Perubahan sangat berarti bagi bangsa Indonesia. Dalam hal ini peran pemudalah yang sangat dibutuhkan. Kalau kita berbicara soal pemilu kemarin, peran pemuda cukup mendominasi. Tak dapat dipungkiri, dukungan pemuda dalam setiap pemilu tak pernah surut. Tidak saja di Indonesia, di setiap negara mana pun partisipasi pemuda dalam pemilu selalu dominan.
Pemilu bukan hanya sekadar momen di mana masyarakat yang telah memiliki hak pilih memilih para wakil rakyatnya, namun di dalam pilihan mereka tersebut tersimpan harapan yang sangat besar dalam mengubah masa depan bangsa Indonesia. Apalagi para pemuda adalah harapan bangsa.
Mereka berharap bahwa nantinya wakil rakyat tersebutlah yang dapat menampung segala aspirasi masyarakat yang mampu mengubah masa depan bangsa ke arah yang lebih baik. Namun sayangnya, akhir-akhir ini pemilu dijadikan sebagai ajang untuk mencari keuntungan semata oleh pihak-pihak tertentu. Partai-partai politik semakin banyak bermunculan. Mereka semua bersaing untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat dengan segala cara.
Tak sampai di situ saja bahkan sekarang banyak sekali partai politik di Indonesia yang merekrut kalangan selebriti untuk menjadi kader politik mereka. Tidak jarang kebanyakan dari mereka juga tidak memiliki dasar pendidikan di bidang politik yang memang seharusnya menjadi suatu standar apabila seseorang ingin berkiprah di dunia politik.
Bermodalkan ketenaran mereka sebagai selebriti, mereka pun berlomba-lomba untuk masuk ke partai politik dan bahkan berani mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Hal ini tentu pada awalnya para pemuda hanya berkontribusi sebagai masyarakat yang memiliki hak pilih. Tetapi sebenarnya para pemuda di Indonesia memiliki potensi yang lebih dari sekadar pemilih aktif. Pemuda dapat berkontribusi langsung secara aktif dalam dunia perpolitikan di Indonesia.
Kemampuan pemuda Indonesia dalam berpolitik tidak dapat diremehkan lagi. Pemikiran mereka yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan politik dapat menjadi suatu pembaharuan dalam dunia perpolitikan. Saat ini sedikit demi sedikit telah terjadi pergeseran pandangan masyarakat terhadap pemuda Indonesia yang dulunya hanya dianggap sebagai kaum anarkis menjadi kaum intelektual yang berpikiran kritis. Sangat disayangkan karena pemilu merupakan pesta demokrasi terbesar di Indonesia yang diadakan setiap lima tahun sekali. Tetapi justru hasil yang didapatkan adalah sebaliknya.
Pemikiran kritis yang dimiliki oleh pemuda-pemudi Indonesia telah mampu mewakili aspirasi rakyat Indonesia. Dan dikarenakan hal inilah dapat dikatakan bahwa sebenarnya pemuda-pemudi Indonesialah yang menjadi wakil rakyat Indonesia dalam menyuarakan semua aspirasi mereka dan tuntutan mereka atas pemenuhan hak.
Politik sendiri merupakan usaha yang dijalankan oleh warga negara bertujuan untuk mewujudkan kebaikan bersama. Menurut Rod Hague, politik adalah suatu kegiatan yang masih ada kaitannya dengan bagaimana cara kelompok tertentu, untuk mencapai berbagai keputusan yang sifatnya kolektif, serta mengikat berdasarkan usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggotanya.
Jadi, secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa, politik adalah ilmu atau kegiatan yang masih erat kaitannya dengan berbagai kegiatan kenegaraan. Artinya, politik adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang guna mencapai suatu tujuan yang diinginkan baik untuk kepentingan universal, kelompok-kelompok tertentu ataupun untuk kepentingan Individu demi tercapainya suatu tujuan.
Tetapi jika kita lihat sekarang, politik selalu dianggap negatif oleh sejumlah pihak, karena mereka sering menonton atau membaca koran dan melihat kegiatan politik dengan berbagai kegiatan yang kejam dan kotor. Tetapi sebenarnya yang menentukan politik itu akan mengarah ke mana semua tergantung pada siapa yang menjalankannya.
Dari paradigma tersebut sebagai generasi yang akan membangun bangsa dan negara, harus pandai dalam menilai dan memilah mana yang harus dilakukan, agar tidak ada lagi yang beranggapan bahwa politik tidak seburuk yang dilihat. Di mana dalam membangun suatu bangsa yang berperan tak kalah pentingnya yaitu generasi muda.
Sayangnya, jika kita lihat sekarang ini masih banyak anak muda yang tidak terlalu berperan aktif atau tidak tertarik dalam dunia politik. Contohnya, saat pemilihan masih banyak yang memilih tidak sesuai dengan hati nuraninya sendiri, melainkan mengikuti apa yang dipilih oleh keluarga atau memilih mana yang paling banyak dipilih. Dari sini kita sudah bisa lihat bahwa, kita tidak menjalankan kewajiban sebagai warga negara yang baik, karena tidak mengikuti prosedur yang ada, yaitu memilih sesuai hati nurani tersebut.
Jadi pada intinya, sebagai penerus bangsa harus berpikir tentang bagaimana Indonesia ke depannya, harus menjalankan apa yang menjadi kewajiban sebagai warga negara yang baik, dengan selalu mengikuti proses yang ada (Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kalau bukan? Kita siapa lagi?).
Gerakan Pemuda dalam Politik Sebelum Kemerdekaan
Pemuda memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah dan tujuan bangsa. Berawal dari peristiwa Sumpah Pemuda 1928, para pemuda Indonesia dari segala penjuru Indonesia mengikrarkan Sumpah Pemuda, “Bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu: Indonesia.” Pemuda menjadi salah satu hal terpenting bagi Indonesia.
Banyak gerakan-gerakan pemuda yang terbentuk di Indonesia. Dari tahun sebelum merdeka sampai Indonesia merdeka, gerakan pemuda ini sudah ada dan paling berpengaruh besar terhadap Indonesia. Kontribusi dari para pemuda dapat memengaruhi politik dan ketatanegaraan Indonesia.
Organisasi pelajar yang pertama kali dibentuk adalah Tri Koro Dharmo. Gerakan-gerakan yang dibentuk untuk memperluas asal dari para pemudanya pada saat itu antara lain Jong Java, Pemuda Indonesia, dan Jong Sumatra. Selain itu, ada juga gerakan pemuda yang berlatar belakang keagamaan, seperti Muda Kristen Djawi dan Jong Islamieten Bond. Ada juga yang bagian dari partai politik, seperti Pemuda Muslimin Indonesia (PSII), Pemuda Ansor (NU), dan Pemuda Muhammadiyah (Muhammadiyah).
Dari gerakan-gerakan pemuda tersebut, menunjukkan bahwa negara Indonesia tidak lepas dari peran pemuda. Peran pemuda tersebut pun merupakan peran dalam perubahan tata negara di Indonesia.
Dengan segala pemikiran dan akal yang didapat atau dimiliki oleh para pemuda, dituangkan ke dalam gerakan-gerakan yang mereka bentuk. Pemikiran atau akal yang mereka dapat berasal dari Politik Etis, yang di mana Belanda memberi kesempatan kepada para pemuda Indonesia untuk bisa mendapat pendidikan.
Kebijakan itulah yang melahirkan golongan yang berpendidikan dan sadar akan realitas sosial yang dihadapi pada saat itu. Hal ini yang membuat para pemuda mendirikan organisasi-organisasi atau gerakan-gerakan di berbagai bidang. Setiap gerakan tersebut berpengaruh dalam mengubah politik dan ketatanegaraan bangsa Indonesia.
Perkembangan zaman semakin cepat. Melihat peran pemuda pada zaman dahulu yang berhasil memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, pastinya pemuda zaman sekarang bisa juga berperan untuk bangsa Indonesia. Dengan segala pengetahuan yang para pemuda dapatkan, pasti juga dibutuhkan bangsanya untuk melakukan atau membantu perubahan yang dilakukan oleh bangsanya.
Gus Dur, Politik, dan Demokrasi di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi yang tidak terlepas dari politiknya, baik itu dalam kehidupan bernegara atau dalam kehidupan sehari-hari. Dilansir dari NU Online, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, Gus Dur kerap merespons pergulatan politik di Indonesia dengan pemikirannya tentang demokrasi. Pemikirannya merupakan responsnya terhadap pemerintahan Orde Baru yang ‘sentralistik’ dan menjadikan negara bermuara pada demokrasi yang ‘seolah-olah’. Di masa itu, kebebasan pers sebagai manifestasi dari kebebasan berekspresi dan menjadi nilai dasar demokrasi selalu dibredel.
Gus Dur membangun fondasi kehidupan demokrasi yang hakiki, yakni tidak seolah-olah demokrasi. Jika kita refleksikan dengan masa kekinian, agaknya masalah yang menyelimuti demokrasi cenderung masih sama meskipun dengan kualitas dan bentuk yang berbeda. Apa yang pernah dilontarkan oleh Gus Dur mengenai demokrasi terasa menemui kembali pada tahun politik ini. Oleh karena itu, demokrasi sebagai tema haul ke-14 Gus Dur sangat relevan dengan tantangan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini.
Parameter demokrasi pemikiran Gus Dur tentang demokrasi lahir dari keprihatinannya terhadap kondisi politik yang terjadi. Kata yang cukup tepat untuk mewakili suasana dan keadaan politik pada masa Orde Baru saat itu adalah ‘mencekam’. Di mana kekuasaan pemerintahan tidak bisa diganggu gugat.
Segala bentuk tindakan yang dianggap mengancam eksistensi pemerintahan akan dibekuk dengan alasan keamanan dan keutuhan negara. Pemikiran Gus Dur soal demokrasi sejatinya merupakan antitesa terhadap realitas yang ada. Ia vokal menggembar-gemborkan demokrasi di samping kebebasan, desentralisasi, dan pemenuhan hak-hak minoritas.
Pemikirannya muncul dari kegelisahan filosofis atas otoritarianisme pemerintahan. Pemikiran Gus Dur mencoba untuk mengentaskan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku politik yang mengatasnamakan negara. Oleh Jens Bartelson kekerasan ini disebut sebagai kekerasan represif dan koersif.
Untuk melenyapkan demokrasi seolah-olah yang terjadi, Gus Dur memberikan beberapa poin yang dijadikan sebagai parameter berhasil atau tidaknya demokrasi. Pertama, kedaulatan hukum. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam konstitusi kita. Bahwa setiap persoalan yang terjadi harus diselesaikan berdasarkan hukum (supremasi hukum). Dalam hierarki perundang-undangan Indonesia, UUD 1945 berada di puncak (grundnorm) sekaligus menjadi sumber dari segala hukum. Dimana di dalam UUD 1945 tersebut diatur mengenai hubungan antar lembaga negara dan masyarakat untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Artinya, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tidak boleh bertindak sewenang-wenang.
Syaiful Arif dalam Gus Dur dan Ilmu Sosial Transformatif: Biografi Intelektual, mengungkapkan bahwa menurut Gus Dur, esensi dari konstitusi adalah mengatur kekuasaan, hubungan antarkekuasaan sekaligus meneguhkan hak-hak warga negaranya dan memberikan perlindungan kepada mereka. Konstitusi memberikan perlindungan kepada warga negara dari kesewenang-wenangan penguasa.
Oleh karena itu, kedaulatan hukum perlu untuk diperjuangkan oleh seluruh komponen masyarakat. Hal ini guna menciptakan keadilan dan kesejahteraan seluruh warga negara. Proses penyelesaian perkara melalui kegiatan transaksi di luar prosedural resmi yang hingga kini masih marak terjadi harus di-stop. Hal ini bisa dilakukan hanya dengan kesadaran akan pentingnya kedaulatan hukum.
Kedua, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). HAM merupakan hak kodrati yang melekat bagi setiap manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang perlu dihormati, ditegakkan dan dijunjung tinggi oleh setiap manusia, negara dan hukum. Bagi Gus Dur, komitmen untuk menegakkan HAM merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Baginya, memenuhi hak bagi setiap orang merupakan nilai kemanusiaan yang tidak bisa dilepaskan dari agama. Tanpa nilai tersebut, dunia akan dipenuhi oleh konflik dan perpecahan.
Dalam tulisannya berjudul “Mencari Perspektif Baru dalam Penegakan Hak-hak Asasi Manusia”, Gus Dur bersemangat untuk menawarkan cara pandang dalam pemberian hak kepada setiap manusia. Bahwa dengan memandang manusia sebagai manusia maka akan melahirkan sikap mulia dan hormat kepada sesama. Oleh karena itu, masuknya norma-norma HAM dalam konstitusi perlu untuk diimplementasikan secara konsisten.
Dalam konteks Islam, hak-hak ini terangkum dalam Maqashid Al-syari’ah, yaitu hifdzu al-nafs (melindungi jiwa), hifdzu al-diin (melindungi agama), hifdzu al-maal (melindungi harta), hifdzu al-’aql (melindungi akal), dan hifdzu al-nasl (melindungi keturunan).
Ketiga, penghargaan terhadap pluralitas. Realitas Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, keyakinan dan bahasa merupakan sebuah potensi sekaligus ancaman. Dengan paradigma pluralisme, keragaman tersebut bisa memperkokoh demokrasi.
Dalam hal ini, Gus Dur mengaitkan pluralisme dengan nilai keislaman, yaitu dengan konsep universalisme Islam. Dimana ajaran Islam yang universal tidak akan terwujud tanpa inklusivitas terhadap peradaban lain yang membuat Islam berkosmopolitan. Harus diakui, bahwa dalam proses sejarah berdirinya negara Indonesia adalah karena adanya kesadaran berbangsa ketimbang ideologi agama.
Keempat, peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal ini bertalian erat dengan bidang ekonomi. Kesenjangan antara yang kaya dan miskin akan merusak sistem demokrasi. Di mana biasanya demokrasi akan dikuasai oleh yang kaya. Maka hal perlu untuk diperbaiki adalah demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan.