Di pertengahan Agustus lalu, salah satu pegiat komunitas GUSDURian Banjarmasin, Yunizar Ramadhani, meluncurkan karya berupa buku berjudul Akal, Joker, dan Generasi Bucin. Karya ini merupakan kumpulan esai pribadinya yang tersebar di berbagai media, khususnya daring. Acara digelar pada Sabtu, 12 Agustus 2023 di Kampung Buku, sebuah ruang literasi alternatif di Kota Banjarmasin
Jika kita mengamat fisik buku hasil karya Yunizar, panggilan akrab penulis buku, maka ada dua hal yang paling awal menyita perhatian, yakni warna cover dan judul buku. Untuk warna cover, Yunizar dalam penyampaiannya kala acara launching menjelaskan bahwa pada awalnya dia mempertanyakan warna ungu yang dipakai penerbit dalam draft buku.
Namun, saat sang istri histeris dengan raut muka ceria kala melihat buku tersebut sembari berkata, “Wah.. warna BTS (salah satu grup band asal Korea),” Yunizar pun mendapatkan keyakinan bahwa warna tersebut akan mendapatkan atensi positif dari para pembaca.
Koordinator GUSDURian Banjarmasin, Arief Budiman, menyambut buku yang dilabeli oleh penulis sebagai pengantar awal untuk para pengkaji filsafat Islam ini dengan sangat gembira. Kebahagiaan ini tidak saja terkait karya ini sebagai sumbangan literasi bagi negeri, terlebih untuk Banua Banjar, namun juga perjuangan Gus Dur sebagai patron utama GUSDURian dan penulis.
Acara peluncuran buku berjudul Akal, Joker, dan Generasi Bucin ini merupakan bagian dari agenda Jaringan GUSDURian dalam memperingati Hari Lahir (Harlah) KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, sebagaimana yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau secara administratif. Gus Dur memang memiliki dua tanggal lahir yang berbeda.
Arief juga menyatakan bahwa agenda literasi yang diadakan bertepatan dengan peringatan hari lahir sosok Gus Dur ini merupakan penanda betapa penting dan krusialnya literasi yang ingin disampaikan kepada seluruh peserta, terlebih bagi masyarakat pada umumnya. Sosok Gus Dur yang dikenal luas memiliki keluasan pengetahuan, tidak bisa dilepaskan dari buku dan membaca.
Sejalan dengan penyampaian Arief Budiman, salah satu founder Kampung Buku Arif Rahman Hakim juga menegaskan bahwa semangat literasi harus terus dikobarkan di tanah Banjar.
Kehadiran buku-buku dan para penulis asal Banjar adalah salah satu hal paling mendukung dalam semangat mengembangkan literasi. Selain itu, Kampung Buku juga menjadi ruang alternatif untuk mendiskusikan atau belajar beragam hal terkait literasi, termasuk melukis dan seni lainnya, sebagaimana ditegaskan oleh Arif Rahman Hakim.
Sebagaimana dijelaskan Yunizar di atas, buku Akal, Joker, dan Generasi Bucin ini merupakan pengantar menuju filsafat Islam. Mengapa filsafat Islam? Menurut Yunizar, ada anggapan keliru atas filsafat Islam. Sangat keliru jika kita masih berpikir atau beranggapan bahwa filsafat Islam adalah hasil penerjemahan dari filsafat Yunani, yang di saat bersamaan sedang mengalami kemunduran.
Menurut Yunizar, filsafat Islam tentu memiliki orisinalitas. Terlebih, kajian filsafat Islam hari ini sebenarnya justru semakin berkembang. Ide dari redaksi atau penerbit atas judul buku tersebut merupakan wajah filsafat Islam yang terus berkembang merespons kemajuan zaman.
Irfan Noor yang hari ini sedang menjabat sebagai Wakil Rektor III UIN Antasari Banjarmasin dan didaulat sebagai pemateri pertama, mengamini perkataan Yunizar di atas. Menurut beliau, filsafat hari ini harus hadir sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Dan Yunizar berhasil menghadirkan filsafat dalam bahasa yang ringan dan mudah diserap oleh masyarakat luas, terlebih generasi muda.
Tidak dapat dibantah, menurut Irfan, kajian dan teks-teks filsafat hadir dengan konsep hingga istilah-istilah yang membuat kita sebagai masyarakat biasa menjadi pusing. Memang, filsafat secara natural adalah proses berpikir itu sendiri atau refleksi atas seluruh kehidupan sehari-hari. Sehingga, berfilsafat sama dengan berpikir sebagai proses membersihkan konsep apa yang kita pandang. “Berfilsafat bagai membersihkan kacamata,” ujar Irfan. Inilah filsafat yang sebenarnya.
Selain persoalan konsep dan dinamika berpikir, menurut Irfan, filsafat Islam juga dihadapkan dengan proses interaksi dengan budaya Yunani. Walaupun, Yunizar dan Irfan menyebutkan bahwa filsafat Islam bukan hasil penerjemahan teks-teks Yunani. Namun, kehadiran teks-teks Yunani sebagai bagian dari perkembangan dunia filsafat di masyarakat Muslim tidak dapat diabaikan begitu saja.
Kehadiran teks Yunani memang menghadirkan permasalahan yang tak kalah rumit, yakni penerjemahan. Perbedaan bahasa dan nalar dalam masing-masing bahasa tentu menghadirkan permasalahan, di antaranya pemahaman yang menyeluruh atau konsep yang tak serupa.
Di tangan Yunizar, menurut Irfan, filsafat Islam tidak hanya bahan bacaan saja, namun juga dapat dikonsumsi, bahkan menjadi bahan renungan dan dialog dengan ragam fenomena terkini, tradisi lokal, hingga tetek bengek kehidupan sehari-hari. “Usaha Yunizar harus diapresiasi sebesar-besarnya,” ujar Irfan.
Sedangkan, Zakiatul Husna sebagai pemateri ketiga dalam diskusi dan peluncuran buku ini mengutarakan rasa bangga sekaligus takut kala didaulat menjadi pembicara. Zakiah, panggilan akrabnya, mengutarakan pengalamannya kala pertama kali bertemu dengan kajian dan ilmu filsafat, khususnya kesulitan memahami teks-teks dan narasi di dalamnya.
Dalam pengalaman Zakiah dalam mengatasi kesulitannya tersebut, dia sempat membeli novel berlatar kajian filsafat, yakni Dunia Sophie. Buku tersebut menceritakan bagaimana seorang anak kecil yang berkenalan secara gradual dengan kajian filsafat. Walaupun, novel tersebut masih menghadirkan filsafat yang terkesan berat.
Buku yang ditulis secara apik oleh Yunizar ini, menurut Zakiah, malah membalikkan asumsi bahwa filsafat adalah kajian yang berat dan rumit. “Inilah yang membuat saya tertarik sejak halaman pertama,” kata Zakiah. Bahkan warna ungu di cover menjadikan buku ini sangat menarik mata bagi siapa pun yang melihatnya.
Judul buku yang disepakati antara penulis dan penerbit tersebut, menurut Zakiah, adalah sisi lain yang juga turut menumbuhkan minat untuk membacanya. Buku ini telah mengubah buku pengantar filsafat Islam lain yang ditulis secara kaku, sehingga sulit menarik minat untuk dibaca. Akal, Joker, dan Generasi Bucin telah menghadirkan filsafat Islam dalam bahasa, tutur, bahkan kajian yang ringan dan kontekstual. “Inilah keunggulan paling terasa di awal jika kita membeli dan membaca buku ini,” ujar Zakiah.
Buku ini, menurut Zakiah, juga membawa renungan-renungan filosofis yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat Islam tidak lagi konsep-konsep milik tokoh-tokoh dalam sejarah Islam, namun malah bisa menjadi pendamping dalam kehidupan sehari-hari dengan konteks yang responsif.
Sesi tanya jawab dalam diskusi dan peluncuran buku Akal, Joker, dan Generasi Bucin diisi dengan pertanyaan-pertanyaan dari para peserta. Menariknya, beragam persoalan, khususnya terkait generasi bucin, menjadi ulasan utama dalam sesi tersebut. Bahkan, salah satu peserta juga menanyakan isi buku yang menyebutkan perbedaan dunia antara laki-laki dan perempuan. Yunizar, Irfan, dan Zakiah menjawab dengan lugas dan tajam. Walhasil, diskusi buku Akal, Joker, dan Generasi Bucin menjadi sangat hidup dan banyak tema yang diulas.