Sambut Pemilu 2024, Jaringan GUSDURian dan LAPAR Sulsel Bahas Demokrasi dalam Seminar Indonesia Rumah Bersama

Menjelang Pemilu 2024, Jaringan GUSDURian bersama Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel dan Ford Foundation menggelar seminar Indonesia Rumah Bersama dengan tema “Memperluas Ruang Demokrasi”. Kegiatan berlangsung di Aula Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Sulawesi Selatan, pada Rabu (29/11/2023).

Seminar ini menghadirkan tiga narasumber dari berbagai latar belakang, yaitu Jay Akhmad (Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian), Abdul Karim (Peneliti dan Pengamat Demokrasi), dan Rais Rahman (Kesbangpol Sulawesi Selatan), serta dimoderatori oleh Atri Suryani Abbas dari LAPAR Sulsel. Di samping itu, hadir pula Staf Ahli Pemkot Makassar, Jayadi Nas yang menjadi pembicara kunci dalam acara tersebut, mewakili Pj Gubernur Sulsel yang berhalangan hadir.

Koordinator SekNas Jaringan GUSDURian Jay Akhmad menyampaikan tantangan demokrasi hari ini adalah demokrasi minus demokrasi. Artinya banyak yang membicarakan demokrasi tapi tidak memahaminya.

“Proses politik lima tahunan kita menentukan suara kita, tetapi setelah itu apakah kita akan berbicara? Itulah yang dimaksud vote minus voice,” ujar pria yang akrab disapa Jay tersebut.

Dirinya menambahkan, persoalan lain seperti politik transaksional, mayoritarianisme, hingga oligarki dan dinasti politik juga menjadi tantangan demokrasi yang tak kalah besarnya di Indonesia.

“Oligarki dan dinasti politik menjadi wacana kuat hari ini dan berlaku di beberapa daerah. Secara aturan undang-undang memang tidak ada larangan. Tapi bukan soal dilarang dan tidak, melainkan berbicara soal kepantasan dan etika politik,” paparnya.

Sejalan dengan itu, Abdul Karim mengungkapkan bahwa problem kerukunan berakar dari problem demokrasi yang tidak sehat. Hal ini disebabkan oleh aktor-aktornya yang juga tidak sehat, seperti partai politik, masyarakat sipil, dan negara.

“Kalau mau demokrasi sehat, yang pertama harus sehat (adalah) partai politiknya dulu. Ini menjadi persoalan. Semakin ke lokal demokrasi kita semakin buruk. Stabilitas demokrasi juga ditentukan oleh pemahaman, pengetahuan, serta skill. Hari ini wacana tentang demokrasi hanya ada di organisasi masyarakat sipil. Belum ada di partai politik atau pemerintah,” ujar Karim.

Di sisi lain, Rais Rahman dari Kesbangpol Sulsel mengatakan, tugas pemerintah salah satunya adalah menjaga kerukunan dan kedamaian di masyarakat. Terlebih ketika mendekati Pemilu 2024 yang penuh tantangan.

“Pemda (Sulsel) melalui Kesbangpol mendirikan Forum Pembauran Kebangsaan, sebagai wadah untuk para tokoh lintas bangsa. Selain itu, ada pula FKUB sebagai ruang tokoh agama untuk membantu menjaga kerukunan beragama di Sulawesi Selatan. Penguatan moderasi beragama sendiri merupakan penguatan yang perlu disosialisasikan di berbagai kelembagaan yang ada,” ungkap Rais Rahman.

Sementara itu, Jayadi Nas dalam pidatonya menyampaikan apresiasi dari gubernur Sulawesi Selatan pada acara ini sebagai upaya pendewasaan untuk menghadapi pesta demokrasi. Dirinya juga menyebut, demokrasi yang baik harus melibatkan banyak pihak agar bekerja bersama-sama.

“Kami menyambut baik kegiatan ini. Karena partisipasi dalam demokrasi bukan hanya aktif dalam pemilu, tetapi juga mengambil peran dalam penentuan keputusan. Dari berbagai macam organisasi, lembaga, dan karakter, menciptakan demokrasi yang baik tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena Indonesia ini dibangun dari lembaga-lembaga yang berbeda, kita diikat oleh Bhinneka Tunggal Ika,” terang Jayadi.

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai elemen, mulai dari para akademisi, tokoh agama, hingga aktivis sosial di Sulawesi Selatan. Di antara yang hadir di acara tersebut adalah Muhammad Syahrul (Wakil Dekan III FAI Universitas Muslim Indonesia), Iqbal Arsyad (Direktur LAPAR), dan Suaib Prawono (Koordinator GUSDURian SULAMPAPUA).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *