Social Media

Peringati Haul Gus Dur ke-12, GUSDURian Jogja Adakan Napak Tilas Gus Dur di DIAN/Interfidei

Setelah dari Dinamika Edukasi Dasar, peserta “Napak Tilas Gus Dur” melanjutkan kunjungannya ke Interfidei (Institute for Inter-Faith Dialogue in Indonesia) yang beralamatkan di Jl. Banteng Utama, no. 59, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta. Sang Direktur, Elga Sarapung menceritakan banyak hal tentang Gus Dur dan beberapa informasi lain yang memberikan pengetahuan baru kepada seluruh peserta yang hadir.

Interfidei juga biasa disebut DIAN (Dialog Antar Iman), berdiri pada tanggal 20 Desember 1991 di Yogyakarta. Tempat ini merupakan sebuah lembaga yang bergerak dalam misi perdamaian antaragama di Indonesia. Lembaga ini didirikan oleh seorang teolog dan pemikir bernama Dr. Th, Sumartana bersama dengan beberapa tokoh lain, yakni Pdt. Eka Darmaputra, Ph.D., Daniel Dhakidae, Ph.D., Zulkifly Lubis, dan Dr. Djohan Efendi. Para pendiri tersebut memiliki latar belakang berbeda tetapi mempunyai komitmen sosial-religius yang kuat untuk menyebarkan misi perdamaian.

Pada awalnya DIAN merupakan sebuah forum diskusi tentang pemikiran keagamaan, konsep keyakinan, dan wacana tentang keberagaman. Seiring berjalannya waktu ia tidak lagi menjadi forum, tetapi telah berubah menjadi “Provokator Damai” untuk menghidupkan keberagamaan dengan misi perdamaian, serta menjalin komunikasi, hubungan, dan interaksi antarpenganut agama yang berbeda.

Lahirnya DIAN tidak lepas dari keberadaan lima agama yang ada di Indonesia. Sebab dengan adanya pengakuan tersebut, terdapat dampak terhadap eksistensi agama yang tidak diakui oleh pemerintah. Dampak buruk dari fenomena itu telah menyebabkan banyak agama dan kepercayaan yang tidak diakui tersebut terisolir.

Tentu kita mengetahui betul bagaimana kaum minoritas seperti Konghucu sebelum diakui oleh pemerintah. Sulitnya para penganut agama tersebut untuk menjalani kehidupan sosial, menjalani ibadah, serta sulit menjalani kehidupan. Perjuangan tersebut bisa dikatakan berhasil ketika Gus Dur menjadi presiden dan mengakui eksistensi Konghucu di Indonesia. Perjuangan tersebut tidak mudah, sebab yang dilawan adalah rezim Orde Baru dengan kebijakannya yang sadis dan membungkam masyarakat-masyarakat sipil.

Bu Elga, sapaan akrab Elga Sarapung, sezaman dengan Gus Dur. Dalam sejarah perjalanan Gus Dur, ia termasuk orang yang dekat dengan Gus Dur. Menyaksikan persahabatan Gus Dur dengan Romo Mangun, Ibu Gedong, dan gerakan-gerakan sosial, dialog keagamaan, serta isu-isu toleransi yang terus dilakukan.

“Di tempat ini (sambil memperlihatkan isi ruangan), Gus Dur kadang tidur-tiduran, berdiskusi, dan selalu ada pembahasan yang cukup serius dalam setiap pertemuan. Gus Dur adalah sosok yang tidak ada penggantinya. Sebab selain dirinya seorang kiai, ketua PBNU, Presiden RI, pribadinya juga seorang yang luwes, inklusif, mudah menerima orang lain, serta tidak pernah melihat seseorang dari agama, ras, suku, bahkan keturunan mana,” jelas Bu Elga.

Pengalaman menarik Bu Elga degan Gus Dur cukup banyak untuk diceritakan, sebab ia kenal Gus Dur mulai dari sebelum menjadi presiden hingga dilengserkan dengan cara tidak terhormat.

“Pernah suatu ketika saya ke Jakarta untuk menemui Gus Dur. Pada saat itu, Gus Dur menjadi presiden. Saya takut tidak ditemui, karena saking banyaknya tamu. Apalagi kita tahu kan beliau pernah jadi ketua PBNU, tamunya dari kalangan santri yang memakai sarung kan banyak sekali. Namun, ketika ajudan pribadi mempersilakan saya masuk, saat itulah saya selalu merasa bahwa mau Gus Dur menjadi presiden atau tidak, ia tetaplah Gus Dur yang saya kenal,” cerita Bu Elga.

Keterlibatan Gus Dur dengan DIAN sangatlah erat. Meskipun secara struktural Gus Dur tidak terlibat dalam pendirian DIAN, akan tetapi hubungannya dengan Ibu Gedong Bagoes Oka dan Romo Mangun menjadi inspirasi dalam gagasan dan pemikirannya tentang perdamaian antariman.

Persahabatan ketiganya (Ibu Gedong, Gus Dur dan Romo Mangun) juga diceritakan oleh Bu Elga sebagai bagian dari kisah perjalanan Gus Dur yang selalu menjalin hubungan dengan orang lain tanpa melihat latar belakang. Persahabatan tersebut dijuluki tiga serangkai.

Menurut Bu Elga, Gus Dur adalah inspirasi bagi banyak orang. Sebab ia seperti menjelma dengan pelbagai dimensi. Menjadi kiai, presiden, pecinta sepak bola, seniman, dan selalu memiliki cara unik untuk memperlakukan seseorang.

DIAN merupakan salah satu tempat yang sering Gus Dur temui, sebab di tempat itulah banyak sekali ide-ide tercipta untuk membangun masyarakat damai dan bersatu dalam bingkai Indonesia.

Penggerak Komunitas GUSDURian Jogja.