Social Media

Menumbuhkan Sikap Toleransi: Dimulai dari Diri Sendiri

Perbedaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Keberagaman suku, agama, bahasa, ras, budaya, hingga perbedaan gender dan kondisi fisik merupakan salah satu bukti kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Namun, di sisi lain perbedaan juga dapat memicu diskriminasi, perpecahan, dan berbagai konflik lain. Karenanya, menumbuhkan sikap dan rasa toleransi mulai dari diri sendiri diperlukan oleh setiap orang. Tindakan toleransi sendiri tidak hanya terbatas pada toleransi pada perbedaan agama, ras, atau suku saja. Kita juga perlu bersikap toleran terhadap perbedaan ide, pola pikir, dan prinsip orang lain yang berbeda dengan kita.

Sikap toleransi penting untuk ditanamkan pada setiap masyarakat supaya keberagaman tidak menjadi faktor terjadinya perpecahan dan konflik. Menurut KBBI, toleransi adalah sifat atau sikap toleran. Sedangkan menurut W.J.S. Purwadarmita, toleran memiliki makna sikap atau sifat memperbolehkan suatu pendapat, pendirian, pandangan, dan kepercayaan yang berbeda dengan pendirian sendiri. Lantas, bagaimana cara menumbuhkan sikap toleransi?

Pertama, memahami perbedaan. Perbedaan ada bukan untuk mengkotak-kotakkan. Justru, perbedaan itu indah dan membuat kita kaya akan sudut pandang dan pola pikir. Kita harus menyadari bahwa tidak mungkin setiap orang dapat menjadi apa yang kita inginkan.

Kedua, menjalin pertemanan dan relasi dengan orang yang berbeda. Jika selama ini kita tinggal di lingkungan yang homogen, tak ada salahnya untuk mencoba menjalin pertemanan dengan orang yang berbeda. Itu adalah langkah yang bagus untuk membangun sikap toleransi. Perbedaan budaya, agama, suku, hingga kondisi fisik bukanlah sebuah halangan untuk menjalin pertemanan atau persahabatan. Dengan bersahabat dengan orang yang berbeda dengan kita akan membuat kita lebih menghargai perbedaan.

Ketiga, menumbuhkan empati. Kita tak selalu dapat mengutamakan keinginan pribadi dan memaksa orang lain yang kita anggap berbeda untuk setuju dengan keinginan dan pemikiran kita. Cobalah untuk memposisikan diri dan membayangkan bagaimana jika kita di posisi mereka yang berbeda? Menjadi berbeda bukan hal yang harus dihindari atau hal yang harus dijauhi. Justru, kita harus memperlakukan orang yang berbeda dengan kita dengan baik—sebagaimana kita ingin diperlakukan. Memposisikan diri kita di posisi orang lain adalah cara yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan empati dan rasa toleransi.

Keempat, menyampaikan apresiasi dan kritik sewajarnya. Memiliki perbedaan pendapat atau pola pikir—misalnya dalam sebuah diskusi—adalah sebuah hal yang wajar. Kita juga bebas mengutarakan kritik atau pendapat yang ingin kita paparkan. Yang terpenting adalah bagaimana kita mengutarakan pendapat tanpa menghakimi orang lain. Jika ingin menyanggah misalnya, atau menyatakan ketidaksetujuan, kita bisa mengawalinya dengan memberikan apresiasi terhadap lawan bicara, baru kemudian menuturkan pendapat dengan baik dan sopan. Di sisi lain, kita juga harus mau menerima kritikan dari orang lain. Kuncinya, sama-sama saling menerima dan menjaga kenyamanan hati masing-masing.

Kelima, bergabung dengan gerakan atau komunitas yang mendukung iklim toleransi. Kita dapat memperluas networking dan meningkatkan rasa toleransi dari dalam diri dengan bergabung di gerakan atau komunitas tertentu yang mewadahi orang-orang yang berfokus dalam membangun toleransi dan perdamaian. Dengan bergabung di komunitas atau gerakan tersebut, kita bisa mendapat inspirasi serta terlibat dalam aksi konkret yang memiliki dampak signifikan.

Perempuan dan Toleransi

Perempuan mempunyai peran yang signifikan dalam menumbuhkan sikap toleransi. Perempuanlah yang dapat menanamkan sikap inklusif sejak dini di dalam keluarga, khususnya di dalam pendidikan dan pola asuh di rumah maupun di sekolah. Perempuan juga memiliki potensi menjadi agen perdamaian. Dilansir dari Media Indonesia, Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid mengatakan bahwa perempuan lebih toleran, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Wahid Foundation, UN Women, dan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Menurutnya, kaum perempuan perlu menyadari potensi tersebut. Potensi perempuan sebagai agen perdamaian memiliki tingkat yang tinggi karena kecenderungannya yang lebih toleran.

Insting nurturing atau mengasuh pada perempuan membuat mereka lebih peka. Selain itu, insting tersebut dapat menjadi alat pendeteksi utama saat terdapat masalah radikalisme dalam lingkup keluarga dan komunitas. Hal tersebut dikarenakan mereka lebih mengetahui dinamika yang terjadi di dalamnya. Menurut Yenny, dengan kecenderungan toleran tersebut, perempuan dapat menjadi aktor kunci dalam menangkal intoleransi.

Salah satu contoh konkret perempuan-perempuan yang berperan aktif dalam membangun toleransi dan perdamaian di akar rumput adalah mereka yang tergabung dalam organisasi Srikandi Lintas Iman di Yogyakarta. Sesuai dengan namanya, organisasi ini merupakan perkumpulan dari perempuan-perempuan yang berasal dari latar belakang agama, pendidikan, dan profesi yang berbeda-beda. Para anggota organisasi ini bergabung dengan komitmen, spirit dan intensi yang sama, yaitu membangun iklim toleransi dan perdamaian di masyarakat.

Nah itulah pembahasan mengenai cara menumbuhkan sikap toleransi dari mulai diri sendiri dan bagaimana peran perempuan dalam membangun toleransi. Kita bisa turut membangun atmosfer perdamaian dan toleransi dengan mengikuti komunitas-komunitas yang berkaitan dengan hal tersebut. Akan tetapi, jika belum bisa, kita tetap dapat dan harus menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai keberagaman mulai dari diri sendiri dan atau dari dalam keluarga.

_______________

Artikel ini adalah hasil kerja sama neswa.id dengan Jaringan GUSDURian untuk kampanye #IndonesiaRumahBersama

Seorang penulis artikel berbahasa Inggris di sebuah media online. Pernah belajar di Pendidikan Bahasa Inggris UNY. Tinggal di Yogyakarta.