Pameran JAGAT GUSDURian Tampilkan Inovasi Ekologis dari Berbagai Daerah

JAKARTA – Di tengah masifnya penggundulan hutan (deforestasi) untuk sawit dan food estate hingga aktivitas tambang yang merusak lingkungan, inisiatif ekologis dari masyarakat sipil dalam merawat dan memulihkan alam menjadi sangat penting. Di antaranya adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para alumnus Sekolah JAGAT (Jejaring Agama untuk Gerakan Alam & Toleransi) GUSDURian di berbagai daerah.

Produk-produk dari aktivitas merawat lingkungan tersebut yang kini hadir dalam Pameran JAGAT di Temu Nasional (TUNAS) Jaringan GUSDURian pada 29-31 Agustus 2025 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Tidak hanya menampilkan foto-foto kegiatan, para agen JAGAT juga membawa berbagai produk prototype seperti lilin aroma terapi, sabun lerak, eco-enzyme, batik eco-print, dan modul tentang pelatihan lingkungan.

“Kami ingin memberi wadah dan kesempatan untuk para agen JAGAT untuk mengenalkan produk mereka secara menyeluruh dan juga ada interaksi dengan pengunjung,” ungkap Lutfina Aulia, panitia pameran JAGAT.

Fina juga menjelaskan bahwa pameran ini menampilkan 14 karya dari 14 agen JAGAT dari berbagai daerah. Jumlah tersebut merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh panitia sebagai representasi Gerakan JAGAT GUSDURian yang sudah berjalan sejak enam bulan lalu.

“Peserta (pameran) ada 14 orang, diambil dari lima wilayah yang pernah diselenggarakan Sekolah JAGAT. Jadi, mereka adalah anggota komunitas GUSDURian sekaligus alumnus Sekolah JAGAT. Ada dari GUSDURian GUSDURian Boalemo, Lombok Tengah, Semarang, Makassar, Polewali Mandar, Tasikmalaya, dan lain-lain,” tambah Fina.

Menurutnya, produk pameran yang mereka tampilkan merupakan hasil dari kegiatan Gerakan JAGAT yang telah mereka lakukan. Dirinya mencontohkan, salah satunya adalah GUSDURian Boalemo yang membangun TPS di wilayah pesisir sebagai tindak lanjut dari hasil musyawarah dana desa bersama masyarakat. Komunitas ini juga mendorong agar khutbah Jumat di wilayah pesisir selalu menghadirkan materi tentang lingkungan demi membangun kesadaran bersama.

“Begitu pun dengan komunitas-komunitas lainnya. Seperti GUSDURian Lombok Tengah yang melakukan penanaman serentak berkelanjutan di 13 titik sebanyak 6.500 bibit, ada juga GUSDURian Semarang yang membuat program Sedekah Rosok di Gereja Santo Paulus Pringgolayan untuk mengelola sampah gereja dan sampah dari setiap jamaah gereja, atau GUSDURian Tasikmalaya yang mendampingi para siswa Sekolah Alam dengan belajar langsung praktik penanaman pohon kopi setelah sesi pembelajaran ekologi,” pungkasnya.

Sementara itu, Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian Jay Akhmad menyebut, hingga hari ini Sekolah JAGAT telah berjalan di lima wilayah, yaitu Yogyakarta, Depok, Manado, Makassar, Mojokerto, dan melibatkan lebih dari 150 penggerak lintas iman. Menurutnya, mereka kini menjadi pelopor gerakan yang lahir dari bawah dan berakar dari spiritualitas.

“Kami tidak hanya ingin menginspirasi, tetapi juga membangun model gerakan ekologi yang berbasis nilai-nilai keagamaan yang bisa diduplikasi di banyak tempat. Ke depan Gerakan JAGAT akan akan terus bertumbuh dan membangun kolaborasi dengan jejaring masyarakat sipil, elemen lintas iman, dan juga pemerintah,” papar Jay.

Pameran JAGAT yang diadakan sebagai bagian dari Temu Nasional Jaringan GUSDURian telah dihadiri oleh sekitar 1.500 orang, baik dari penggerak GUSDURian, lembaga dalam jaringan, maupun masyarakat sekitar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *