Luncurkan Situs Monitoring Pemilu, GUSDURian Ajak Masyarakat Dukung Pemilu yang Jujur, Adil, Damai, dan Bermartabat

Jaringan GUSDURian meluncurkan situs gardu.net pada Senin, 8 Januari 2024, sebagai upaya untuk mendukung penyelenggaraan pemilu yang jujur, damai, adil, dan bermartabat. Acara peluncuran ini diadakan secara daring dengan melibatkan ratusan penggerak Gardu dari seluruh penjuru Indonesia.

Koordinator Gardu Pemilu Jay Akhmad mengungkapkan bahwa situs ini diinisiasi sebagai respons atas situasi Pemilu 2024 dan amanat rapat kerja nasional (rakernas) Jaringan GUSDURian. Sebagai gerakan non-politik praktis, Jaringan GUSDURian berupaya untuk turut serta dalam melakukan pengawasan dan pendidikan politik bagi masyarakat, khususnya dalam mengawal proses demokrasi yang sedang berlangsung.

“Gardu Pemilu memiliki tiga fungsi, sebagai pendidikan politik dan demokrasi, monitoring pemilu di tingkat nasional dan daerah, serta konsolidasi masyarakat sipil untuk mengawal pemilu yang jujur, adil, damai, dan bermartabat,” ujar Jay Akhmad. Ia menambahi bahwa saat ini sudah ada 69 titik gardu yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Jumlah ini akan terus bertambah seiring banyaknya kelompok masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam gerakan tersebut.

Dalam kesempatan itu, Jay menegaskan bahwa Jaringan GUSDURian merupakan organisasi masyarakat sipil yang tidak memiliki agenda politik elektoral. “Jika ada orang membawa nama GUSDURian untuk mendukung calon tertentu, bisa dipastikan itu bukan bagian dari jaringan kami,” tegasnya.

Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid menyebut bahwa pemilu tahun ini sangat menentukan arah bangsa ke depan. Terlebih setelah lembaga Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang terbukti melanggar kode etik berat.

Kehadiran masyarakat sipil dalam mengawal proses demokrasi sangat penting sebagaimana dilakukan oleh Gus Dur di masa lalu. Di masa Orde Baru, Gus Dur menjadi salah satu tokoh yang melawan otoritarianisme dan segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh negara. Gus Dur pula yang kemudian memperkuat fondasi demokrasi di Indonesia mulai era reformasi hingga saat menjadi presiden.

“Pada masa Orde Baru dulu, kenapa Gus Dur menjadi salah satu champion demokrasi? Karena saat itu tantangan demokrasi benar-benar besar. Presiden Soeharto kemudian menggunakan pendekatan yang represif dengan menjadikan militer sebagai alat kekuasaan. Salah satunya dalam pembangunan Waduk Kedungombo di Jawa Tengah,” jelas Alissa. Ia melanjutkan bahwa saat itu Gus Dur mengaktivasi para pemuka agama lintas iman untuk melakukan konsolidasi masyarakat sipil, yang kemudian menjadi sebuah gerakan besar dan membuat Gus Dur dan Romo Mangun dianggap melawan pemerintah.

Alissa juga mengingatkan bahwa persoalan di pilpres kali ini jauh lebih dalam dan fundamental dibanding pertengkaran antara pendukung paslon. Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari kuatnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Tantangan inilah yang kemudian menjadi panggilan Jaringan GUSDURian sebagai gerakan masyarakat sipil untuk bertindak mengawal demokrasi.

“Hari ini telah terjadi perusakan dalam fondasi demokrasi kita, yang membuat infrastruktur demokrasi itu sendiri tidak bisa lagi kita andalkan sebagaimana mestinya. Kita sebagai Jaringan GUSDURian sebetulnya saat ini sedang berhadapan dengan situasi di mana kita dituntut untuk meneladani dan mengimplementasikan kembali apa yang dulu dilakukan oleh Gus Dur. Saat ini kita sedang mengalaminya,” papar putri sulung Gus Dur tersebut.

Tangkapan layar situs gardu.net

Di sisi lain, Lukman Hakim Saifuddin menerangkan bahwa dalam konteks pemilu sekarang ini telah terjadi krisis nilai. Menurutnya, dalam negara demokrasi harus ada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kemasalahatan, dan kesetaraan yang harus dijadikan pegangan semua orang.

“Dalam konteks pemilu, tantangan kita adalah adanya krisis nilai. Menurut saya ini adalah problem utama. Nilai itu adalah etika, norma, asas-asas kepantasan. Etika itu adalah sesuatu yang ada di atas hukum. Karena krisis nilai, maka yang terjadi adalah penyalahgunaan kekuasaan. Yang terjadi adalah ketidaknetralan pihak-pihak yang semestinya bersikap netral dalam proses pemilu,” ujar Lukman.

Menteri Agama RI periode 2014-2019 tersebut juga mengingatkan pentingnya partisipasi masyarakat sipil untuk mengawal pemilu sebagai bagian dari proses demokratisasi. “Pemilu adalah sebuah medium, sebuah sarana, agar proses demokratisasi tetap terjaga dan terawat dengan baik. Karena kekuasaan itu kan cenderung korup, bisa menyimpang, maka dari itu perlu dipergilirkan. Maka pemilu ini menjadi sangat penting untuk dikawal. Selain melalui monitoring pada pelanggaran-pelanggaran pemilu seperti gardu.net, andil masyarakat sipil seperti GUSDURian dalam mengawal suara di TPS menurut saya juga tidak kalah penting,” pungkasnya.

Sebagai informasi, temuan gardu.net atas dugaan pelanggaran per 8 Januari 2024 terdapat 11 kasus oleh 6 jenis pelaku/aktor. Kegiatan peluncuran gardu.net sendiri digelar melalui Zoom Meeting dan ditayangkan secara live di Youtube GUSDURian TV. Lebih dari 400 peserta mengikuti kegiatan peluncuran gardu.net ini secara daring.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *