Social Media

Perkuat Pendidikan Politik di Masyarakat, GUSDURian Makassar Gelar Diskusi soal Pemilu dan Demokrasi

MAKASSAR – Komunitas GUSDURian Makassar bersama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Hukum Komisariat Universitas Muslim Indonesia (UMI) mengadakan diskusi dengan tema “Pemilu Bermartabat: Mewujudkan Demokrasi Substansial” pada Kamis (28/12/2023).

Kajian dan diskusi yang diadakan di Pelataran Masjid Umar Bin Khattab Kampus UMI ini kembali mengangkat tema yang tidak jauh beda dengan kajian pekan lalu, yakni terkait isu demokrasi dan pemilu sebagai kajian lanjutan untuk memperkuat pemahaman pentingnya politik bagi masyarakat. Mengingat bahwasanya tidak lama lagi negeri kita tercinta ini akan tiba pada momen yang biasa kita sebut dengan pesta demokrasi tersebut, yakni pemilu.

Pada kesempatan kali ini Pojok GUSDURian bersama PMII Rayon Hukum UMI mengundang narasumber pemantik kajian dan diskusi dari Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel, Megawati, S.Pd. dan juga dihadiri oleh beberapa mahasiswa.

Dalam pemaparannya, Megawati mengungkapkan bahwa demokrasi di Indonesia saat ini masih bersifat prosedural dan menganggap bahwa pemilu haruslah didorong untuk demokrasi yang substansial dan menjadi ruang distribusi kekuasaan dan digunakan untuk kepentingan keadilan rakyat dan kemanusiaan.

Menurutnya, demokrasi sesungguhnya adalah menyertakan semua orang untuk menyusun langkah bersama. Pemilu hanyalah salah satu sarana untuk memilih pemimpin yang bisa mewakili aspirasi rakyat.

“Pemilu ialah salah satu bentuk manifestasi dari negara demokrasi ini, yaitu hak rakyatnya dalam memilih seorang pemimpin. Bapak Franz Magnis Suseno dalam bukunya mengatakan, ‘Demokrasi bukanlah untuk mencari yang baik, namun untuk mencegah yang buruk’. Indonesia sendiri dalam perjalanan historisnya sudah beberapa kali mengalami perubahan terhadap konsep demokrasinya, dari Demokrasi Langsung, Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila, hingga Reformasi,” ujar Megawati.

Di Indonesia sendiri sampai saat ini, lanjutnya, masih belum mampu mewujudkan demokrasi yang substansial dikarenakan beberapa faktor seperti kualitas pendidikan, kondisi ekonomi, hingga budaya politik yang memengaruhi jalannya demokrasi.

“Demokrasi di Indonesia masih belum dewasa, belum sampai pada akar rumputnya, di mana demokrasi masih dinikmati oleh hanya elite-elitenya saja,” tuturnya.

Mengawati merasa ada beberapa permasalahan lainnya yang menjadi kendala terwujudnya demokrasi yang substansial, dari penyelenggara yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga partai politiknya, di mana KPU seperti hanya sebagai EO (Event Organizer) dari pemilu. Namun, negara belum memperhatikan dengan baik tentang pendidikan politik bagi masyarakat.

Di sisi lain, menurut Megawati, partai politik yang memiliki kekuatan yang lebih dalam pemerintahan mampu memengaruhi independensi utusan legislatifnya, hingga persoalan pendanaan partai politik itu sendiri. Kultur politik balas budi dan lain sebagainya masih menjadi praktik di mana-mana, cost-politic juga menjadi penghambat terwujudnya demokrasi yang kita impikan bersama.

“Demokrasi mungkin bukanlah yang terbaik, namun untuk saat ini inilah sistem yang terbaik,” pungkasnya.

Diskusi diakhiri dengan kesimpulan bahwa menjadi tugas kitalah bersama dalam mewujudkan demokrasi yang kita cita-citakan itu, pemilu yang bermartabat, demokrasi yang substansial, agar ke depannya masyarakat bisa lebih menikmati kue dari demokrasi tersebut.

Penggerak Komunitas GUSDURian Makassar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *