Social Media

Satu Abad NU: Merawat Jagat Membangun Peradaban

Menarik jika melihat tema yang diangkat oleh NU dalam rangka untuk memeringati Satu Abad NU, yakni “Merawat jagat membangun peradaban”. Tema ini sangat cocok dengan sejarah kenabian, di mana Nabi dalam sejarahnya sangat concern menjaga lingkungan, atau dalam bahasa tema di atas: merawat jagat.

Tentu saja makna jagat di sini berartian luas, yaitu menyangkut alam semesta. Saat berperang, Nabi sangat mewanti-wanti kepada para pejuang muslim untuk tidak menebang pohon, merusak lingkungan, membunuh anak-anak, dan menyakiti perempuan. Dalam konteks keindonesiaan, NU punya peran yang cukup besar dalam menjaga atau merawat jagat keanekaragaman dan kebinekaan Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, etnis, budaya, hingga agama.

Dalam sejarah kelahirannya, Indonesia banyak diwarnai jasa para tokoh-tokoh atau kader-kader NU. Pemikiran-pemikiran para tokoh NU sangat kental dengan pemikiran yang moderat, pemikiran yang mencoba menafsirkan teks-teks keislaman dalam konteks keindonesiaan. Islam yang dicoba ditawarkan oleh NU adalah Islam yang fleksibel, menusantara, dan mengadopsi budaya-budaya lokal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Itulah yang coba diterjemahkan ulang oleh para founding fathers NU atas Islam Nusantara. Islam Nusantara adalah Islam yang ditafsirkan dalam konteks Nusantara, Islam yang tidak menghilangkan budaya-budaya baik yang sudah tertanam di Nusantara sejak lama.

Sejak kelahirannya di tahun 1926 sampai hari, yang sudah memasuki satu abad, NU punya kontribusi yang luar biasa dalam berbagai segmen pembangunan di republik tercinta ini. Pemikiran keislaman ala NU adalah akumulasi dari teks-teks keislaman yang telah diproklamirkan lewat Al-Qur’an dan hadis Nabi, serta telah bergumul dengan berbagai pemikiran ala Indonesia yang sarat dengan nilai-nilai luhur bangsa atau budaya yang sudah berkembang lama di Indonesia.

Budaya-budaya inilah yang menopang penyebaran Islam di Indonesia sehingga berjalan secara masif. Budaya-budaya inilah yang menjadi bagian dari percepatan dalam mengantar ajaran-ajaran keislaman sehingga dapat diterima oleh masyarakat Nusantara secara luas. Seandainya pembawa ajaran keislaman ke Indonesia tidak akomodatif terhadap budaya-budaya yang sudah berkembang sebelumnya, mungkin perkembangan Islam di Indonesia tidak seperti yang kita lihat sekarang.

Itulah sebenarnya Islam yang coba didengung-dengungkan kembali oleh para kader NU lewat paradigma Islam Nusantara. Mungkin ada beberapa kalangan yang belum paham apa itu Islam Nusantara. Islam Nusantara sudah lama berkembang dan berakar di Indonesia. Ia dikembangkan oleh para ulama Nusantara, tetapi penamaan Islam Nusantara itu sendiri baru diusung oleh NU. Itulah keistimewaan Islam yang berkembang di Indonesia. Secara mendasar, tidak ada perbedaan dengan keislaman di negara-negara lain. Namun, dalam pengembangannya ada ciri khas keislaman yang berkembang di Indonesia, ada warna-warna keindonesiaan atau nilai-nilai lokal yang menyertainya.

Ada paradigma yang akan dipertegas dalam memeringati satu abad NU ini, yang sebelumnya sangat masif disosialisasikan oleh NU ke beberapa titik pondok pesantren. Ada sekitar 270-an titik pondok pesantren sebagai tempat untuk mengampanyekan “fikih peradaban”. Fikih di sini bukanlah dalam pengertian ilmu fikih yang berbicara tentang hukum-hukum dalam beribadah, melainkan dalam pengertian pemahaman yang kaitannya dengan peradaban. Dengan kata lain, pemahaman tentang konteks dalam memahami visi kebangsaan dan kemanusiaan yang menjadi bagian dari jihad perjuangan NU.

Perjuangan atau jihad NU ke depan adalah perjuangan mempertahankan nilai-nilai kebangsaan. Nilai kebangsaan yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu pejuang kemerdekaan wajib dipertahankan karena nilai-nilai tersebutlah yang dapat membawa Indonesia tetap eksis sebagai sebuah negara atau bangsa.

Ada upaya dari berbagai pihak yang ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi negara, munculnya gerakan-gerakan transnasional yang membawa misi ideologi garis keras dalam beragama. Misi mereka harus dilawan dengan tetap memasifkan kampanye fikih peradaban yang dijalankan oleh NU ke berbagai pondok pesantren di seluruh Indonesia. Selain itu, hal tersebut sebagai bentuk penguatan kepada seluruh kiai yang ada di pondok pesantren untuk mendistribusikan pemahaman fikih peradaban ke umat dan masyarakat secara umum.

Jihad dalam konteks kebangsaan telah menjadi arah perjuangan NU ke depan. Begitupun Jihad dalam konteks kemanusiaan. Tokoh yang sangat getol memperjuangkan jihad kemanusiaan adalah KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kiprah Gus Dur dalam menyebarkan misi kemanusiaan sangat dirasakan oleh berbagai segmen masyarakat tanpa memandang etnis, budaya, agama, hingga aliran mazhab; semua sama di mata Gus Dur.

Banyak terobosan-terobosan politik kemanusiaan yang dicetuskan oleh Gus Dur, baik sebelum menjadi presiden maupun saat menjabat sebagai presiden. Visi kemanusiaannya sangat universal. Orang-orang sangat terbantu ketika Gus Dur menjadi presiden. Mereka diberikan kebebasan dalam beragama dan  agama Konghucu diakui oleh negara sebagai agama negara lewat perjuangan Gus Dur.

Nampaknya NU ingin memperkuat kembali apa yang menjadi cita-cita Gus Dur dalam memperjuangkan jihad kebangsaan dan jihad kemanusiaan, apa yang menjadi tema dari peringatan Satu Abad NU yakni merawat jagat membangun peradaban adalah pelestarian atau penguatan kembali dari apa yang telah diperjuangkan oleh Gus Dur.

Bumi Pambusuang, 6 Februari 2023

Kepala Madrasah Aliyah Nuhiyah Pambusuang, Sulawesi Barat.