Cahaya Dari Tanah Tebu Penerang Kalabendu

Tanah dan air menyaksikan
Kelahiran cahaya
Yang kelak melahirkan jutaan pertanyaan
Dari tukang becak, penjual es, petani, kiai, nelayan
Hingga manusia-manusia Senayan

Cahaya itu…..,
Juga terlahir dari cahaya
Yang telah terlebih dahulu
Menyinari jagat raya

Cahaya yang tidak bersinar mandiri
Bersinar bersama
Zat yang ada di balik cahaya
Jika kealpaan yang menimpanya
Maka zat di balik cahaya
Mengingatkannya

Engkau terkenal
Tanpa mengenalkan diri
Engkau wali
Tanpa mendeklarasikan diri
Sebagai wali

Hingga…,
Ada yang ingin menjadi cahaya peradaban
Sepertimu
Penerang ketika kalabendu
Tidak redup ketika bertemu
Dengan cahaya-cahaya yang lainnya
Di majelis apa pun itu

Pesonamu tiada tara
Melebihi panjangnya jalan pantura
Dan melebihi keindahan yang tersaji
Sepanjang perjalanan
Dari Ciganjur ke Jombang

Hingga, bunga-bunga di pinggir jalan
Manusia-manusia yang senantiasa berlindung
Di bawah kubah masjid
Manusia-manusia yang berhari suci di Minggu
Manusia-manusia yang menghadap tembok di hari Sabtu

Manusia-manusia yang memanjatkan do’a di klenteng
Dan ikan-ikan yang ada di lautan
Ingin menjadi sepertimu

Namun….,
Abai…,
Kepada bagaimana gula putih yang manis
Suci nan bercahaya itu tercipta

Abai….,
Terhadap kasih dan sayang seorang petani
Menghidupkan lahan yang mati
Menggemburkan tanah dengan mahabbah
Menanam dan merawat tebu
Dengan kalbu

Membersamai tebu
Dengan tawakal yang tidak semu
Mewujud menjadi tanaman tebu
Yang tinggi, gagah, dan menentang cakrawala
Yang menghasilkan gula putih, bersih, nan bercahaya

Sebelum tumbuh,
Biji ditanam dalam
Lapisan tanah yang dalam
Tumbuh batang akidah yang kuat dan kokoh

Akar tumbuh
Mencakar tanah
Menyerap sumber-sumber ilmu dan pengetahuan
Dari berbagai penjuru
Menjadi bekal tumbuhnya tanaman muda
Untuk lebih tumbuh dan berkembang lagi
Menjadi tanaman sempurna

Pasca itu…,
Tebu digiling
Dengan bantuan lembu
Banyak manusia tertipu
Sudah merasa melangkah jauh
Namun sejatinya,
Masih berputar-putar di sekitar tongkat dasar
Bagai lembu yang menggiling tebu itu

Itulah
Sekilas tentang Maha Guru
Laksana gula putih, bersih, nan bercahaya
Ditumbuhkembangkan dengan sungguh-sungguh Dari tanah tebu
Yang harus dibaca

Tanpa sekadar membaca
Agar tidak tertipu daya
Oleh gula putih, bersih, nan bercahaya
Untuk lebih peka
Terhadap apa yang ada di balik gula

Supaya…
Bisa menjadi sepertinya
Meskipun satu persen saja
Satu persen keikhlasan
Satu persen gula putih
Dalam secangkir kopi
Tidak kentara
Namun bisa terasa

Tumbuh dan berkembang semangat
Membersihkan, mengisi, dan menyebarkan ajaran
Dari kuil Tuhan
Yang bersemayam dalam jiwa dan raga
Setiap hamba-hamba Tuhan

Menjadi cahaya
Yang memanusiakan manusia
Menjadi cahaya
Yang membela kaum-kaum terlemahkan
Oleh sistem kekuasaan
Dan menjadi cahaya
Yang terus menyinari jagat raya
Meskipun sudah meninggalkan
Dunia yang fana’
Dan penuh dengan tanda tanya

Bogor, Desember 2024



________________________________________________________

Puisi ini ditulis untuk meramaikan Haul Gus Dur yang ke-15

Santri Pondok Pesantren Ma'had Aly Raudhatul Muhibbin Bogor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *