Social Media

Rayakan Festival Toleransi, GUSDURian Gorontalo Gelar Nobar Film Pendek dan Diskusi

GUSDURian Gorontalo menggelar nonton bareng (nobar) film pendek toleransi umat beragama di Syndrome Cafe, pada Kamis (25/11/22). Pada kegiatan tersebut turut hadir perwakilan pemuda dari Hindu, Kristiani, perwakilan pemuda Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Gorontalo dan Akademisi IAIN Gorontalo.

Pada acara festival toleransi tersebut, Putu Andita perwakilan pemuda Hindu (KMHDI) Gorontalo, mengucapkan apresiasinya pada GUSDURian Gorontalo yang telah menginisiasi kegiatan toleransi tersebut.

“Bagaimana sebuah perjuangan disertai kritik selalu disampaikan dengan lantang dan terbuka kepada orang-orang yang masih bersikap intoleran,” ungkap Putu Andita.

Putu menjelaskan sikap intoleran terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang sebuah kemajemukan dan kebebasan berpikir, kata dia, perbedaan dianggap sebuah kesalahan.

“Pada dasarnya perbedaan itu yang menjadikan kita bersatu, bukan dipaksa untuk menjadi satu,” tuturnya.

Menurutnya, tantangan para pegiat toleransi terutama GUSDURian Gorontalo akan selalu panjang. Untuk meredam sikap intoleransi membutuhkan kesadaran bersama dan bersifat lanjut, karena cara pandang masyarakat hari ini sangat mudah terpengaruh dan terpapar di era keterbukaan informasi.

Putu berharap bahwa perbedaan bukanlah penghalang. Perbedaan juga bukan merupakan keterbatasan. Sebaliknya, perbedaan adalah kekuatan abadi.

“Kalau kita bersatu, maka bangsa ini akan semakin maju,” kata dia.

Sementara itu, Ricardo Situmorang perwakilan pemuda Kristen (GMKI) Gorontalo berharap, festival toleransi yang dilakukan GUSDURian Gorontalo semoga semakin digencarkan ke depannya.

“Bukan hanya sampai di tahap diskusi tapi juga di level gerakan sosial,” ucap dia.

Di tempat yang sama juga perwakilan pemuda KAMMI, Ahmad Randi berkata, kesadaran toleransi yang dibangun oleh GUSDURian Gorontalo menurutnya harus terus dilakukan, agar masyarakat jadi terbangun terlebih khususnya kaum muda.

“Saya sangat bersyukur bisa duduk bersama kawan-kawan yang mempunyai frekuensi yang sama tentang pemaknaan toleransi yang seharusnya dilakukan oleh kaum muda di Provinsi Gorontalo,” terang dia.

Menurutnya, toleransi adalah bentuk kerelaan kita terhadap apa yang diyakini oleh orang lain dan kita menghormati keyakinan itu tanpa harus mereduksi keyakinan kita sendiri.

Kemudian, akademisi IAIN Gorontalo Eka Putra M. Santoso mengucapkan, festival toleransi dalam kegiatan nobar yang melibatkan komunitas lintas iman adalah bentuk komitmen GUSDURian Gorontalo untuk terus membumikan nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan.

“Nilai yang selama ini harusnya diperjuangkan oleh seluruh pihak yang berkompeten di negeri,” ucap dia.

Ia berharap ke depan kegiatan perjumpaan lintas iman seperti ini harus terus digaungkan dan dilaksanakan di berbagai level.

“Agar rasa toleransi dan persatuan anak muda makin teruji dan menjadi bekal masa depan Indonesia,” tutur dia.

Dalam nobar tersebut film pendek yang disajikan berjudul KTP. Film tersebut mengisahkan sulitnya bagi seorang warga negara penganut kepercayaan untuk mendapatkan sebuah KTP (Kartu Tanda Penduduk) yang diperlukannya untuk mendapatkan akses berbagai pelayanan dari program pemerintah.

Eka Putra M. Santoso berpendapat bahwa, film tersebut membahas tentang hal-hal yang substansif, bukan pada hal yang simbolis. Film tersebut, sebutnya, memiliki unsur pembangkangan yang dikemas dengan visualisasi jenaka.

“Dari film ini kita dapat lihat tantangan dari demokrasi itu ada pada keberagamaan. Di Indonesia yang beragam etnis itu yang menjadi hal serius. Saya kira ada keakraban negara dan warganya yang terganggu. Tidak ada orang lahir bisa memilih agama tertentu, tapi karena orang tuanya dulu. Makanya dalam Islam kita disuruh untuk banyak membaca,” jelas dia.

Penggerak Komunitas GUSDURian Gorontalo.