Aku sedang mencuci gelas dan lepek saat seorang pemuda bertubuh tegap datang bersicepat. Rambutnya klimis, namun acak-acakan. Dari belakang kuperhatikan betul wajahnya namun aku tak mengenalinya. Ia sempoyongan masuk ke warungku tanpa mematikan sepedanya. Napasnya terengah-engah. “Bisa bertemu dengan Abah Fadhol, Kang?” kata pemuda klimis itu kepada Narsun, pelanggan terakhirku malam ini, memecah keheningan warungku …