YOGYAKARTA, 14 November 2024 – Festival Beda Setara (Best Fest) yang berlangsung di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta terus menghadirkan inovasi untuk mengenalkan konsep toleransi dengan cara interaktif dan edukatif. Berbagai kegiatan yang melibatkan diskusi dan penampilan seni dipilih untuk memperkaya pemahaman peserta mengenai nilai-nilai kebebasan beragama dan keberagaman di Indonesia.
Di Forum Belajar, pengunjung disuguhkan pengalaman unik melalui sesi Blind Date, Alas Cerita Keberagaman, dan Ular Tangga Keberagaman. Blind Date menawarkan kesempatan kepada dua orang pengunjung untuk bertukar pandangan tanpa mengetahui identitas satu sama lain. Pengalaman ini dianggap menyegarkan dan penuh kejutan oleh para peserta.
Salah satu pengunjung, Hilya, mengatakan, “Seru, aku suka! Ternyata berbicara dengan orang asing tanpa tahu siapa mereka memberi banyak pelajaran baru.”
Sementara Karen, yang juga berpartisipasi, menambahkan bahwa Blind Date ini memberikan kesempatan mengenal perspektif orang lain, terutama dalam topik demokrasi, pilkada, dan kebebasan beragama.
Selain sesi edukatif, Festival Beda Setara juga menghadirkan cek kesehatan gratis yang berlangsung dari pukul 14.00 hingga 18.00 WIB. Layanan ini diadakan bekerja sama dengan Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) DIY dengan dukungan dari Akur Optik Jogja. Ratusan pengunjung antusias mengikuti pemeriksaan kesehatan umum, seperti cek tensi, asam urat, gula darah, serta konsultasi kesehatan bersama dokter.
“Kuota sebenarnya hanya 100 orang, tapi pengunjung yang datang jauh lebih banyak,” ujar panitia Best Fest dari tim kesehatan.
Selain itu, rangkaian acara berlanjut ke pemutaran film dokumenter di sesi Bioskop Rakyat. Film dokumenter berjudul “Atas Nama Percaya” ditayangkan untuk mengedukasi tentang perjuangan komunitas penghayat kepercayaan di Indonesia. Film berdurasi 36 menit ini mengangkat kisah dua komunitas, yakni Aliran Kebatinan Perjalanan (AKP) di Jawa Barat dan komunitas Marapu di Sumba Barat Daya.
Melalui film ini, pengunjung diharap dapat memahami tantangan yang dihadapi oleh kelompok penghayat dalam mempertahankan identitas mereka serta memperoleh pengakuan negara.
Festival ini juga ditutup dengan penampilan seni dalam bentuk musikalisasi puisi. Koordinator Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan GUSDURian, Jay Akhmad, membuka penampilan malam seni yang melibatkan penampilan dari Pesantren Kutub Yogyakarta yang membawakan puisi “Ketika Agama Kehilangan Tuhan” karya KH Mustofa Bisri.
Komunitas GUSDURian Solo juga berpartisipasi dalam malam musikalisasi puisi, dilanjut dengan penampilan dari Teater Eska yang mempersembahkan tiga puisi bertema refleksi diri dan kemanusiaan, yaitu “Sebab Hujan” oleh Ulifatin CH, “Seperti Api”, dan “Sebelum Air Mata” karya Aly D Musyrifa.