GUSDURian Bonorowo Tulungagung Gelar Forum 17-an Bertajuk Pendampingan Pengelolaan Sampah bagi Komunitas Lintas Iman

TULUNGAGUNG – Komunitas GUSDURian Bonorowo Tulungagung menggelar Forum 17-an pada Sabtu, 10 Agustus 2024 di GKI Tulungagung. Tema yang diangkat pada forum kali ini adalah “Pendampingan Pengelolaan Sampah untuk Kelestarian Lingkungan bagi Komunitas Lintas Iman di Tulungagung”.

Pengelolaan sampah yang dibahas dalam forum ini merujuk pada pembudidayaan magot sebagai solusi pengelolaan sampah organik dan pemberdayaan kerajinan sampah plastik untuk ekonomi kreatif seperti tas, pot, asbak, wadah tisu, dan sebagainya. Diadakannya forum ini tak lain karena berangkat dari kegelisahan bersama dari penggerak komunitas atas permasalahan sampah rumah tangga dan sampah plastik di tempat tinggal mereka. 

“Adanya permasalahan pada sampah rumah tangga dan sampah plastik. Kenapa tercetus pembahasan dalam acara ini karena beberapa kawan sudah sering diajak ingin budidaya magot dan karena mereka kehabisan cara untuk mengurai sampah rumah tangganya masing-masing,” jelas Rizka Hidayatul Umami selaku koordinator GUSDURian Bonorowo Tulungagung.

Kegiatan ini mendatangkan tiga pembicara yang masing-masing memiliki perhatian pada sampah dan solusi pengelolaannya yang nantinya dapat dijadikan budidaya kreativitas yang memiliki nilai jual yang cukup baik. Ketiga pembicara tersebut adalah Pendeta Satriawan Susanto dari GKI Tulungagung, Alex Syahmanda sebagai praktisi langsung sampah organik, dan Sururin sebagai ketua bank sampah Tulungagung.

Kegiatan yang dikemas dalam talk show ini berbincang mengenai pengalaman, wawasan, maksud, dan tujuan masing-masing narasumber mengelola sampah dan membudidayakannya. Perbincangan pertama dimulai dari Sururin yang menjelaskan terkait bagaimana awal perjalanan mengambil langkah membudidayakan sampah plastik menghasilkan kreativitas yang nantinya dapat dijual belikan dan digunakan oleh konsumen.

“Sampah perumahan itu dikumpulkan di depan rumah masing-masing, kemudian rasanya eman (sayang), lalu punya ide untuk mengumpulkannya.” Dari hasil proses pengelolaan sampah plastik, ia membangun Bank Sampah Rukun Mulya yang menjadi wadah menjual barang-barang tersier tersebut.

Pembicara kedua disambung oleh Pendeta Satriawan Susanto yang fokus pada pembudidayaan magot sebagai upaya pengelolaan sampah organik. Dalam pemaparannya, Pendeta Satria sapaannya menjelaskan secara umum visi agama-agama dalam komitmen yang sama dalam urusan menjaga kelestarian alam. 

Relasi manusia dengan alam, manusia dengan hewan, manusia dengan ciptaan lainnya, semuanya saling mendukung dan berkepentingan untuk saling menjaga dan melindungi alam dan lingkungan. 

Pendeta Satria mengutarakan bagaimana awal mula ia tertarik dengan budidaya magot meskipun belum lama. “Terpikir kelola sampah dari kegelisahan hasil sisa-sisa makanan para jemaat Gereja ketika selesai acara. Kan tiap selesai acara, pasti makan-makan,” terangnya.

Dari penjelasan yang dipaparkannya, ia juga membaca data sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Tulungagung. Bahwa komposisi sampah yang dihasilkan justru paling banyak dari sisa makanan yakni sebanyak 60,5%. Dari sampah yang banyak ini, dengan melihat data dari Tulungagung jumlah keseluruhan sampah yang dihasilkan jumlahnya tidak dipisahkan dari sampah organik dan non-organik yakni sebanyak 558,98 kg per hari.

Pembicara ketiga, Alex Syahmandra selaku praktisi budidaya magot menceritakan terkait motivasinya budidaya magot semenjak masa pandemi Covid-19 yang berpengaruh pada ekonominya hingga akhirnya magot membukakan jalan ekonomi baru yang menghasilkan dan menjanjikan untuknya. Ia juga menjelaskan kaitannya dengan cerita beberapa kolega yang memang tertarik dengan magot bukan hanya soal pengelolaan sampah tapi juga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Pembicaraan di ruang talk show kemarin memunculkan harapan dari salah satu peserta yang konsentrasi terhadap isu lingkungan. Harun berharap mengajak para pembicara untuk disosialisasikan di berbagai desa sebagai upaya membangkitkan semangat kelestarian lingkungan. Utamanya sampah untuk dapat dikelola dengan baik dan poin plusnya menghasilkan nilai ekonomis yang menjanjikan. 

Di akhir sesi, peserta diberi kesempatan untuk melihat secara langsung magot yang telah dibawa narasumber dan hasil kerajinan sampah plastik. Sehingga acara ini menjadi ajang pendampingan yang bermanfaat bagi masyarakat yang datang sebagai contoh dan langkah awal untuk dipraktikkan secara inklusif.

Penggerak GUSDURian Tulungagung, Jawa Timur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *