Social Media

Agama adalah Bagian dari Ruang Pembebasan: Diskusi GUSDURian Yogyakarta tentang Nilai Pembebasan Gus Dur

Komunitas GUSDURian Yogyakarta mengadakan diskusi rutin mingguan di Griya GUSDURian Yogyakarta, pada Jum’at sore (06/10/23). Dalam kegiatan mingguan ini, para peserta yang hadir masih membahas buku Ajaran-Ajaran Gus Dur karya Nur Kholik Ridwan, yang merupakan syarah (penjelasan) dari 9 nilai utama Gus Dur.

Tema yang diangkat dalam diskusi kali ini adalah nilai pembebasan, salah satu dari 9 nilai utama Gus Dur. Dalam mengawali diskusi, para peserta diminta untuk menyampaikan pemaparan singkat terkait materi yang akan didiskusikan, atau biasa disebut check in. Proses ini dilakukan untuk merefleksikan hasil bacaan para peserta diskusi kepada forum. Diskusi yang dimoderatori oleh Dimas Zaky Cahya ini dipantik oleh Firda Ainun, salah satu penggerak GUSDURian Yogyakarta.

Ainun, panggilan akrabnya, mengatakan bahwa nilai pembebasan ini berbeda dengan nilai-nilai lainnya karena harus terorganisir dan terstruktur. Menurutnya, hal ini jugalah yang membedakan pembebasan dengan kebebasan.

Selain itu ia juga menyebutkan bahwa nilai pembebasan yang dilakukan oleh Gus Dur berangkat dari nilai ketauhidan. “Bahwa kita sering kali luput, bahwa agama adalah bagian dari ruang pembebasan,” terangnya.

Ainun juga menambahkan, sebagai orang beragama (Islam), tentunya semua penganutnya berkewajiban untuk membela kaum-kaum mustadafin (terpinggirkan). “Bahkan kalau di Islam sendiri, harusnya berdiri paling depan untuk (membela) teman-teman kaum mustadafin,”” ujarnya.

Nilai pembebasan Gus Dur bisa dilihat dari banyak hal, salah satunya dari kebijakan Gus Dur saat menjadi presiden. Di antaranya adalah an mewacanakan mencabut TAP MPRS No. XXXV tahun 1966 yang antara lain berisi larangan Partai Komunis Indonesia dan penyebaran ajaran Marxisme-Leninisme.

Nanik Rahmawati, mahasiswi UIN Sunan Kalijaga yang menjadi salah satu peserta diskusi menyebutkan, nilai pembebasan ini berasal dari kesadaran bahwa manusia itu setara. “Nilai ini lahir dari kesadaran bahwa kita bertanggung jawab untuk berbuat adil dan setara pada sesama manusia,” kata Nanik, panggilan akrabnya.

Ia juga menambahkan bahwa pembebasan ini muncul dari manusia yang merdeka, serta manusia yang mampu menghilangkan rasa ketakutan dan otentik. “Nilai pembebasan juga bisa menghilangkan ketakutan dari hal-hal yang membelenggu soal kemanusiaan,” pungkasnya.

Penggerak Komunitas GUSDURian Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *