YOGYAKARTA – Komunitas GUSDURian Yogyakarta menggelar rutinan diskusi Cangkrukan Pemikiran Gus Dur edisi pertama bulan September. Pada edisi spesial ini, acara berbentuk bedah buku Ajaran-ajaran Gus Dur: 9 Nilai Utama dengan topik utama salah satu nilai utama Gus Dur, yaitu ketauhidan.
Buku Ajaran-ajaran Gus Dur: 9 Nilai Utama sendiri ditulis oleh Nur Khalik Ridwan. Buku ini berisi 9 syarah (penjelasan) nilai utama yang menjadi dasar Gus Dur dalam berpikir, bersikap, dan berjuang mengarungi samudera kehidupan di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Diskusi yang terselenggara pada 8 September 2023 ini diisi oleh Siti Muliana sebagai pemantik dan Maheng sebagai moderator. Pandangan ketauhidan menjadi poros nilai-nilai ideal yang diperjuangkan Gus Dur melampaui kelembagaan dan birokrasi. Gus Dur mewujudkan nilai ketauhidan ini dalam bentuk perilaku dan perjuangan sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan dalam rangka menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.
Sebagaimana edisi diskusi cangkrukan sebelum-sebelumnya, di mana peserta selalu diminta untuk berbicara dengan menyampaikan pandangannya atas tulisan Gus Dur yang menjadi topik diskusi. Edisi cangkrukan edisi pertama dengan spesial bedah buku ini pun demikian, peserta diminta oleh moderator, Maheng, untuk menyampaikan definisi tauhid dalam pandangan masing-masing.
Secara garis besar, pemahaman masing-masing peserta diskusi cangkrukan pemikiran Gus Dur dalam memaknai tauhid sepakat bahwa tauhid tidak hanya dilafalkan, namun juga diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Hamada Hafidzu misalnya, memaparkan perjuangan Gus Dur menegakkan demokrasi tidak lepas dari nilai ketauhidan.
“Demokrasi Gus Dur adalah demokrasi on the spot, di mana beliau hadir di saat orang-orang yang demokrasinya diambil itu sedang membutuhkan,” ujar Hamada Hafidzu mengutip perkataan dari Ahmad Suaedy.
Siti Muliana sebagai pemantik kemudian menambahkan dengan menyebut definisi awal dari tauhid itu sendiri adalah mengetahui dengan sebenar-benarnya bahwa sesuatu itu satu. Dan, tauhid melampaui sekat-sekat agama mana pun. Di Islam, makna tauhid disebutkan dalam Q.S. al-Ikhlas.
“Melalui keyakinan bahwa hanya Allah tempat bergantung-bertauhid, menjadi sumber kekuatan moral dalam melapangkan jalan Gus Dur menuju revolusi sosial,” papar Siti Muliana.
Menurut Mul, dengan nilai ketauhidan yang meyakini bahwa Tuhan tidak beranak dan diperanakkan menjadi spirit untuk menafikan semua pengistimewaan sebagian manusia atas manusia lain. Bahwa manusia tidak boleh dipertaruhkan untuk manusia lain, seperti contoh penguasa yang mempertaruhkan kehidupan rakyatnya demi kekuasaan.
Setidaknya, menurut Siti Muliana dalam paparannya, melalui spirit ketauhidan terdapat beberapa urgensi, di antaranya adalah mempersaudarakan manusia satu dengan manusia lainnya (persamaan), melawan syirik (mengagungkan manusia lain) dengan meyakini bahwa manusia berasal dari satu Tuhan, dan keyakinan bahwa hanya Tuhan tempat bergantung sehingga tidak takut pada kekuatan ancaman manusia lain.
Untuk penggambaran kesembilan nilai Gus Dur, di mana ketauhidan ditempatkan pada urutan yang pertama. Solikhin dari Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian menganalogikan kesembilan nilai utama Gus Dur tersebut layaknya sebuah pohon. Nilai utama ketauhidan ditempatkan di akar pohon dengan nilai-nilai utama lainnya di batang hingga ranting-rantingnya. Solikhin juga menegaskan, bahwa kesembilan nilai Gus Dur dalam buku Ajaran-ajaran Gus Dur yang ditulis oleh Nur Khalik Ridwan disusun oleh murid-murid Gus Dur, bukan pada saat Gus Dur masih hidup.