Peduli Isu Lingkungan, GUSDURian Cirebon Gelar Diskusi dan Penanaman Pohon bersama Komunitas Lintas Iman

CIREBON – Komunitas GUSDURian Cirebon berkolaborasi dengan Yayasan Wangsakerta dan Gereja Bunda Maria menyelenggarakan kegiatan Sharing Session dan Penanaman Pohon pada Sabtu, 11 Januari 2025. Acara yang mengangkat tema “Solidaritas Kemanusiaan Lintas Iman dalam Merespons Isu-Isu Lingkungan” ini berlangsung di Aula Gereja Bunda Maria dan menghadirkan Founder Yayasan Wangsakerta Farida Maharani sebagai narasumber utama. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat lintas iman yang peduli terhadap isu lingkungan.

Acara dibuka dengan pemaparan dari Romo Antonius Haryanto, yang menekankan pentingnya merawat bumi sebagai tanggung jawab bersama. “Kita perlu berpikir bahwa merawat bumi bukan sekadar untuk kepentingan kita saat ini, tetapi juga untuk generasi mendatang. Seperti ketika kita menanam pohon, entah itu durian atau mangga, kita tidak tahu siapa yang akan memanennya nanti. Udara yang kita hirup saat ini adalah warisan untuk generasi baru,” ujarnya.

Farida Maharani, sebagai narasumber menyoroti pentingnya aksi nyata dalam merespons isu lingkungan. “Lingkungan hidup adalah tempat tinggal bagi semua makhluk, bukan hanya manusia. Kita tidak mungkin mengubah situasi jika tidak melakukan aksi. Bumi kita saat ini menghadapi berbagai tantangan, seperti perubahan permukaan laut, hujan deras, perubahan ekosistem, dan kenaikan suhu. Bahkan, perubahan iklim dapat memicu konflik sosial, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah,” jelasnya.

Salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan adalah emisi gas rumah kaca dan penggundulan hutan. Kedua faktor ini saling terkait dan memberikan dampak signifikan terhadap ekosistem bumi. Contoh nyata penggundulan hutan saat ini adalah konversi hutan tropis menjadi perkebunan sawit, yang marak terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia. Langkah mitigasi seperti reboisasi, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan pengurangan emisi gas rumah kaca sangat penting untuk mengatasi masalah ini.

Dalam pemaparannya, Farida memberikan contoh konkret dari situasi di Cirebon. “Danau Situ Patok, yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1921, awalnya berfungsi untuk menahan banjir dan mengairi lahan tebu. Namun, dalam 10 tahun terakhir, karena kerusakan ekosistem dan berkurangnya pohon di bagian hulu, danau ini tidak lagi mampu menampung air untuk tiga kecamatan,” terangnya.

Namun, dalam 10 tahun terakhir, danau ini mengalami penurunan fungsi akibat kerusakan ekosistem dan berkurangnya pohon di daerah hulu. Pohon di hulu berperan penting menahan air dan mencegah erosi, sehingga air dapat meresap ke tanah dan mengalir stabil ke danau.

Akibatnya Danau Situ Patok tidak lagi mampu menampung air secara optimal untuk tiga kecamatan di sekitarnya. Menurutnya, hal ini memicu banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga ekosistem dan pohon di hulu untuk memastikan fungsi danau tetap optimal. Kerusakan lingkungan, seperti penggundulan hutan, berdampak serius pada ketersediaan air dan pencegahan bencana alam.

Ia juga memprediksi dampak perubahan iklim di Asia Tenggara pada tahun 2050. “Krisis air bersih akan melanda, 45% lahan pertanian di Indonesia akan rusak, dan sekitar 2.000 pulau terancam tenggelam akibat naiknya permukaan laut. Pohon memegang peran penting dalam menyerap air ke dalam tanah. Tanpa resapan air, situasi akan semakin sulit. Oleh karena itu, menanam pohon adalah langkah paling mudah yang bisa kita lakukan,” tegasnya.

Untuk menghadapi tantangan ini yakni dengan melakukan mitigasi dapat dilakukan dengan beralih ke energi terbarukan, meningkatkan pendidikan tentang kesadaran iklim, melakukan penghijauan, konservasi hutan, serta menerapkan pertanian organik tanpa bahan kimia. Tujuannya adalah memastikan kecukupan pangan, energi, dan informasi, serta memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kegiatan ini diakhiri dengan penanaman pohon sebagai simbol komitmen bersama dalam merawat bumi. Pesan yang disampaikan oleh semua pihak adalah ajakan untuk bergerak bersama mencintai lingkungan.

Seperti yang diungkapkan oleh Romo Antonius Haryanto bahwa bumi adalah rumah bersama seluruh makhluk hidup. “Mari kita jaga bersama-sama. Selamat merawat bumi, selamat merawat lingkungan hidup, dan semoga kita semua sehat karena merawat dan menjaga bumi, rumah kita semua,” pungkasnya.

Acara ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan mengambil langkah nyata dalam merespons isu-isu lingkungan yang semakin mendesak.

Jurnalis Radar Cirebon.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *