Social Media

Semarakkan Gerakan 17-an, GUSDURian Banjarmasin Bedah dan Diskusikan Film tentang Lingkungan

Didukung penuh oleh DPW Ahlulbait Indonesia (ABI) Kalimantan Selatan dan Forum Pemuda Lintas Agama (Fordalima) Kota Banjarmasin, Komunitas GUSDURian Banjarmasin menyelenggarakan Tadarus Film bertemakan “Agama dan Lingkungan Kita” pada Sabtu, 15 April 2023. Kegiatan ini merupakan bagian dari agenda bersama Jaringan GUSDURian dalam rangka melakukan Gerakan 17-an yang mengusung narasi Indonesia Rumah Bersama.

Bertempat di sekretariat DPW ABI Kalsel, Husain Nurfalah Akbar sebagai tuan rumah memberikan sambutan dengan menyampaikan ucapan terima kasih karena sudah dipercaya untuk menyediakan tempat dan sarana lainnya demi menunjang berlangsungnya kegiatan Gerakan 17-an tersebut. Husain mengingat momen tahun 2020 hingga 2021, saat Banjarmasin yang sedang dalam masa Covid-19, juga ditimpa banjir.

“Saat ini kita harus melek ke masyarakat, melek pada isu yang ada di masyarakat. Perbedaan itu cukup kita anggap unik aja, karena ada yang lebih waw, yakni kita belajar bagaimana melihat persoalan yang ada di masyarakat. Pemimpin kami, Imam Ali pernah bilang, kemiskinan itu jika wujudnya manusia, maka akan aku bunuh dia. Kalau alam, beberapa kejadian-kejadian itu ada karena tangan manusia itu sendiri, maka perlu penyadaran dan pemahaman untuk bergerak di masyarakat, daripada menimbulkan perdebatan hanya karena perbedaan,” ungkap Husain Nurfalah Akbar.

Sebelum dimulainya nonton bersama, kegiatan dimulai dengan doa lintas iman yang diwakili oleh Hatno dari Buddha dan Aji Sukmu dari Hindu. Keduanya tergabung dalam komunitas Fordalima Kota Banjarmasin.

Kegiatan kali ini memang menyasar persoalan ekologis, seperti banjir akibat hujan terus-menerus yang mulai mengganggu kenyamanan masyarakat Indonesia, di Banjarmasin khususnya.

“Kita sebagai umat beragama, sering kali terlalu melangit, sehingga lupa bahwa kita (berpijak) di bumi. Maka harusnya kita membawa ajaran agama untuk membumi, merawat bumi, sebagai rumah kita,” ucap Arief selaku Koordinator GUSDURian Banjarmasin.

Film dokumenter berjudul Berkah Sungai Bersih dan Investasi Sampah merupakan serial pelestari dari Watchdoc, yang mana keduanya memiliki durasi masing-masing sekitar 15 menit dan menampilkan sisi baik yang bisa dilakukan ketika melihat persoalan sampah dan sungai.

Ahmad Sunir Rida, Ketua DEMA UIN Antasari Banjarmasin, mengawali penilaiannya dari film yang ditayangkan. Ia memulai dengan mengutip salah satu ayat dalam Al-Qur’an tentang kerusakan lingkungan.

“Dalam Al-Qur’an disebutkan, ‘Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)’. Jadi kita akan mendapatkan ganjaran yang sesuai dari apa yang kita lakukan, agar kita paham dengan apa yang kita lakukan,” ungkapnya.

Menurut Sunir, hal ini merupakan sebuah pengingat bahwa manusia merupakan puncak rantai ekosistem, di mana mereka mempunyai akal, sehingga mereka bisa menggunakan apa yang ada di sekitar mereka. Lingkungan yang manusia manfaatkan, ‘seharusnya’ bisa dipakai secara semestinya, tanpa harus berlebih-lebihan.

Mahtia Safitri, Direktur Eksekutif Equil Institute yang bergerak pada kesetaraan ekologis, mengatakan bahwa dalam paham eko-populisme ada anggapan bahwa seluruh makhluk yang ada di bumi, baik flora, fauna, dan manusia merupakan satu ekosistem yang sama, setara. Tetapi, dalam kasus-kasus yang ada, mereka menganggap bahwa bumi hanyalah sesuatu yang menghasilkan nilai ekonomi, objek ekonomi saja, tetapi tidak dijaga.

Mahtia menyoroti, ketika ada permasalahan lingkungan, yang disalahkan hanya masyarakat dan korporasi. Menurutnya, sebenarnya tidak hanya dua hal ini, pemerintah pun juga harus ikut andil.

“Pemerintah tidak hanya menghimbau kepada masyarakat, tapi juga menghimbau kepada korporasi (para produsen). Misalnya seperti Perwali No. 18 Tahun 2016 yang menetapkan permasalahan pengurangan plastik sampah, tetapi dalam perwali itu hanya diatur tentang kantong plastik. Padahal ini hanya mengatur beberapa persen yang teratasi, hanya 0,0 sekian persen. Sedangkan yang banyak itu sampah plastik dari produk-produk makanan,” ujarnya.

Di sisi lain, Rilly Anggara Paska, SEMA STT GKE Banjarmasin, memaparkan tentang pandangan agama Kristen-Protestan perihal masalah ekologi ini.

“Ada Kitab Kejadian 2 Ayat 15, dikatakan bahwa manusia diciptakan untuk mengusahakan dan mengelola alam semesta ciptaan Tuhan, tetapi kenyataannya adalah adanya sifat antroposentrisme. Semua tentang saya, saya, dan saya, sehingga manusia seolah-olah menjadi raja. Saya raja atas ini, atas itu, semua demi kesejahteraan saya semata-mata, tidak melihat aspek ciptaan yang lainnya,” ungkapnya.

Rilly juga mengutip pandangan Celie Dean-Drummond, seorang teolog ekologi, yang menjelaskan bahwa spiritualitas harus dikaitkan dengan ciptaan-Nya. Rilly mengatakan bahwa dalam Kitab Mazmur 104 dikatakan bahwa Allah (Tuhan) ada dalam ciptaan-Nya. Artinya di dalam tumbuhan ada kemuliaan Tuhan, di dalam hewan ada kemuliaan Tuhan, di dalam sumber daya alam yang ada di situlah ada kemuliaan Tuhan. Dengan kata lain, mandataris untuk mengelola alam tadi harus dipahami secara bijak dan efisien.

Dalam sesi diskusi, Nadia yang mewakili Komunitas Narasi Perempuan menanyakan bagaimana ketika kita atau masyarakat telah sadar akan adanya permasalahan seperti sampah dan kerusakan ekologis ini mulai bergerak? Selain itu, Manarul yang mewakili Fordalima, menanyakan bagaimana seharusnya melakukan pembangunan yang tidak merusak? Karena menurutnya, pembangunan selalu menghadirkan pengrusakan atas alam. Dua pertanyaan ini, bagi masing-masing pemantik, adalah menjadi tugas kita bersama untuk memulai bergerak dan mengintrospeksi.

Rangkaian kegiatan Tadarus Film juga dibarengi dengan menyanyi bersama lagu yang cukup fenomenal, berjudul Berita Kepada Kawan dari Ebiet G. Ade, yang kemudian ditutup dengan hening sejenak.

“Setelah sekian banyak kita bersuara dan mendengar suara, hening sejenak dilakukan untuk menghadirkan ketenangan, sebagai bentuk sama-sama melakukan pengharapan atas persoalan yang terjadi di Rumah Bersama yang kita tinggali,” ujar Arief menutup kegiatan Gerakan 17-an ini.

Penggerak Komunitas GUSDURian Banjarmasin, Kalimantan Selatan.