LAMONGAN – Gerakan Pemuda Ansor PAC Sambeng dan Komunitas GUSDURian Lamongan Memperingati Haul Gus Dur ke-15 dengan mengenang sang pahlawan kemanusian, Riyanto.
Riyanto adalah anggota banser (sayap paramiliter organisasi pemuda GP Ansor NU) yang gugur karena terkena ledakan bom saat mencoba menyelamatkan jemaat Gereja Eben Haezer di Mojokerto dari percobaan peledakan pada malam 24 Desember 2000 silam.
Pada Jumat 26 Desember di Warkop Sambang Sambeng acara digelar sangat meriah dan diikuti oleh banyak kalangan masyarakat, mulai dari warga NU, muslimat, pemuda setempat, hingga pelanggan warkop tersebut. Acara juga mendatangkan dua narasumber, yakni Gus Moh. Syada al-Mahiri dari Brigade Gus Dur Jombang dan Gus Ipunk atau Ahmad Saifullah yang juga Ketua GP Ansor Kota Mojokerto.
Penggerak GUSDURian Lamongan sekaligus ketua pelaksana Viky Bambang Kurniawan mengungkapkan bahwa acara ini digelar sebagai refleksi bersama untuk terus mengenang jasa para pahlawan kemanusiaan. Mbah Wiro Firdaus menyambung ucapan terima kasih yang dihaturkan pada para hadirin, khususnya para pemantik diskusi.
“Acara ini ialah ladang kita mengenang, ladang kita belajar kembali menjadi manusia yang utuh seperti yang diajarkan Gus Dur,” ujarnya.
Penyampaian pertama dari Gus Syadad yang menceritakan nilai-nilai Gus Dur. Menurutnya, Gus Dur ialah sosok yang suka dengan buku dan kitab-kitab, bahkan buku Das Kapital dibacanya saat Gus Dur masih berada di bangku sekolah dasar. Di sisi, sambungnya, Gus Dur juga suka membaca dan mengaji kitab-kitab islami, ini yang diajarkan oleh keluarga Gus Dur sejak masih berusia tiga tahun. Sebelum tidur Gus Dur ditanya aktivitas kesehariannya mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur lagi. Hal inilah yang memantik semangat hafalan Gus Dur yang begitu luar biasa.
“Selain itu Gus Dur juga hobi travelling keliling dunia. Tahu kenapa? Gus Dur hanya ingin belajar budaya di negara-negara luar. Sempat diberitakan juga bahwa Gus Dur khatam banyak pemikiran-pemikiran tokoh Amerika, Belanda, dan lain-lain, namun tidak sedikit pun Gus Dur mengubah budayanya, yakni budaya khas asli Indonesia. Maka jika disimpulkan pemikiran Gus Dur adalah kosmopolit, yakni mampu menerima banyak perbedaan,” ujarnya.
Kemudian disambung oleh pemaparan Gus Ipunk. Ia bercerita, pada tahun 2000 Gus Dur selaku Ketua PBNU mengutus beberapa cabang NU melalui banser untuk menjaga gereja pada saat Natal. Ada 10 gereja yang mendapat ancaman, salah satunya yakni Gereja Eben Haezer di Mojokerto. Pada saat itu juga Riyanto yang baru saja direkrut menjadi anggota banser karena ketekunannya.
“Perlu diketahui, sebelum menjadi anggota banser, Riyanto sempat bekerja di koperasi pengepul kedelai untuk kecap yang dimiliki oleh ketua PC GP Ansor Kota Mojokerto. Melihat ketekunan dan kerajinan Riyanto akhirnya dia ditawari untuk bergabung menjadi anggota banser dan dirinya mengiyakan,” paparnya.
Belum genap satu tahun menjadi anggota banser, lanjut Gus Ipunk, ada perintah dari pimpinan untuk menjaga di gereja. Sebenarnya bukan jadwal Riyanto yang menjaga, namun ada satu orang lagi dan orang tersebut masih dalam kondisi pemulihan karena usai mengalami luka kecelakaan.
“Akhirnya Riyanto menawarkan diri untuk menggantikannya dan pimpinan pun mengizinkannya. Ada dua bom di gereja tersebut, yang satu di depan, yang satunya di dalam gereja. Tidak tahunya juga yang dijaga Riyanto pun yang meledak duluan. Riyanto sudah tidak lagi banyak teori namun ia sudah praktik toleransi. Itulah singkat cerita Riyanto,” ujarnya.
Acara dilanjut sesi tanya jawab dan berakhir di pemberian cindera mata dan makan makan bersama.