Gus Dur, Lingkungan Hidup, dan Hutan untuk Rakyat

Pada 2009, Gus Dur telah  menyerukan  perlunya  moratorium  hutan selama 10 tahun. Hal  ini mengingat  pentingnya  hutan  bagi keberlanjutan  lingkungan  hidup  namun  telah  mengalami  banyak  kerusakan. 

Masa  pemerintahan Gus Dur telah  mengeluarkan  kebijakan  yang  mendukung  masyarakat  kecil seperti petani dan  nelayan  melalui  kebijakan  land reform.  Sebuah  kebijakan  yang  memberikan  petani  kuasa  atas lahannya.  Atas kebijakan  itulah  kekuasaan  petani  atas tanahnya meningkat.

Kebijakan itu  kemudian  mengubah  jalan  hidup  masyarakat,  utamanya mereka yang tinggal di lereng Pegunungan Argopuro, Dusun Sumber Candik, Desa Panduman, Kecamatan  Jelbuk, Kabupaten Jember.  Sebab saat itu Gus Dur membuat pernyataan  “Hutan untuk Rakyat,” seperti yang dikisahkan Rizki Akbari Savitri dalam bukunya Jejak Gus Dur di Lereng Pegunungan Argopuro.

Pernyataan  itu kemudian  menjadi  alasan  bagi  masyarakat  untuk  mengambil hasil  hutan secara suka-suka. Termasuk  membalak  kayu  hutan dan menjarah  kopi yang ditanam PTPN yang sebelumnya masyarakat di sana bertani cabai, pisang dan durian. Kejadian tersebut tidak hanya di Sumber Candik,  tetapi merata dari Pacitan hingga Banyuwangi. 

Pada 2003,  setelah mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi mengelola hutan, utamanya bertani di lahan perhutani, masyarakat di  Sumber Candik mulai menanam kopi yang didatangkan dari Jember.  Jenis kopi  yang  ditanam adalah kopi robusta dan  arabika atau yang dikenal masyarakat sebagai kopi Thailand,  kopi  yang  memiliki  harga jual  tinggi. 

Dari hasil  panen  kopi, kesejahteraan  para petani  kopi meningkat.  Sebagian masyarakat bisa menunaikan ibadah haji, sebagian lagi digunakan untuk modal dan membeli moda transportasi untuk mengangkut hasil panen kopi.  

Peristiwa tersebut sebetulnya membuka ruang bagi masyarakat untuk dilibatkan dalam mengelola hutan dengan sistem Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dijalankan sejak 2001.  Agar sistem berjalan secara partisipatif, maka dibentuklah  Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) .

Hasil rekomendasi Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Nusa Tenggara Barat, pada 23- 25 November 2017 dalam bidang Ekonomi dan Kesejahteraan  juga menguatkan apa yang diperjuangkan Gus Dur untuk menekankan kepada pemerintah agar memberikan perhatian lebih kepada pembaruan agraria, pembangunan pertanian, pembangunan ekonomi inklusif, penguatan dan perlindungan kegiatan ekonomi dengan menempuh sejumlah langkah. 

Pada masa kepresidenan Gus Dur setiap kebijakan yang dibuat senantiasa melibatkan masyarakat. Sehingga masyarakat tidak  kehilangan hutan dan hak-hak masyarakat adat tidak terabaikan oleh  kepentingan ekonomi dan industri.

Atas jasa-jasa besarnya  pada pergerakan  yang  mendukung lingkungan hidup Indonesia, Gus Dur juga mendapat gelar penghormatan sebagai Pejuang Lingkungan Hidup dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di Jakarta.

Penggerak Komunitas GUSDURian Bekasi.