Temu Nasional (TUNAS) GUSDURian 2022 sebenarnya akan dimulai pada Jum’at, 14 Oktober 2022. Namun, para penggerak GUSDURian dari berbagai daerah sudah berdatangan bahkan sejak sehari sebelum registrasi dibuka.
Kesempatan ini pun tidak dilewatkan oleh pihak penyelenggara. Berkolaborasi dengan Gerdu Suroboyo (GUSDURian Surabaya) dan Festival Film Madani, panitia TUNAS GUSDURian 2022 menggelar Forum 17-an di Asrama Haji Sukolilo Surabaya.
Forum 17-an yang berlangsung pada Kamis (13/10) malam tersebut dikemas dengan nonton bareng (nobar) dan diskusi film Pesantren (2022). Tidak tanggung-tanggung, nobar dan diskusi yang dihadiri oleh sekitar 200 peserta itu pun turut mendatangkan sutradara film.
Dalam sesi diskusi, Shalahuddin Siregar menyampaikan alasan ia mengangkat tema pesantren di filmnya. Ia mengaku ingin menampilkan wajah pesantren yang sesungguhnya. Sang sutradara itu pun juga menambahkan alasannya menghadirkan tiga elemen yang cukup kental di film Pesantren.
“Mengapa film saya cenderung berbicara Islam, pesantren, dan perempuan khususnya? Karena persoalan-persoalan itu cenderung akan terus menjadi perbincangan ke depan. Selain itu ada juga kesan di masyarakat kita bahwa Islam tidak ramah perempuan. Jadi film ini hadir sebagai persepsi berbeda,” terangnya.
Sejalan dengan itu, Inaya Wahid menuturkan bahwa film Pesantren (2022) semakin menegaskan bahwa narasi Islam itu tidak tunggal. Putri bungsu Gus Dur itu juga mengungkapkan bahwa ada sudut pandang menarik yang dihadirkan dalam film ini, yaitu kaitan antara perempuan dan terorisme.
“Sederhananya saja, kita ingin menghadirkan sudut pandang yang berbeda mengenai tafsir Islam. Ada hal penting yang sering dilupakan orang saat terjadi aksi terorisme. Salah satunya adalah perempuan. Padahal, perempuan adalah korban utama dari aksi tersebut. Perempuan sering disebut sebagai subjek segala masalah. Syukurnya, film ini memperlihatkan sudut pandang yang menarik tentang perempuan,” ungkap Board of Madani International Film Festival tersebut.
Lebih lanjut, Inaya menambahkan bahwa film-film dalam Festival Film Madani bukanlah film agama, bahkan bukan film Islam. Melainkan semua film yang membawa nilai-nilai keragaman dan perdamaian.
“Kebetulan saja film ini (Pesantren) membawa nilai-nilai itu dan juga sesuai dengan semangat perjuangan Gus Dur,” tutup perempuan yang akrab disapa Nay tersebut.
Di akhir sesi, salah seorang peserta mengatakan bahwa film ini harus tayang dan ditonton di seluruh Indonesia.
Untuk diketahui, Forum 17-an sendiri merupakan agenda rutin bulanan Jaringan GUSDURian yang biasanya diadakan oleh komunitas GUSDURian di berbagai kota.