Ada banyak cara Komunitas GUSDURian di daerah dalam hal pengelolaan keuangan untuk mendukung kegiatan. Di beberapa komunitas, para penggeraknya melakukan iuran sukarela, baik itu bersifat insidental maupun rutin. Namun ada juga yang tidak melakukannya.
Bertempat di Hall G Asrama Haji Sukolilo pada Jumat (14/10/2022) malam, Kelas Fundraising digelar sebagai bagian dari Kelas Berbagi Inspirasi TUNAS GUSDURian 2022. Acara ini dimulai pukul 20:30 WIB dan berakhir pukul 21:45 WIB.
Kelas Fundraising menjadi salah satu sesi acara TUNAS yang membahas tentang pengelolaan pendanaan/keuangan, dengan tujuan kemandirian komunitas dalam hal finansial dan tidak tergantung dengan orang lain dalam berkegiatan.
Kelas ini diikuti oleh 31 peserta terdiri dari 25 laki-laki dan 6 perempuan.
Sebelum sesi dimulai, Ryan Sevian sebagai salah satu fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk berbagi pengalaman. Selanjutnya, beberapa penggerak komunitas mulai bercerita satu per satu terkait penggalangan dana di komunitasnya masing-masing.
Umar, penggerak GUSDURian Grobogan mengaku bahwa ia berjualan kaos sebagai kegiatan dominan dalam hal fundraising komunitas. Akan tetapi dalam kenyataannya pengelolaan keuangannya mengalami banyak kerugian.
Sebaliknya, Komunitas GUSDURian Kebumen justru mendapatkan keuntungan dari fundraising dengan berjualan kaos. “Kami bahkan bisa menggelar acara Haul Gus Dur di Kebumen dengan mendatangkan beberapa tokoh,” ujar Showtime, penggerak Komunitas GUSDURian Kebumen.
Berbeda dengan pengalaman Rahman Khil dari Komunitas GUSDURian Kuala Lumpur. Ia lebih fokus di bidang jasa pengiriman uang untuk melayani saudara-saudara buruh migran yang ada di Malaysia.
Sesi kemudian disambung oleh Haiba Iskandar, fasilitator lainnya yang menjelaskan pengalaman awal terbentuknya GUSDURian Store. Menurutnya, komunitas dan bisnis adalah sebuah kata kunci untuk pengelolaan keuangan.
“Barangkali, pengelolaan bisnis individu akan lebih mudah. Berbeda dengan bisnis komunitas yang perlu strategi pengelolaan karena untuk kepentingan bersama,” ujar Haiba. “Untung dan rugi adalah satu paket dalam hal bisnis, sedangkan konsistensi merupakan hal yang paling mendasar dalam bisnis komunitas,” lanjutnya.
Strategi yang berbeda disampaikan oleh Ryan Sevian. Pria yang akrab disapa Kang Ryan itu berbagi pengalamannya selama aktif di Baznas Bandung, Jawa Barat.
“Berjejaring dengan lintas organisasi adalah prioritas utama. Karena setiap organisasi, meski secara keuangan sudah berlebih, tidak sedikit juga dari mereka yang kekurangan relawan/volunteer dalam melakukan kegiatan organisasinya,” kata Ryan.
Di sisi lain, beberapa komunitas juga menceritakan pengalamannya dalam mengelola produk lokal. Produk lokal daerah bisa menjadi lumbung keuangan bagi beberapa komunitas. Di antaranya, penjualan peci rotan bertuliskan ‘Gus Dur’ yang memberikan sumbangsih besar bagi Komunitas GUSDURian Gorontalo dan batik menjadi menu utama penjualan bagi Komunitas GUSDURian Cirebon.
Sebelum sesi ditutup, Haiba dan Ryan selaku fasilitator pun menyampaikan pesan terakhirnya.
“Apa pun bisnis komunitas GUSDURian itu diperbolehkan, baik barang, jasa, atau berjejaring, selama bisa mendukung kegiatan. Namun pastinya tetap dalam koridor kode etik Jaringan GUSDURian, yaitu tidak untuk kepentingan transaksional politik praktis.”