Social Media

Pojok GUSDURian UIN Alauddin Makassar: Bahas Gus Dur, Karl Marx, dan Teologi Pembebasan

Seperti biasanya, Pojok GUSDURian UIN Alauddin Makassar rutin diadakan setiap pekan. Pada pertemuan ke-18 kali ini, menghadirkan Imran Fajar yang merupakan Penulis Buku Agama Perspektif Ekopol Marx yang dipandu oleh Nurhidaya Rahman dari KOPRI PMII FUF Cabang Gowa. Kegiatan ini dilaksanakan di Masjid UIN Alauddin Makassar pada Jumat (26/10/2023). 

Pada kesempatan pertama, Imran Fajar membahas mengenai “Karl Marx & Gus Dur: Agama sebagai Teologi Pembebasan”. Imran menyampaikan bahwa ketika membahas agama tentunya kita tidak hanya berbicara mengenai surga dan neraka.

“Dalam teologi pembebasan Marx, tentunya kita akan berbicara tentang kaum proletariat. Di mana seharusnya agama tidak monoton membahas Tuhan, ataupun surga dan neraka,” ungkap Imran.

Selain itu, Imran juga menjelaskan kritik Marx terkait simbol-simbol agama yang kemudian menandakan seseorang sebagai orang alim. Di mana dalam konsep humanisme Marx, tentunya tidak hanya pada pembahasan antroposentrisme, melainkan berbicara terkait solusi dari permasalahan konkrit masyarakat juga. 

“Simbol-simbol keagamaan yang digunakan akan menandakan ia sebagai orang alim atau paham dengan ajaran agama,” tambahnya.

Lebih lanjut, penulis buku Agama Perspektif Ekopol Marxis tersebut menjelaskan bahwa Ali Syari’ati memandang manusia tidak bermateri, dengan melihat manusia berdasarkan sejarah kenabian. Sedangkan, Marx lebih kepada materi yang melihat manusia dari aspek komunal primitifnya.

“Kepemilikan pribadi dalam pandangan Marx lahir dari masa peralihan manusia di fase komunal primitif ke masa perbudakan. Sedangkan, Ali Syari’ati melihat kepemilikan pribadi dimulai dari anak Nabi Adam, yakni Qabil dan Habil,” jelasnya.

A. Muhammad Syukur, salah satu audiens pada kegiatan tersebut menyatakan bahwa dalam konteks pembebasan ala Gus Dur dan ideologi Marxisme ada titik konvergensi yang menarik. Yaitu Gus Dur melalui konsepnya, menciptakan ruang bagi kebebasan pers dengan mengakui hak-hak minoritas serta menggalang inklusivitas di seluruh dunia. Sedangkan Marx, dalam visinya yang kemudian mengejar pembebasan kelas melalui perubahan struktural sosial dan ekonomi. 

“Meskipun Marx dan Gus Dur secara konteks berbeda fokus, tetapi keduanya bersatu dalam tekad untuk membebaskan individu dari penindasan dan ketidaksetaraan. Kesamaan ini menciptakan landasan kokoh bagi eksplorasi pembebasan manusia dalam berbagai dimensi, menggambarkan kesatuan antara spiritualitas dan materialisme dialektika historis ala Karl Marx,” jelasnya

Terakhir, Imran menyampaikan bahwa dalam teologi pembebasan, agama dijadikan sebagai spirit perjuangan.

“Karl Marx berlandaskan pada materi, sehingga tidak ada pengaruh yang imateriil (Tuhan) dalam konsepsinya, tapi di dalam teologi pembebasan, agama ditransfomasikan sebagai spirit perjuangan,” tutupnya.

Penggerak Komunitas GUSDURian Makassar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *