjang atas berbagai persoalan umat Islam di masa-masa yang akan datang. Oleh karena itu, modernisasi pendidikan adalah suatu yang penting dalam melahirkan suatu peradaban Islam yang modern yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Lebih lanjut lagi menurut Gus Dur, pendidikan Islam haruslah memadukan sesuatu yang bersifat tradisional dan modern, dengan begitu Gus Dur berusaha menyintetiskan kedua pendidikan ini yakni pendidikan Islam klasik dengan pendidikan barat modern yang kemudian tidak melupakan esensi dari inti ajaran agama Islam. Selain itu, Pendidikan Islam harus mampu meluruskan respons terhadap tantangan modernisasi sehingga nantinya akan menyebar kedalam masyarakat secara luas mengenai nilai-nilai pendidikan yang struktural.

Dengan demikian, nantinya peran serta ilmu pengetahuan dalam memajukan kemanusiaan dan peradaban sosial, sangatlah memungkinkan beberapa hal-hal penting dan aktivitas yang merubah manusia-manusia hebat menjadi lebih aktif dan humanis dalam berkehidupan sosial.

Penggerak Komunitas GUSDURian Brebes. Kontributor NU Online Jawa Tengah.