Penguatan Demokrasi Masyarakat Sipil: GUSDURian Banjarmasin Gelar Forum Demokrasi Sekaligus Peringati Haul Gus Dur ke-14

BANJARMASIN – Komunitas GUSDURian Banjarmasin menggelar Forum Demokrasi sekaligus Haul Gus Dur ke-14 di Kampung Buku Banjarmasin, Rabu (31/1/2024) malam.

Dua narasumber dihadirkan dalam Forum Demokrasi tersebut, yaitu Anggota Komisioner KPU Kota Banjarmasin Azhari Fadli dan pegiat GUSDURian Salma Safitri, serta Koordinator Gardu Pemilu GUSDURian Banjarmasin Arief Budiman selaku moderator.

Kegiatan diawali dengan doa lintas iman yang dibacakan oleh Pastor Albert Slamet, Pdt. Mistalia, Zulkiflie Tedja, Ghautama Arthadiva, dan pembacaan doa haul oleh Aliansyah.

Kegiatan tersebut turut dimeriahkan dengan pembacaan puisi oleh Hanan Latifah Shahab dan penampilan dari kelompok musik Ugahari.

Sugiharto Hendrata (penggerak senior GUSDURian Banjarmasin) menyampaikan dalam sambutannya bahwa kegiatan ini untuk mengenang dan meneladani Gus Dur sang bapak toleransi dan bapak pejuang demokrasi.

“Forum Demokrasi adalah salah satu amanat Rakernas Jaringan GUSDURian 2023, untuk merespons Pemilu 2024 yang akan kita hadapi sebagai ruang edukasi politik dan demokrasi,” ujarnya.

Pemilik Kampung Buku Banjarmasin, Hajriansyah, menyambut baik kegiatan Forum Demokrasi dan Haul Gus Dur ke-14 ini.

“Semoga ini menjadi satu langkah yang melanjutkan langkah-langkah yang telah dimantapkan oleh Gus Dur. Menjadi langkah yang akan terus berjalan, oleh kita, anak-cucu kita, agar menjadi bangsa yang kuat,” harapnya.

Mengutip dari Taqwaddin, Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor Banda Aceh, Salma Safitri mengungkapkan bahwa pemilu yang berintegritas dan bermartabat akan terwujud jika enam hal terpenuhi.

“Enam hal ini berkaitan dengan 9 Nilai Utama Gus Dur, yaitu penyelenggara pemilu yang bermoral dan berintegritas (ketauhidan), rakyat berdaulat dan beradab (kemanusiaan, persaudaraan), awasi kecurangan (keadilan, pembebasan), aturan yang benar dan tepat (kesetaraan), peserta pemilu yang fair dan beradab (kekesatriaan), serta keikhlasan pemerintah untuk suksesi (kesederhanaan, kearifan lokal),” papar Mbak Fifi, sapaan akrabnya.

Di sisi lain, Azhari Fadli, akrab disapa Bang Ayay menjelaskan pentingnya sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat sipil, sebab minimnya kepedulian masyarakat sipil terhadap pemilu yang pada akhirnya melanggengkan politik uang.

“Kita menghadapi realitas di mana tanpa uang dan stimulan (baca: sembako), maka partisipasi masyarakat kita di Banjarmasin sangat kurang. Masyarakat masih berpikir, ‘kami kalau parai (libur bekerja) mencoblos sehari adakah gantinya? (uang ganti libur bekerja).’ Maka kesadaran ini harus kita tingkatkan, harus kita sampaikan. Ketika politik uang itu merajalela, 15-20 tahun mendatang maka jangan harap aktivis hari ini akan menjadi pemimpin di masa mendatang,” papar Bang Ayay.

Dalam sesi tanya jawab, Box (anggota komunitas Narasi Perempuan) menanyakan isu perempuan yang tidak banyak tersorot dan keterlibatan perempuan dalam kontestasi politik yang masih kurang.

“Persoalannya bukan dari terpenuhinya kuota keterwakilan perempuan 30%, namun terlepas dia laki-laki atau perempuan, dia harus benar-benar membawa dan peduli terhadap isu perempuan. Kebanyakan memenuhi kuota 30% hanya sebagai formalitas, sebagai pelengkap syarat. Untuk itu kita mempunyai tugas yang berat dan sangat panjang agar orang-orang yang maju dalam kontestasi politik, khususnya perempuan, benar-benar orang yang berkualitas yang mampu mewakili suara perempuan,” jawab Mbak Fifi.

Penggerak Komunitas GUSDURian Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *