Menguatkan Moderasi untuk Menjawab Tantangan Keberagaman

Bangsa Indonesia terlahir mewarisi segala macam keberagaman ras, suku, etnis, golongan, hingga agama. Keberagaman ini tersebar merata, melekat erat membaluti warga masyarakat Indonesia, mulai dari penghujung barat Indonesia: Kota Sabang, sampai dengan penghujung timur Indonesia: Kota Merauke, juga menyambung padu mulai Kepulauan Miangas di sebelah utara Indonesia, sampai Kepulauan Rote yang berada di sebelah selatan.

Keberagaman itulah yang menjadikan Indonesia berbeda dengan negara lainnya. Ia kaya akan warna tetapi tetap bersatu dalam rupa. Ia erat dan tidak terpisahkan, menjadi Bhineka Tunggal Ika, dipersatukan oleh cita-cita bangsa dalam melawan penjajahan di Indonesia, dan dilahirkan dari darah perjuangan bersama untuk menjemput kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keberagaman yang menjadi jati diri Indonesia seiring berjalannya zaman, dalam situasi pergeseran era, membutuhkan pandangan dan solusi agar masyarakat atau bangsa Indonesia bisa mewujudkan kerukunan dan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari, baik berbangsa, beragama, dan bernegara. Tanpa terjebak dalam kotak-kotak identitas yang berbeda beda. Karena perbedaan tidak untuk dibentur-benturkan, ditabrak-tabrakkan, atau bahkan dijatuh-jatuhkan. Perbedaan ada sebagai bentuk kodrat dan anugerah Tuhan yang Maha Esa untuk saling mewarnai, saling mengisi, dan saling melengkapi.

Mengambil makna keberagaman di atas, sudah menjadi keniscayaan bagi seluruh warga masyarakat Indonesia untuk menjaga dan merawat keberagaman yang ada di Indonesia. Maka dalam menyikapi kemajemukan, dibutuhkan sikap seimbang menyesuaikan konstituen dan kesepakatan bersama, menyelaraskan pemahaman dan praktik kesadaran yang menerima perbedaan, keberagaman, dan sekaligus hasrat untuk saling interaksi dengan satu dan lainnya secara moderat dan adil, tidak ada diskriminasi atas perbedaan dalam bentuk apa pun.

Namun, sejalan dengan arus perkembangan zaman yang semakin cepat melesat dan mengalami berbagai macam perubahan, muncul banyak problematika yang terjadi, lambat laun dapat mengkhawatirkan keutuhan bangsa Indonesia. Hal tersebut secara tidak langsung dapat mengakibatkan dampak besar dalam perwujudan cita-cita dan harapan bangsa Indonesia, serta berdampak negatif terhadap keberlangsungan kesatuan bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia dihadapkan oleh ancaman arus transnasional yang perlahan mulai menggerogoti kesadaran akan sikap menghargai dan menghormati keberagaman. Perlahan dan semakin merebah muncul ancaman bencana disintegrasi bangsa Indonesia. Disintegrasi bangsa Indonesia yang dimaksud banyak dilatarbelakangi dari berbagai ideologi transnasional yang mengakomodir ekstremisme dan radikalisme masuk melalui berbagai teologi atau lokus agama, khususnya agama Islam.

Di antara fenomena yang muncul adalah maraknya kekerasan atau tindakan perlawanan atas pemerintah dengan mengatasnamakan agama. Bahkan tindakan yang dilakukan sampai bertentangan dengan prinsip kemanusiaan, menjadi realitas yang kontradiktif antara esensi agama dengan implementasinya dalam kehidupan bersama. Di antaranya seperti pilihan politik yang harus dilatarbelakangi persamaan agama, tindakan makar untuk mendirikan negara khilafah di atas negara Indonesia, hingga tindakan terorisme yang mengancam hak asasi manusia, yakni keselamatan hidup warga negara Indonesia.

Kesewenangan lain yang berakibat kepada bencana disintegrasi muncul, ketika adanya budaya pendidikan yang lebih mengutamakan kecerdasan peserta didik dan mengesampingkan pembentukan karakter peserta didik seperti aspek moral dan perilaku. Hasil yang selama ini menjadi ukuran dalam dunia pendidikan adalah nilai yang tertulis di atas kertas, bukan yang tertanam abadi dalam pikiran dan diejawantahkan dalam bentuk tindakan.

Jika kita analisa bersama, banyak dijumpai pergesekan, khususnya dalam hal keagamaan yang sukar diurai dalam menghadapi berbagai masalah. Keseluruhan tingkatan pendidikan mempunyai tujuan untuk membatasi agama agar tidak terpisah dengan segala hal untuk diatasnamakan. Sehingga upaya yang harus dilakukan guna menyelesaikan permasalahan keberagaman yang ada di Indonesia, yaitu dengan internalisasi nilai-nilai moderasi kepada segala elemen masyarakat secara strategis. Khususnya pada lembaga pendidikan di segala tingkatan.

Dapat kita ketahui di berbagai lembaga pendidikan yang telah mengubah kurikulum di sekolah yang memiliki tujuan untuk mewujudkan peran peserta didik dalam hal akademik saja. Padahal, munculnya kurikulum seharusnya bukan hanya menjelaskan mengenai teknis yang berhubungan dengan pembelajaran saja, namun juga memiliki kecenderungan pada penyediaan dan pembentukan nalar berpikir peserta didik sebagai pisau analisis yang penting untuk digunakan dalam membaca dinamika budaya dan problematika sosial yang ada di masyarakat.

Namun, peran pembentukan dan penguatan pengetahuan mengenai hal tersebut secara mendalam tidak diharuskan kepada lembaga pendidikan saja. Perlu penyeimbang dari non-lembaga pendidikan agar pemahaman peserta didik menjadi lebih luas. Pendidikan mengenai agama sudah harus dimulai sejak dini, sehingga semua orang, khususnya generasi muda sudah terbekali pemikiran yang rasional dalam menyikapi perbedaan dalam keberagaman. Belum lagi dalam kondisi pandemi yang telah lalu, maka sangat diperlukan perhatian khusus dari luar lembaga pendidikan untuk turut serta andil dalam mengawal dan menjaga rasionalitas atas keberagaman dan problematika di dalamnya.

Maka untuk merespons adanya fenomena-fenomena gesekan dalam keberagaman, khususnya dalam praktik keagamaan kita membutuhkan langkah tepat dan strategis untuk melakukan internalisasi nilai-nilai moderasi. Pemahaman atas konsep moderasi sangat dibutuhkan sebagai strategi efektif dalam memberikan cara pandang dan sikap dalam menjaga keindonesiaan dan kebhinekaan.

Sebagai bangsa yang sangat majemuk dengan keberagaman masyarakat Indonesia, para pendiri bangsa terdahulu sudah melahirkan komitmen bersama dalam berbangsa dan bernegara yang berhasil diwariskan kepada kita, yaitu berupa Pancasila, yang jika kita bedah secara nyata mampu menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dalam mengarungi masa depan bangsa hingga saat ini dan bahkan tidak terbantahkan waktu. Hal tersebut diserap sempurna dalam wujud pemahaman bersama dalam menjadikan cara pandang dan pola pikir moderat, sehingga sukses menyatukan dan menjaga kemajemukan kelompok, suku, etnis, bahasa, budaya, dan agama.

Praktik moderasi bisa berwujud seperti sikap toleransi, pengakuan atas keberadaan pihak lain, penerimaan atas perbedaan, dan tidak memaksakan orang lain atas kehendak kita. Sehingga secara tidak langsung dan terutama dalam urusan kehidupan beragama, moderasi sangat dibutuhkan, karena permasalahan yang muncul disebabkan adanya perbedaan cara pandang, sikap, dan perilaku terhadap kemajemukan bisa menjadi salah satu ancaman terbesar yang nanti mampu menyebabkan perpecahan bangsa Indonesia.

Penguatan dan internalisasi nilai moderasi dalam segala lapisan yang ada tidak hanya cukup digalakkan secara personal yang berangkat dari individu saja, tetapi harus digerakkan dalam wujud pengarusutamaan secara terstruktur, sistematis, dan masif, serta tertata untuk dilakukan secara kelembagaan, dengan maksud menjadi visi besar dari Negara Indonesia ini. Maka kebijakan mengenai implementasi toleransi yang ditetapkan oleh pemerintah seharusnya mencakup rata pada segala aspek, mulai dari masyarakat, lembaga, hingga instansi negara. Untuk itu dalam menggalakkan nilai moderasi dan toleransi ini adalah peran dan kolaborasi bersama, bergerak bersama, berdampak bersama. Untuk mewujudkan sila ketiga pancasila, persatuan Indonesia.

Koordinator Komunitas GUSDURian Ponorogo, Jawa Timur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *