Menyoroti isu yang tengah hangat akhir-akhir ini, Komunitas GUSDURian Banyumas mengadakan kegiatan rutin Forum 17-an dengan tema ‘Diseminasi Perdamaian di tengah Keberagaman’. Acara tersebut dibuka dengan sambutan dari Koordinator GUSDURian Banyumas, Nurholis.
“Sampai kapan pun Indonesia pasti berbeda, nggak akan pernah sama. Maka dari itu hal-hal seperti ini (sharing, diskusi) harus kita rawat dan lestarikan. Toh nggak ada bedanya, siapa yang paling bertanggung jawab untuk merawat kalau bukan kita. Soal perdamaian semua sudah sepakat, tapi untuk hal seperti ini belum tentu mereka mau duduk bersama berdiskusi dan saling sharing,” ungkap Nurholis dalam sambutannya.
Bertempat di Griya GUSDURian Banyumas, acara tersebut digelar pada Jumat (21/7/2023) dan dihadiri lebih dari 25 peserta yang berasal dari berbagai komunitas dan organisasi yang ada di Purwokerto, mulai dari PMII Purwokerto, ABI (Ahlul Bait Indonesia/Syiah), KPR GKI Gatot Subroto Purwokerto, OMKER Katedral, AMSA (Ahmadiyah), OMK Voltus Santo Yoseph, hingga para mahasiswa SAA (Studi Agama) UIN SAIZU.
Materi terkait isu perdamaian dan keberagaman tersebut disajikan secara apik oleh salah satu penggerak Komunitas GUSDURian Banyumas, Nuril Ikhsan. Dengan pembawaan yang santai, dan diselingi lawakan membuat para peserta semakin betah berdiskusi.
“Diseminasi adalah suatu upaya untuk menyebarluaskan ide dan gagasan,” ujar pria yang akrab disapa Mas Gondrong itu dalam pembukaan forum diskusi.
Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai bagian dari upaya komunitas untuk menyebarluaskan ide dan gagasan mengenai pentingnya perdamaian dalam keberagaman kepada masyarakat sesuai dengan 9 nilai utama Gus Dur dan NPK Gus Dur.
Ia menambahkan bahwa salah satu faktor yang dapat menciptakan perdamaian adalah faktor internal, contohnya terkait luasnya pengetahuan dan banyaknya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan keberagaman.
Selain itu, beberapa faktor yang dapat menimbulkan terjadinya perpecahan antara lain melemahnya sikap toleransi, munculnya gejala etnosentris, perbedaan letak geografis suatu wilayah, ketimpangan infrastruktur, hingga lunturnya nilai dan budaya bangsa yang menjadi ciri khas suatu negara.
Mengutip pernyataan dari Koordinator GUSDURian Banyumas, bahwasanya negara Indonesia memang negara yang sangat kaya dan multikultural jika masyarakat itu sendiri tidak memiliki kesadaran untuk menciptakan kedamaian maka akan dapat dipastikan kedepannya akan terjadi konflik.
Faktanya, hingga saat ini tercatat ada banyak sekali konflik yang terjadi terkait masalah keberagaman, baik nasional maupun internasional. Salah satu kunci utama untuk menghindari hal tersebut adalah perlunya komunikasi dan interaksi yang terjalin antarelemen yang bersangkutan. Sehingga antara satu individu atau kelompok akan saling mengenal dan memahami karakteristik yang ada pada individu atau kelompok lain, lalu akan timbul rasa saling toleran dan menciptakan perdamaian.
Sebagai penutup, Ketua PMII Purwokerto menambahkan bahwa, “Ketika kita berbicara dalam konteks keberagaman, apa pun itu bentuknya baik agama, budaya, dan lain sebagainya, kita harus selesai terlebih dahulu dengan diri kita sendiri. Sehingga ketika kita berbicara dalam forum besar, tidak akan menimbulkan perselisihan yang diakibatkan oleh perbedaan pendapat, sekaligus upaya untuk mewujudkan Indonesia menuju negara bermoderasi.”