Salah satu tokoh perempuan yang menginspirasi dunia adalah Benazir Bhutto. Dialah perempuan pertama yang menjadi pemimpin di negara Muslim pascakolonial.
Bhutto menjadi perdana menteri Pakistan pada 1988. Meskipun dia sempat digulingkan dari kekuasaannya setelah 20 bulan memimpin, namun Bhutto kembali menjadi perdana menteri setelah memenangkan pemilu pada 1993. Kemenangannya pada pemilu 1993 salah satunya karena kekuatan pidatonya yang mampu memengaruhi ideologi rakyatnya.
Sebuah penelitian “Critical Analysis of Political Discourse: A Study of Benazir Bhutto’s Last Speech” ditulis oleh Faraz Alli Bughio dan Illahi Goppang menemukan beberapa aspek menarik dari pidato Bhutto yang menunjukkan kewibawaannya sebagai perempuan melalui pidatonya yang berisi dan memukau. Jika sebagian orang menganggap perempuan mempunyai hobi untuk “ngobrol hal yang tidak penting (rasan-rasan)”, Bhutto setidaknya telah menunjukkan bahwa sesungguhnya perempuan dapat menjadi tokoh yang mampu memengaruhi pikiran orang lain melalui kalimat yang diucapkannya.
Salah satu temuan dalam penelitian terhadap pidato terakhir Bhutto adalah kalimat yang digunakan Bhutto dapat menggugah emosi pendengarnya.
“Rawalpindi adalah kota dengan masyarakat yang pemberani dan rela berkorban. Rawalpindi adalah rumah kedua saya. Ketika Bhutto Sahib menjadi menteri, saya tinggal di Rawalpindi, saya bersekolah di Rawalpindi. Saya memiliki kenangan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan di Rawalpindi. Saya harus mengatakan bahwa masyarakat Rawalpindi yang pemberani bersama saya saat saya senang, kakak-kakak dan adik-adik juga bersama saya saat saya sedih. Mereka tidak pernah meninggalkan saya sendirian”.
Kalimat yang digunakan Bhutto di atas dipilih secara jeli untuk dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa Bhutto adalah sosok yang akrab dengan rakyatnya. Bhutto berulangkali menyebutkan nama kota Rawalpindi yang seakan-akan menunjukkan dia sudah sangat mengenal kota tersebut bersama masyarakatnya.
Bhutto menunjukkan betapa dia bukanlah pemimpin yang berjarak dengan rakyatnya.
“Quaid-i Awam Shaheed Bhutto membuat Partai Rakyat Pakistan ini dipersembahkan untuk masyarakat miskin, putus asa, dan masyarakat yang tertekan. Dia berjuang untuk kesejahteraan masyarakat yang diinjak pemerintahnya. Pembelaannya terhadap Pakistan tidak dapat diganggu gugat. Sikap hormatnya kepada bangsa membawa bangsanya pada penghargaan dan penghormatan.”
Kalimat di atas menggambarkan bagaimana Bhutto mempromosikan partainya melalui hal-hal yang positif. Partainya digambarkan sebagai partai yang dekat dengan kelas bawah, dengan kaum yang tertindas. Dia berkampanye dengan mengenalkan partainya sebagai partai yang akan mampu mengayomi.
Bhutto memberi inspirasi bagi perempuan dunia untuk berani tampil di depan umum. Bukan sekadar tampil, tapi perempuan harus mampu menunjukkan kehormatannya melalui kalimat yang mempunyai ruh sehingga mampu memukau pendengarnya. Bhutto menjadi teladan bagi perempuan yang masih malu-malu dan enggan untuk mengungkapkan gagasannya di depan umum.
Jika Kartini menjadi perempuan yang menginspirasi melalui tulisan, maka Bhutto bisa menjadi inspirasi bagi perempuan untuk mengubah dunia melalui lisan.
Benazir Bhutto meninggal dunia pada 27 Desember 2007. Selain pandai berpidato, Bhutto juga menulis beberapa buku. Di antara karya-karyanya ialah Foreign Policy in Perspective (1978), The Way Out: Interviews, Impressions, Statements and Messages (1988), Daughter of the East (1989), Benazir Bhutto’s Defends Herself (1990), dan Issues in Pakistan (1993).
Sumber: alif.id